Dia marah padaku. Saat aku memeluknya. Pelukan sepihak dariku yang mencoba untuk menenangkan dirinya. Tapi, bukan balasan yang aku dapat, entah kenapa ia malah menamparku keras.
"Bodoh ... Bodoh!" ujarnya di sela isakkan.
"Aku hanya ingin menenangkanmu ...." Terdengar sepihak, kan?
Gina diam. Aku tahu, dia tidak akan membalas cintaku. Lambak laun aku mengerti. Keegoisan tidak akan berubah menjadi cinta, kami tak di takdirkan bersama.
"Aku ... Aku ... men--"
"Cukup Kris, aku sudah ... hiks ... muak dengan ucapan itu, tolong ... hiks ... tinggalkan aku!"
Hari itu, aku mengerti. Perasaannya bukan lagi milikku. Kami seperti berbeda dunia, seperti halaman kosong, tak berarti.
Aku masih terbiasa memandang langit. Hujan sudah reda. Tapi, tetesannya masih tersisa di suraiku.
Aku hanya bisa memandang dunia. Tapi, aku tidak bisa memilikinya. Terima kasih, dengan luka ini. Kau yang terbaik.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Sad Story
Short StoryKumpulan-kumpulan cerita sedih yang kutulis sendiri. Sebagian ada yang Kolab. Karena menulis aku bisa mengeluarkan semua yang ada di benakku. Karena menulis aku bisa menemukan jati diri. Karena menulis aku bisa bertemu dengan "Ia" "Menulislah dengan...