Pilih mana?

1.1K 114 26
                                    

DI CHAPTER INI ADA ADEGAN KEKERASAN, ROKOK, KATA-KATA KASAR DAN LAIN-LAIN.

BAGI YANG TIDAK NYAMAN MEMBACANYA, TIDAK DIPERKENANKAN MEMBACANYA.

HAPPY READING GUYS

---

Ga kerasa udah pagi-pagi aja. Sinar matahari mulai menusuk kelopak mata yang masih tertutup. Pahmi terbangun duluan, sedangkan Mekae masih tertidur dengan posisi tengkurap di teras rumah itu.

Tok.. Tok.. Tok.

"Nek? Assalamu'alaikum. Ini Pahmi sama Mekae, Nek," Teriak Pahmi dari balik pintu yang terlihat kuno dan keropos itu.

Ga lama kemudian, keluarlah seorang yang penuh keriput, tapi tetap cantik. Dia adalah nenek Mekae.

"Waalaikumsalam bos, dah nyampe? Kapan? Cucu nenek yang paling ganteng mana?" Tanya nenek itu, "Eh buset itu apaan? Pengemis?" Nenek terkaget melihat seseorang yang tertidur di teras rumahnya.

"Tadi subuh nyampenya, tapi gamau ganggu tidur cantiknya nenek, jadi ya tidur disini dulu deh. Btw, itu cucumu, Nek. Cucu paling ganteng," Tawa Pahmi dan neneknya tiada henti.

"Oh yaudah masuk sana ke kamar biasa. Udah dibersihin juga tuh. Tar jam 8 kita masak bareng yak," Suruh nenek ke Pahmi dan Pahmi pun segera melakukannya.

"Bangun bangun, ada permen milkitaa tuh di dalem," Bisik nenek tepat di telinga Mekae.

Mendengar permen milkitaa, Mekae terperanjat bangun.

"Mana? Mana?" Tanya Mekae celingak-celinguk sedangkan si nenek malah tertawa.

"Dasar! Mandi sana, bau!"

***

"Kaya yang enak, Mek, bagi dong," Pahmi duduk di kursi kayu panjang di sebelah Mekae yang sedang mengulum permen lolipop pemberian neneknya itu.

"Si nenek cuma punya satu. Mau berdua ma gue? Gantian?" Mekae mengeluarkan permen itu dari mulutnya dan diputar-putarkan di depan wajah Pahmi.

"Ih, apa-apaan deh, beliin sana," Pahmi mendorong Mekae dan permennya terjatuh ke lantai.

"Ah, gara - gara lu sih, ah, payah," Ucap Mekae kesal. Ia mengambil permen yang tergeletak di lantai itu dan pergi membuangnya sambil memanyunkan bibirnya.

"Kae, beliin garam sama telor seperempat, sisanya beli permen lagi. Beli permennya yang banyak ya buat Pahmi juga," Ucap nenek Mekae yang sedari tadi melihat kejadian itu . Satu lembar uang dua puluh ribuan pun sudah digenggam Mekae.

"Okey siap, Nek," Mekae segera mencari warung terdekat.

Melalui gang sempit, belok kiri, belok kanan, lurus, belok lagi, lurus lagi dan akhirnya sampailah di warung Bu Iras.

"Bu, beli garem ma telor, sama permen ini sisanya,"

Bu Iras segera menyiapkannya dan menyerahkannya ke Mekae.

"Telor enam ribu, garem tiga ribu, sisanya sebelas ribu, mau ke permen milkitaain semuanya?" Tanya Bu Iras yang tidak menyangka akan membeli permen sebanyak itu.

"Dua puluh dua permen cukup buat sehari, Bu. Ini uangnya, makasih, Bu," Mekae pergi meninggalkan warung Bu Iras itu.

"Tadi jalannya kemana ya?" Mekae berpikir. Berpikir sangat keras, mengingat jalan mana yang harus ia tuju untuk sampai ke rumah neneknya.

"Dora! Aku butuh Dora! Peta! Katakan peta!"

"Ah, apaan si," Batinnya terus berbicara.

Mekae sama sekali tidak ingat. Pahmi yang selalu menghafal jalan kemanapun.

Mekae mencoba berjalan dan bertanya jika ia bertemu seseorang nanti.

Setelah berjalan beberapa meter, ada kumpulan anak-anak yang memakai seragam SMP.

"Dek, mo nanya, tau rumah nenek gua gak? Itu jalannya kemana ya?" Tanya Mekae ke salah satu anak yang sedang menyembunyikan satu tangannya.

"Gatau bang," Ucap seorang temannya.

"Btw, kalian ga sekolah?" Tanya Mekae sambil terus mengemut permennya.

"Ah elah bang, SMA aja libur, kata kaka SMA yang keren yang biasa ngumpul disini juga nyuruh kita bolos aja, dia tetep naik kelas meskipun bolos," Ucap seorang anak yang tertulis nama Riyo di baju seragamnya.

"SMA mah emang jadwalnya libur, gue juga ada disini karena libur, Dek. Siapa si anak SMA yang ngajarin bocah kek kalian hidup kaya gini? Ga baik banget ta-" Ucapan Mekae terpotong dengan suara laki-laki berat dan serak disertai bau rokok.

"Apaan? Ga suka? Urus aja diri sendiri, jangan orang lain," Ucap seorang yang besar dan tegap menghampiri Mekae bersama kedua temannya dibelakangnya. Asap rokok dari tiga orang itu membuat Mekae terbatuk.

"Sesama manusia saling mengingatkan, bang," Mekae perlahan mundur mendekati anak SMP itu.

"Woy bocah, lu harus bayar rokok lu, bayar dua kali lipat jangan lupa!" Tunjuk si laki-laki besar kepada anak bernama Riyo itu.

"Eh, dek, kecil-kecil udah ngerokok aja, tau gak, paru-paru lu tar item, nafas lu tar susah, uang lu abis, umur lu ga akan lama, terus muka lu bakalan jelek kaya si abang-abang itu," Bisik Mekae ke anak SMP sambil menunjuk laki-laki yang besar itu.

"Bacot lu anjing, dieu lawan aing," Laki-laki itu mengepalkan tangan dan meninju Mekae.

Mekae yang tidak bisa menahannya ikut nafsu melawan tiga orang yang terlihat kuat itu.

Buak.

Bruk.

Brak.

Sreek.

Whuuss..

Tidak ada keajaiban yang terjadi.

Tentu saja Mekae kalah.

Dirinya kalah jumlah.

Mekae lemas terkulai diatas jalan.

"Kita ga punya uang bang, besok janji dibayar," Empat anak SMP menunduk takut sambil meremas rokok yang dipegangnya.

Alhasil, anak SMP itu juga mendapatkan warna biru di kulitnya dan warna merah merembes dari wajahnya.

Anak SMA itu pergi entah kemana. Tersisa empat anak SMP dan Mekae di jalan itu.

"Ngerokok biar apa sih, dek?" Tanya Mekae.

Anak SMP itu menyalakan rokok dan asap rokok keluar dari mulutnya yang masih kecil itu.

Mekae mengambil rokok mereka dan menginjak-injak rokok itu.

"Nih dek, pilih rokok atau permen?" Mekae memberikan dua permen kepada masing-masing anak tapi tidak ada jawaban dari anak SMP tersebut.

"Rokok tu banyak banget ruginya dek, tadi abang udah kasih tau, kan?"

Mereka mengangguk tanda mengerti.

"Jangan ngerokok lagi ya, kalo kalian mau ngerokok, biasain makan permen, itu bisa ngbantu sedikit, jangan bolos sekolah juga, kasian ibu bapak biayain sekolah, tapi disia-siain gitu aja," Mekae membuka bungkus permen lolinya dan mengulumnya.

"Janji Dek!"

"Janji" ucap mereka kompak.

"Sok sana pulang sekarang mah,"

Mereka berempat pun pergi dan tak lama kemudian Pahmi dengan napas tersenggal menghampiri Mekae.

"Mek, lu kenapa? Abis ngapain? Gue nyusul karena lu lama banget belanjanya," Ucap Pahmi membantu Mekae berdiri dan membantunya membawa kresek belanjaan tadi.

"Lu perhatian banget si," Goda Mekae mencolek dagu Pahmi.

"Lu bikin gue sama nenek lu kelaperan bego!"

Mereka pun tertawa seperti tidak pernah ada masalah yang terjadi.

Bukan Homo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang