Part 1

239 9 7
                                    


Ku buka mataku dengan lemahnya, seperti telah terjadi sesuatu di dalam mimpiku. Yah... memang begini keseharianku, bak bosan dengan kehidupan.

Rindu terus datang. Rasa ingin kembali pada masa aku masih ditimang, itu jenjang sekolah dasar. Walaupun aku hidup tak bersama kedua orang tuaku namun aku tetap bahagia dengan hidupku. Bibiku, suaminya, anak laki-lakinya, istri pertama anak bibi, dan aku, seperti suatu keluarga yang utuh nan elok dipandang, kata orang "makan emaspun dijabanin". Ya, benar, Itu sudut pandang mereka.

Kami bahagia meski tak jarang makan sendiri. Benar adanya cerita di drama serial, pulang disaat anak sedang terlelap dan berangkat ketika anak masih nyenyak-nyenyaknya, itulah yang mereka lakukan.

"bu, kapan kita ke Surabaya?" ucap menantu bibi. Namanya Elisa. Dia sayang sama aku seperti anak sendiri. Sudah hampir 10 tahun usia pernikahannya tak kunjung diberi momongan.

"Iya!. Kamu nggak bantuin dagang tapi mesti ngajak jalan-jalan. Besok lusa!. Tunggu dagangan habis." Balas bibiku. Bibi bekerja sebagai pedagang apel yang memasok dari kota Malang dan di dagangkan ke para pengecer. Ya begitulah sifat pedagang, pasti kasar. Hidupnya bagai tak pernah merasakan empuknya kasur. Lalu lalang di jalanan dengan suaminya. Dia sayang betul sama menantunya, semua yang dimau kak elisa pasti dilakukan.

Sekolah selesai, siangku aku habiskan bersama teman-teman, apalagi masih menginjak remaja awal.

"kak, aku main." Tas sekolah ku geletakkan di atas kasur, baju ganti pun ku pakai tanpa merapikan baju sekolah kembali, lalu berlari ke kumpulan teman-teman yang asik main loncat karet, selayaknya anak sekolah dasar bermain.

"jangan pulang sore-sore, awas ya nanti aku ikat kau sama rante sepeda kalo main sampai sore." Candanya melihat aku bergegas lari untuk main. Dia seperti ibuku juga, mulai aku umur 2 tahun hingga aku menginjak awal sekolah menengah pertama. Dialah yang merawatku, mengurusku, memanjakanku dikala bibi tak di rumah.

Aku Lala, anak sekolah menengah pertama tingkat ketiga. Banyak ujian itu melelahkan sekaligus membosankan. Waktu terasa cepat dan anak laki-laki bibi tak lagi bersama istrinya. Inilah awal dari segalanya...

Ah aku jadi malu..

Ini karya pertamaku, jadi maklum lah kalo banyak yang nggak jelas, hehe

Alhamdulillah akhirnya bisa menuangkan ide cerita ini. Banyak terimakasih aku ucapkan buat temen-temen yang sudah mendorongku tuk menulis ini dan memberi masukan-masukan yang mendukungku.

Jangan lupa vote dan commentnya yaaa...

Ditunggu lagi karya-karya selanjutnya :)

"Inilah Kehidupan"Where stories live. Discover now