“Kim Myung Hwan, Kim So Hwa, apa yang kalian kerjakan?”
Dua orang anak berbeda jenis kelamin masing-masing berusia lima dan tiga tahun menatap seorang pria dewasa yang memanggil mereka. Kedua tangan mereka penuh warna, baju pun sudah banyak percik warna-warni. Kertas-kertas berserakan dan keadaannya pun sama, penuh coretan beragam warna.
“Appa…” ucap mereka serentak lalu berlari untuk memeluk pria tersebut, masing-masing memeluk satu kaki karena pria yang mereka panggil appa itu sama sekali belum bergeming dari posisinya sejak tadi.
“Kenapa kotor sekali?”
“Kami bermain warna.”
“Siapa yang memberikan?”
“Oppa mengambil dari sana.”
“Mana Eomma?”
“Di dapur.”
“Bisakah lepaskan dulu tangan kalian? Appa seperti mengenali kertas-kertas itu.”
Kertas yang berserakan ternyata bukan sembarangan kertas bagi pria tersebut. Beberapa lembar adalah dokumen penting yang sebelumnya tersimpan rapi di dalam laci. Sebagian lainnya adalah sketsa bangunan yang diperlukan sebagai materi untuk rapat besok.
“Mana Ahjumma?”
“Ahjumma sudah pulang.”
“Myung Hwan, bawa adikmu untuk mencuci tangan.
“Ne, Appa.”
Pria itu lalu berjalan menuju dapur.
“Apa kegiatan di sini jauh lebih penting daripada menjaga anak-anak?”
“Astaga kau mengagetkanku, Myung Soo, kau sudah pulang.”
Raut pria bernama Myung Soo itu sangat tidak ramah.
“Ada… apa..?”
“Yah, Kim So Eun, aku seharian ini sudah sangat dibuat pusing di kantor dan saat pulang aku harus mendapatkan ini?” Myung Soo menyodorkan kertas-kertas tersebut.
“Omo…bagaimana mereka bisa mendapatkan ini?” So Eun segera mematikan kompor dan bergegas mencari kedua anak itu.
“Hwannie, Hwaya…di mana kalian?”
“Eomma…”
“Astaga apa ini?” So Eun memeriksa seluruh badan kedua anaknya. “Ayo mandi.”
-,-
“Hwannie, Eomma sudah katakan jangan ambil apapun dari meja kerja Appa.”
“Maafkan aku, Eomma ... hiks.”
“Ya sudah, kau tidurlah, Eomma akan ke kamar adikmu.”
“Eomma, apakah Appa marah?”
So Eun tersenyum, “Tidak, sayang.”
“Tadi saat makan malam Appa diam saja.”
“Appa hanya lelah, pekerjaannya sangat banyak.”
“Pekerjaan Eomma juga banyak tapi Eomma selalu tersenyum.”
“Appa juga sering tersenyum, kan?”
“Tapi... Appa sekarang lebih banyak diam.”
“Itu hanya karena lelah, sudah, ya, kau tidur. Besok jangan sampai terlambat ke sekolah.”
So Eun mencium kening Myung Hwan lalu segera beranjak menuju kamar So Hwa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Commitment Phobia [Completed]
Fiksi PenggemarKim So Eun, susah payah memutuskan pria yang memiliki isu komitmen hanya untuk kembali jatuh pada pria dengan masalah serupa.