Ulang tahun

2.2K 208 40
                                    

Seperti biasa, Mekae dan Pahmi pergi ke sekolah bersama. Tidak sedikit orang yang mengejeknya berjalan bersama. Memang apa salahnya jika dua orang laki-laki jalan bersama setiap hari? Mereka tidak mengerti jalan pikiran orang lain.

Tiba-tiba, Galih bersama sepedanya mengerem mendadak dan hampir menabrak Pahmi.

"Biasa aja dong, dikira ini jalan punya nenek moyang lu ngebut seenaknya, hampir nabrak anak orang ini," gerutu Mekae kesal.

"Udah Mek, udah," Ucap Pahmi menenangkan.

"Yah, iye dah sorry, Homo. Ehe. Oh iya, gue mau ngasihin ini, udah ya, gue udah ditunggu ama Zira, sorry ganggu kalian berdua, good bye, Homooooo......" Galih mengayuh sepedanya dengan cepat 'lagi'.

Mekae membuka kertas pemberian Galih tadi. Hanya kertas fotocopy-an, sobekan dari buku dan ditulis dengan sangat sederhana.

Isi suratnya:

"Dear friends,
Gue Galih, orang paling ganteng dan idaman para cewek tapi gue dah punya Zira. Dendi berulang tahun 2 hari lagi. Ga ada orang di rumahnya, kasian. Dia ingin kita merayakannya, di rumahnya yang cukup dekat, sedikit jauh deng, ehe. Yah pokonya di rumahnya. Jl. Dendi 1 no.1A. Itu alamatnya. Bawa makanan kalo bisa ya. Kita panggang panggangan, makan kue, dan lain-lain yang menyenangkan.

Tempat: Rumahnya
Jam: 14.00 - 22.00 atau 23.00 atau s/d selesai

Salam dari orang ganteng,

Galih. "

"Waaaah, kayanya seru ya Mek. Lu mau pake baju apa? Bawa makanan apa? Gue jadi ga sabar, " Pahmi senang dan segera melihat jadwalnya 2 hari kedepan. Ternyata dia bisa. Tidak ada halangan dan lain sebagainya.

"Gue ga bilang mau ikut," Mekae sedikit kesal melihat jam pada surat itu tertera selesai sangat malam. Ia takut terjadi apa-apa pada dirinya dan Pahmi.

"Eeeeeeeh..... yaudah, bilang sekarang, mau ikut!" Ucap Pahmi sambil mendorong dan menarik baju seragam Mekae.

"Tapi, ini selesai malem banget Pahmi, lu mau ilang diculik kaya waktu itu? Gue takut. Gue takut gabisa nemuin lu, gue takut telat lagi kaya waktu itu, Pah. " Nadanya menaik sambil meremas surat yang tadi.

"Tapi, Mek, gue pengen banget ikut itu. Kita juga bisa jadi lebih deket sama temen yang lain, kita makan bareng, main bareng. Gue yakin aman ko. Jalan Dendi 1 tuh cuma 20 menitan dari sekolah. Please, Mek," seperti mau menangis, memasang wajah memelas agar Mekae kasian dan ikut ke acara ulang tahunnya Dendi.

"Itu ga deket loh, agak jauh, gue ga peduli juga sama temen yang lain, gue kan ada lu. Heem.. Yaudah deh, gue kalah sama muka lu yang kaya mau nangis gitu, tapi lu jangan jauh-jauh dari gue, awas lu,"

"Yeeeaaaay, thanks Mek," Pahmi senang dan memeluk Mekae.

"Ini dijalan oy, malu-maluin aja. Ayo cepetan ke sekolah, gue gamau telat ke sekolah dihukum karena alasan konyol, pelukan di jalan," ucap Mekae sambil dengan berat ia berjalan karena Pahmi masih menempal padanya.

***

Selesai pelajaran, Mekae diajak oleh segerombolan kaka kelas berbadan besar dan tampangnya cukup menakutkan pergi meninggalkan kelas.

Sekolahnya adalah sekolah yang memang tidak terlalu ketat pada peraturan dan pengawasan terhadap siswa pun kurang.

"Hah, gue tegang!" bisik Mekae ke Pahmi. Tangannya memasuk-masukkan buku ke dalam tasnya.

"Bawain tas gue ke rumah kalo gue ga balik dari ginian ya," Bisik Mekae lagi.

"Lu mau kemana? Ngapain? Lah sekolah?" Pahmi kebingungan. Ia tidak tahu apa yang terjadi. Tapi, Mekae tidak menjawab. Pahmi pun diam. Berusaha tidak memikirkannya dan kembali belajar. Memang sudah biasa, jika Mekae sering bermasalah dengan teman laki-laki lain. Tapi, itu seangkatan. Seumuran. Lah ini kaka kelas?

Apa kaka kelas ini adalah bos dari anak-anak seangkatan yang pernah bermasalah dengannya?

Yah.

Gatau ah.

***

Pulang sekolah, Mekae tidak terlihat. Di area sekitar kelas, barisan kelas kaka kelas, perpustakaan, lapangan, sekitar sekolah, jalan mau ke rumah, ujung dunia. Mekae tidak terlihat dimanapun.

Gak lah.
Berlebihan amat si.

Skip.

Pahmi membawa tas Mekae di depan dadanya dan tasnya di belakang punggungnya.

"Gue pendek, gue pegel-pegel juga, salahin lu ya, Mek. Mana berat-berat lagi ini," Pahmi ngomong sendiri. Kesal. Kesaaaal sekali.

Sekitar jam 8, Mekae datang ke rumah Pahmi. Masih memakai seragam dihiasi merah-merah dari darah yang dia elapkan.

Muka Mekae babak belur. Mata merah, pipi merah, hidung merah, dagu merah, tapi, rambut ga merah sih.

"Jelek banget mukamu, Mek. Masuk dulu, tas lu di atas. Di kamar gue," Sambil mencubit pipi Mekae dan mengajaknya masuk.

Pahmi mengambil kotak P3K, membukanya, lalu mengeluarkan obat merah, kapan dan hansaplas. Ia juga mengambil washlap dan air di baskom.

Pahmi mengompres Mekae dengan sangat antusias. Meneteskan obat merah dan memberikan hansaplas di atas luka-lukanya itu. Tertempel 6 buah hansaplas di wajah Mekae, 3 di bagian leher, dan 1 di tangan kanannya.

"Gila. Nyut-nyutan gini, Pah. Terus,wajah ganteng ketutupan banyak hansaplas. Gue ngerasa perih perih nih gimana. Gue bakalan mati?" Mekae sibuk menghadap cermin yng ada di kamar Pahmi, sesekali ia memegang wajah yang banyak hansaplasnya itu.

"Alay banget ni anak. Kalo lu mau, gua bisa bantuin lu mati sekarang. Balik sana, repotin aja lu," memberikan tas Mekae dan menariknya keluar dari kamar dan rumahnya.

"Yah, dasar temen ... " terpotong oleh Pahmi yang segera mendorongnya dan menutup pagarnya rumahnya.

"Balik sana, besok sekolah, ceritain ke gue besok ya, gamau tau,"

Mekae pulang ke rumahnya dan segera tidur.

Pahmi pun segera masuk ke rumahnya dan segera tidur.

---

Vomments^^
Vomments bisa menambah semangat oey. Makasih^^

Bukan Homo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang