Sepuluh

9 2 0
                                        

'Berharap semua kembali utuh, tapi sepertinya tidak akan.'
-war.

Azka melangkah masuk ke rumahnya. Dia menuju ke ruang tamu. Dilihatnya foto keluarga kala ia masih kecil. Kira-kira umur 9 tahun. Ada mamanya, farel, Yezkiel, dan Azka.

"Kapan keluarga kita kayak dulu?" tanyanya pada bingkai yang dipegangnya.

"Mulai hari ini." Suara bariton itu membuat Azka menoleh ke belakang. Dia langsung meletakkan bingkai itu di atas meja.

"Kita akan kayak dulu lagi, Azka." lanjut Farel.

"Nggak. Sekarang udah beda, nggak ada mama dan Yezkiel. Bahkan anda sendiri sibuk dengan pekerjaan." tukas Azka.

"Papa akan buat keluarga kita kayak dulu, Azka."

Azka tidak menggubris ucapan Farel dan langsung menuju kamarnya.

Farel mengambil bingkai yang sewaktu tadi Azka pegang. "Maafin aku, sayang." ucapnya.

Azka membuka seragamnya yang menyisakan kaos putih. Dia beralih ke laptopnya dan bermain game.

Line!

Line!

Line!

Notifikasi itu membuat Azka kembali ke tempat tidurnya. Dilihatnya para temannya sedang sibuk membicarakan sesuatu.

Vino deputra : jadi g ke Jogja?
Gilang arp : nggak tau, tanya sama bosnya.
Alexander : gmn ni bos?

Azka menepuk dahinya kala melihat chat dari temannya itu. Dia lupa bahwa mereka akan pergi ke Jogja dan lanjut ke Bali.

William Azka : jd, maunya kpn?

Beberapa detik setelah mengirim pesan itu, notifikasi dari ponselnya itu berbunyi lagi.

Gilang arp : abis penerimaan rapot dh.

Tanpa menjawab pesan itu, dia mematikan ponselnya dan tertidur pulas.

                           ***

Sarah baru saja selesai mengganti kimononya dengan seragam. Dia melihat dirinya dicermin. Terlihat sangat cute ketika dia tersenyum. Dia meraih tas Dior yang baru saja dibelikan oleh Rian. Setelah mengikat rambutnya, dia pergi ke bawah untuk sarapan.

"Cantik banget anak mama.." puji Miranda.

Sarah tersenyum. "Iya dong, mirip Kendall Jenner kan, ma?"

"Mirip dijah yellow iya kalii." ujar Gibran seraya memainkan ponselnya.

"Apaan sih lo?!" ucap Sarah yang melihat Gibran sinis.

"Eh, udah, nggak baik ribut depan makanan." Miranda menengahi.

Sarah duduk disamping Miranda dan langsung menyantap makanan yang ada di meja. "Papa kemana, Ma?" tanya Sarah.

Miranda menghentikan makannya sejenak. "Kan papa masih di Kalimantan, sayang."

Sarah hanya ber'oh'ria kala mendengar ucapan Miranda. Dia langsung mengajak Gibran untuk mengantarnya ke sekolah. Saat sampai di sekolah, dia melihat Caca yang sedang berdiri di depan gerbang.

"Ngapain lo, Ca?" tanya Sarah. Caca tidak menggubris omongan Sarah karena sibuk memandangi Gibran.

"Woi! Melamun aja lo." ucap Sarah lagi.

"Eh? Tadi lo bilang apa?" tanya Caca yang masih memandangi Gibran yang tengah sibuk memainkan ponselnya.

"Ohhh.. Lo suka ya sama Gibran?" tebak Sarah.

You Belong With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang