Sebesar apa hatimu tersakiti? Apa kau pernah berpikir untuk menjauh dan pergi dari hatinya?
Sebenarnya itu adalah pertanyaan yang sulit aku jawab. Ada banyak hal yang tidak bisa aku lupakan.
Setiap malam, suara manisnya terdengar mendayu dari balik handphone. Imut dan lucu, aku menyebutnya seperti itu. Kami bisa menghabiskan malam hanya dengan membahas hal yang tidak penting. Ah, benar. Kadang, kata-kata tak bisa menjelaskan semuanya.
Namun, kali ini aku benar-benar memilih pergi begitu saja. Bukan karena aku pengecut. Terlalu munafik kalau aku tidak mencintainya. Aku memilih diam, lalu menyimpannya dalam-dalam.
Ting!
Satu pesan masuk.
"Mas, kok jarang telpon, sibuk yah?" tulisnya di sana.
Aku hanya bisa tersenyum pahit. Ya, di penghujung tahun yang begitu penuh suka cita. Aku malah mengeluh pada nasib yang kupikir terlalu buruk, sangat buruk.
Tanganku dengan cepat membalas. "Ah, Iya. Kerjaan numpuk makanya jarang telpon." Dengan menambah emot sumringah, aku mengirim pesan tersebut.
Satu pesan kembali masuk.
"Wah, iya mas. Maaf kalo ganggu. Tapi, jangan lupa istirahat juga, ntar sakit lho."
Aku tersenyum pahit. Ya, benar, Sekarang bukan fisik saja yang sakit, tapi hati juga. Kurasa di sana ia bermuara.
Kukirim stiker lucu untuk membalas pesannya. "Tenang aja, aku kuat kok. hehe. Kamu gak tidur? Dah hampir tengah malam nih."
"Ini juga baru mau Mas. Bang Rizki juga udah bilangan tadi, harus cepet tidur katanya." Bunyi pesan itu. Ada nada keceriaan saat dia mengetik beberapa kata.
Aku menggenggam erat telepon kesayangan, seperti memeras santan. Entah kenapa hatiku sakit mendengar nama itu. Kutarik napas pelan, dan melanjutkan menulis.
"Oke. Hehe, aku duluan yah. Selamat malam."
Mulai malam itu, aku tidak pernah menghubunginya lagi. Kami seperti tak mengenal satu sama lain. Cukup, aku tidak mengerti kenapa bisa begini. Alasan bodoh kan, apa karena aku mencintainya? Entah, apakah salah jika menaruh hati pada sahabat masa kecilku?
Kutai Kartanegara, 1 Oktober 2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sad Story
Short StoryKumpulan-kumpulan cerita sedih yang kutulis sendiri. Sebagian ada yang Kolab. Karena menulis aku bisa mengeluarkan semua yang ada di benakku. Karena menulis aku bisa menemukan jati diri. Karena menulis aku bisa bertemu dengan "Ia" "Menulislah dengan...