Part 6

17 1 0
                                    

Menyesal tidak akan merubah keputusan, pun jika berubah akankah ada yang menerima? 

Semua kembali pada putusan semula. Kembali ke masa itu bukan suatu solusi dan bukan hal yang perlu diimpikan lagi, Lala hanya perlu jalani dan jalani yang ada saat ini. Pun jika buruk ya dirubah, jika baik ya pertahankan. Semua tergantung pada keputusan yang diambil sebagai Lala, bukan sekedar tuntutan seseorang, walaupun seseorang itu penting bagi keberlanjutan hidupnya saat ini.

Kembali haru, rumah ini bagai istana yang tak lekang oleh sendu. Setelah berbagai tragedi menyakitkan (bagiku) yang menimpaku, kurasa aku sudah pada titik yang kebal akan rasa sakit. Mungkin ini yang dimaksud beberapa orang tua itu, beban pikir akan lebih berat dibanding kau menjinjing sekarung penuh batu bata. Mungkin juga rasa inilah yang ditanggung bibiku kala itu, serangan bertubi-tubi mendadak mengarah kepadanya hingga berakhir pada mala petaka.

Aku pernah bernar-benar memikirkannya pula, sebenarnya siapa yang salah? Siapa yang salah akan itu semua? Begitu banyak orang yang telah aku tuduh, maki-maki, bahkan aku kata-i kasar di dalam pikiran dangkalku. Betapa bodoh dan kekanak-kanakannya aku.

Terlepas dari itu semua, mungkin bibi telah tenang di sana. Aku tak akan pernah lupa akan apa yang telah dia korbankan demi aku, demi kebahagiaanku, dan hanya demi hidupku ini.

Terimakasihku kepadanya akan tetap aku sampaikan walau hanya dalam bentuk Al-Fatihah pada setiap doaku. Terimaksih telah mengajariku disiplin dalam berbagai hal, terimakasih telah mengajariku memasak (walau umurku dulu masih belum bisa dikategorikan sebagai anak yang diberi kepercayaan mengelola dapur sendiri) hingga aku tau bagaimana cara menanak nasi, menggoreng telur, menggoreng ayam, serta berbagai kejadian yang membuatku sesak karena bentakan, cubitan, lemparan, omelan, dan masih banyak lagi. Aku memahami semua itu, bukan karena apa-apa, namun hanya karena bibi memang sayang kepadaku atas segala perhatian yang ditunjukkannya itu, meski terkadang aku jua terluka olehnya.

Terimakasihku bukan sekedar itu, banyak hal-hal yang aku sadari, setelah banyak fenomena tak mengenakkanku membuat aku belajar akan semua itu. Siapa sangka aku yang masih di umur 14 tahun bisa mengoperasikan alat pengukur tekanan darah, mengukur kadar gula, kolesterol, hinngga asam urat, yahhh walaupun itu semua menggunakan alat otomatis. Aku yang masih terlalu remaja itu masih sensitif dengan yang dinamakan darah, namun dituntut mau dan harus melakukannya. Bahkan pada suatu saat bibi sangat butuh pendonor karena hemoglobinnya menurun, aku lah yang diajukan untuk mendonorinya. Bisa dibayangkan seberapa takutnya anak remaja yang masih benar-benar butuh bersosialisasi dengan banyak teman, namun dihadapkan dengan kondisi seperti itu. Dan akhirnya pikirku sedikit lega saat persyaratan sebagai pendonor tidak terpenuhi karena umurku kurang dari 17 tahun.

Dengan berbagai pengalaman yang aku rasakan dan alami bersama bibi, mungkin akan selalu terkenang dan sebagai media ceritaku kepada anak-anakku kelak. Bahwa tidak ada di dunia ini sesuatu yang tidak mungkin, namun bagaimana manusia itu mau dan berusaha. Dengan adanya aku, bibiku dengan rela hati dan lapang dada menerimaku sebesar kasih sayangnya dengan anaknya sendiri. Mungkin bibi memang benar-benar sayang.

Aku benar-benar bersyukur dengan semua itu, walau terkadang semua pengalaman itu membuat aku meneteskan air mata kala mengenangnya, namun sungguh aku senang.

Beranjak dari itu semua, kini suasana rumah berangsur ramah. 2 malaikat kecil lahir. Imut, ganteng, dan berbagai hal yang buatku tak mau jauh-jauh dari mereka. Namun sayang, ini memang saatnya aku tak berdiam diri di rumah saja. Tuntutan akan belajarku semakin besar, hingga saatnya tiba, aku harus pergi menjauh dari rumah nan megah itu.

Dari berbagai kejadian yang aku alami di dalam rumah itu, harusnya ini yang waktu yang tepat untuk berbahagia, lepas dari bayangan gelap akan menjadi suatu hal yang berbeda. Memang benar, aku bukanlah Lala yang harus berlarut-larus dalam kelam, namun masih banyak yang aku khawatirkan.

Atau, mungkin Lala akan menemukan "rupa"–nya kembali? Siapa yang tau...




YAHHHHHHHH, akhirnya temen-temen bisa bertemu juga dengan part yang ini.

Maaf banget jika udah 5 atau 6 bulanan ini terhenti sementara, hehe maklum karena bukan penulis profesional, bahkan belum pantas dikatakan sebagai penuli.

Kisah ini author bangun dengan susahnya, karena terlalu lama nggak nge-feel dengan Lala lagi. beribu maaf jika masih belum berkembang kepenulisan author yang hanya apa adanya ini.

Vote dan comment kalian akan sangat membangun dan mengorek-ngorek kembali kisah Lala yang sebenarnya.

Terimakasih ^_^

"Inilah Kehidupan"Where stories live. Discover now