8. Where Is Zoya?

416 33 6
                                    

“Hai, Kak!” panggil Anas.

Orang yang dipanggil Anas menoleh. Anas segera mempercepat langkahnya menyusul orang itu.

“Mau apa kau?” tanya Arik.

“Kamu kakaknya Zoya? Tadi Zoya nggak masuk kenapa?” tanya Anas.

“Apa urusannya denganmu?” tanya Arik.

Anas menggelengkan kepala. “Aku hanya bertanya,” jawabnya.

“Zoya sakit,” ucap Arik berbohong.

Anas terkejut. “Zoya sakit? Sakit apa? Bolehkah aku menjenguknya?” tanya Anas bertubi-tubi.

Menjenguk Zoya? Apa yang harus kulakukan? Sepertinya aku harus memanipulasi rumahku, batin Arik.

“Baiklah. Ikut aku,” ucap Arik.

Anas merasa senang. Pasalnya, dia akan mengetahui tempat tinggal Zoya.

Arik pun memanipulasi tempat tinggalnya dan daerah sekitarnya. Agar Anas tidak merasa curiga.

“Ini rumah kami,” ucap Arik sambil menunjuk sebuah rumah.

Anas mengangguk. Arik pun mengajak Anas memasuki rumah manipulasinya itu. Kemudian, mereka memasuki sebuah ruangan seperti kamar.

Tetapi, setelah mereka memasukinya, kamar itu kosong.

Kosong? Kemana Zoya pergi? batin Arik cemas.

“Zoya kemana, Kak? Kok kosong?” tanya Anas bingung.

“Hm... sepertinya dia sedang dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa,” jawab Arik berbohong.

Wajah Anas pun berubah murung. “Ya sudah, Kak. Kapan-kapan saja aku menjenguknya. Aku pulang dulu,” pamit Anas lalu pergi.

Arik mengantarkan Anas sampai depan pintu. Anas pun pulang. Setelah memastikan Anas sudah jauh, Arik mengembalikan hasil manipulasinya seperti sedia kala.

“Sekarang Zoya pergi kemana?” gumam Arik cemas.

Ia mencarinya di setiap sudut rumah, namun hasilnya nihil. Tidak ada tanda-tanda Zoya. Dia pergi tanpa meninggalkan jejak apapun.

Zoya... dimana kau? Jangan membuatku panik, batin Arik kepada Zoya.

Tak ada jawaban.

Arik semakin gelisah tidak mendapat jawaban dari adiknya. Ia pun segera menuju basecamp untuk mengabari yang lain.

Hologram pun menyala. Muncul sosok Robin dan Opelia. “Ada apa?” tanya Robin.

“Zoya menghilang!” ucap Arik panik.

Opelia terkejut, begitu juga dengan Robin.

“Bagaimana bisa? Dia berada di ruang perawatan khusus, tak mungkin ia keluar begitu saja,” bantah Opelia.

“Aku sudah mencarinya kemana saja. Tapi, tetap saja hasilnya nihil,” jawab Arik.

“Kau sudah menghubunginya dengan pemikiranmu?” tanya Robin berusaha tenang.

“Tak ada jawaban,” jawab Arik semakin cemas.

Robin pun berbalik menuju komputernya. Sepertinya dia sedang membuka kamera pelacaknya.

Tak mungkin, batin Robin.

Robin pun kembali ke hadapan Arik dan Opelia. “Kamera pelacak error. Tak ada video yang terekam setelah Zoya masuk ruang perawatan khusus,” ucap Robin.

Arik semakin cemas. Ia takut sesuatu terjadi pada adiknya.

“Zoya adalah satu-satunya yang terkuat dikeluarga kita. Jika dia menghilang....” Opelia tertegun.

“Zoya Alexis akan musnah,” sambung Robin lesu.

Arik termenung kala mendengar “Zoya Alexis akan musnah.”

Ini tak akan mungkin terjadi, aku harus menemukan Zoya, batin Arik lalu pergi keluar tanpa berpamitan dengan Robin dan Opelia.

“Hei! Mau kemana kau?” teriak Opelia.

“Lebih baik kita lihat melalui kamera pelacak, matikan hologramnya,” suruh Robin.

Opelia segera mematikan hologramnya dan mengikuti Robin. Mereka mengamati aktivitas Arik melalui kamera pelacak.

Zoya... jangan pergi secara tiba-tiba. Aku khawatir denganmu, aku tak mau ada yang melukaimu, batin Arik.

Arik masih mencari Zoya kemana pun kakinya pergi.

Sejauh apa pun Arik mencari Zoya, tetap saja ia tidak menemukannya. Seolah-olah Zoya telah lenyap ditelan bumi.

“Zoya pergi kemana?” gumam Arik khawatir dan juga ketakutan.

Pulanglah, batin Zoya yang telah dikirim ke Arik.

Arik sempat terkejut mendapat pesan singkat itu dari Zoya.

Kau dimana? Pulanglah! Aku takkan pulang jika kau tak pulang, batin Arik.

Zoya kembali tak menjawab pikiran Arik. Arik semakin frustasi dibuatnya.

Pada akhirnya, Arik memutuskan untuk menuruti kemauan adiknya itu. Tiba di rumah, Arik kembali menghubungi Robin dan Opelia.

“Dia tak ditemukan,” ucap Arik lesu.

“Aneh. Aku juga tidak bisa membaca masa depan kita,” sahut Robin.

“Tetapi, dia meninggalkan pesan singkat untukku,” ucap Arik.

“Apa itu?” tanya Opelia penasaran.

“Pulanglah,” jawab Arik.

“Dimana terakhir kali kamu mendapatkan pesan singkat itu?” tanya Opelia lagi.

“Jalan Bougenville,” jawab Arik.

“Zoya punya alasan tersendiri menyuruhmu pulang, coba nyalakan televisimu,” suruh Opelia.

Arik hanya menurut saja. Ia tak membantah seperti biasanya, mungkin dia terlalu lelah untuk berdebat.

Arik pun menyalakan televisi. Televisi itu menampilkan sebuah berita bencana alam. Tepatnya di jalan Bougenville, jalan yang dilewati Arik.

“Pantas saja Zoya menyuruhku pulang,” gumam Arik. Arik pun kembali ke hadapan Opelia dan Robin.

“Zoya punya cara sendiri untuk memperingatkan kita,” ucap Robin.

“Jadi, kau tenang saja. Zoya pasti akan baik-baik saja,” ucap Opelia.

Arik menganggukkan kepala dengan malas. Walaupun ia berusaha tenang, namun hatinya sebagai seorang kakak tidak bisa tenang.

“Sekarang kau tidur, kau membutuhkan energi,” suruh Robin lalu mematikan hologram. Arik hanya bisa menuruti perintah kakaknya itu.




*to be continued....

Zoya Alexis [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang