Menunggu Rindu Darimu.

73 6 1
                                    

Entah berapa kali kuhitung jariku, tujuh atau tiga, aku tidak tahu. Terlalu banyak. Sampai-sampai aku harus meminjam jari kakiku sendiri. Itu kulakukan hanya untuk menunggu balasan pesan singkat dari smartphone-mu 

Ting!

Akhirnya!

"Ada apa?" Balasmu.

"Ini, kamu ada waktu enggak?"

Ya, aku harus menghitung kembali jariku. Menunggu balasanmu adalah hal yang lumayan membuat aku menepuk kepala.

Ting! Satu pesan masuk.

"Sepertinya tidak."

Ah, rasanya aku dapat kesempatan kali ini. "Bisa ketemuan gak?"

"Di mana?"

"Tempat biasa," tulisku.

"Ok."

Kembali kututup Handphone jadulku. Indah sekali, yah? Ada rasa dimana aku
ingin terban. Walau balasanmu sungguh singkat atau terkesan cuek. Tapi, hatiku seperti bunga yang bermekaran di taman.

"Pertama, aku akan siapkan baju dulu," kataku entah pada siapa. Kali ini, aku harus membuat beberapa persiapan. Ah, tidak lupa hadiah! Karena Viela hari ini ulangtahun. Aku tidak mau melewatkan hari spesialnya.

Ya, Viela, pacarku. Kami sudah 3 tahun pacaran. Dia manis, cantik, walau sifatnya rada cuek tapi Viela perduli terhadap temannya.

"Lah, nih anak kok senyum sendiri?" Tiba-tiba suara kakak mengagetkanku.

"Aiss, kakak gak tahu kalau hari ini Aku ada kencan sama cewek."

"Kayak punya cewek aja," katanya mengejek.

Aku sempat tersinggung. "Punyalah!"

Kakakku berlalu, entah bagaimana caranya masuk tanpa ketahuan ke kamarku, atau mungkin aku terlalu senang dan tidak memperhatikan kedatangannya tadi?

Biarlah. Yang penting hari ini aku bisa ketemu Viela. Tapi, sebelum itu, aku mengambil  buku catatan.

Aku menulis beberapa ucapan, untuk ulangtahun gadisku yang ke-17, aku akan memberi yang terbaik, jangan sampai membuatnya kecewa.

"Pasti Viela senang."

Aku menutup kotak kado yang kupersiapkan hari sebelumnya. Kemudian tersenyum senang. Kuharap ia bahagia melihat hadiahku.

***

Kali ini bulan tidak tertutup semuanya, hanya sebagian. Itupun masih terlihat mengintip dari atas sana. Ya, aku masih betah menunggumu sampai 2 jam, terhitung dari pertamaku duduk, sampai tetesan air soda yang kuminum daritadi.

Ting!

Aku mendapat pesan singkat darimu--membuatku senang tidak ketulungan-- dan itu sedikit mengurangi rasa kerinduan ini.

"Maaf, hari ini aku sedikit sibuk, temanku ngajakin kerja kelompok. Maaf yah, Sayang ...."

Sedikit demi sedikit senyumku turun mendapat balasanmu. Tak bisa dipungkiri kalau hatiku penuh dengan kekecewaan saat ini.

"Tak apa, semangat kerja kelompoknya, yah."

Walau aku memberi emoji senang, hatiku seperti tertusuk duri. Untuk kesekian kalinya kau berbohong, lagi!

Aku bangkit. Ingin berlalu.

Tiga tahun yang sama, di tempat yang sama aku mengerti. Sudah sekian kali kado yang kubuat tidak akan sampai padamu, dan tidak akan pernah. Cukup satu hal yang kumengerti, 'Kita memang tidak akan pernah bersama di setiap ulang tahunmu.'

***

"Aku ingin putus ...."

Ya, aku mengerti, semua itu terlihat saat matamu memberi isyarat penuh.

"Aku tahu. Tapi ... kenapa?" Aku seolah bertanya, walaupun sebenarnya aku mengerti. Tapi, semuanya perlu penjelasan, bahkan untuk orang peka seperti diriku.

"Maaf, aku sudah memilih orang lain, dan aku tidak bisa bertahan dengan semua ini!"

Tenang, aku bisa mengerti itu, 3 hari lalu, aku melihat kamu bersama Dimas. Dia adalah kakak kelasku, itulah kenapa aku jadi tahu hubungan kalian seperti apa sekarang. "Ya, kalau itu yang terbaik, pergilah!"

Bukan maksudku mengusirmu, itu mungkin caraku untuk lepas dari ikatan yang membuat seluruh perasaanku tercabik-cabik, dan salah satu caranya adalah membuka rantai belenggu ini.

Akhirnya, dalam waktu 3 tahun, aku bisa membuat diriku mengerti. Inilah yang terbaik, kamu pasti tahu, kan?

Musik sendu mewakil langkahmu hilang dari pandanganku. Biarlah, mungkin kamu butuh waktu 3 tahun untuk mengerti aku. Tapi, butuh seumur hidup untuk kumengerti diriku sendiri.

***

Mataku mengarah pada kado ini, meliriknya sesaat kemudian meninggalkannya di tempat yang sama, sebuah kotak besar. Isinya adalah kenangan yang tahun-tahun terakhir aku bersama Viela, entah itu hadiah, atau kado ulang tahun yang belum sempat kuberikan. Dan sekarang aku menutup penuh kenangan ini. Kemudian menulis beberapa kata di atas kertas lalu menempelkannya di kotak tersebut.

Dear Viela.

Walau kita tinggal di dunia yang sama, tapi kita memilih langit sendiri. Kamu terbang dengan sepasang sayapmu, sedangkan aku berusaha untuk melayang dengan sebelah sayap yang hampir sirna.

Untukmu, orang yang pernah kurindukan.

Pin

My Sad StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang