Part 4 - sweet

844 90 14
                                    

So Eun dan Ara menyantap makan siang menuju sore mereka yang disediakan perusahaan. 

“Mungkin kalian masih bisa disambungkan,” ucap Ara.

“Untuk apa? Digantung?” timpal So Eun.

“Matanya masih penuh cinta saat memandangmu, bagaimana kau sendiri, apa masih mencintainya?”

“Kurasa cinta saja tidak cukup.”

“Lalu apa, So Eun?”

“Ara, dengan rasa cinta saja dia tak memberiku kepastian apalagi kalau cintanya pudar kira-kira apa yang akan dia lakukan padaku?”

“Kau terlalu banyak berpikir”

“Tentu saja, ini terkait hidupku.”

“Sekarang bagaimana? Kau memulai dari nol lagi. Pria seperti apa yang akan kau cari?”

Molla,”

“Myung Soo?”

“Kenapa kau menyebutnya?”

“Sudah kukatakan aku tak tahu kalian sedekat itu, pelukan tadi manis sekali,” goda Ara.

“Itu pelukan biasa saja, pemberi semangat.”

“Kalian punya cara unik untuk memberi semangat, mengingat dia teman adikmu dan dia seorang pria.” 

So Eun tertegun, entah bagaimana dia menjadi dekat dengan Myung Soo dengan segenap kemanjaannya, masalah-masalah yang dibuatnya namun di sisi lain ia juga bisa diandalkan. Masalah pelukan tadi...tentu saja pelukan biasa. So Eun meyakinkan dirinya.

~~drrrtt... Pesan masuk di ponsel So Eun.

Myung Soo : hujan besar, aku jemput, ya.

So Eun : aku sedang di Goryeo.

Myung Soo : mwo? Naik mesin waktu merk apa?

So Eun : tidak lucu.

Myung Soo : aku tahu tempatnya, tunggu, aku akan kesana.

“Memutuskan seenaknya,” gumam So Eun.

Nugu?” 

“Yang baru saja kita bicarakan,” jawab So Eun.

“Aku penasaran dia lebih dekat denganmu atau Dae Hyun.”

“Apa yang tidak membuatmu penasaran Ara?”

Ara terkekeh.

“Hujannya masih deras, aku telepon Oppa saja,” ucap Ara seraya menatap jendela besar di depan meja yang mereka gunakan untuk makan. "Ah, tapi dia bilang sore ini ada janji dengan klien.” 

“Tenang saja, Myung Soo dalam perjalanan.”

“Kau memintanya?”

Ani, dia menawarkan diri.”

“Manisnya."

“Kalian sudah selesai makan?” Jae Rim tiba-tiba muncul.

Ah ne… sudah, terima kasih.”

“Hujan sangat deras, bawaan kalian juga banyak. Bagaimana kalau kuantar?” tawar Jae Rim seraya melihat dua ransel yang terlihat cukup banyak isinya.

“Tak perlu repot, kami sedang menunggu jemputan,” jawab Ara.

“Oh, begitu.”

“Aku mau ke toilet dulu,” ucap Ara seraya melesat.

Commitment Phobia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang