Tara.... Ni Sia ama Ifan dah nikah lo... yuk cap cus di baca... xixixi:v
*****
Awal kehidupanku pun dimulai...
"Ya Allah anak mama cantik banget, ngomong-ngomong kamu udah siap?". Tanya nya. "Sebenernya kalo di tanyain siap apa enggak, Sia pasti jawab gak siap, ini semua terlalu mendadak bagiku ma".
"Udah ya nak, masak di hari bahagiamu kamu malah sedih". Sambil memelukku. Suasana pun terasa haru. Beberapa menit kemudian suara pintu terbuka terdengar.
"Allahuma ini siapa tante?". Tanya Syafira.
"Biasa aja bisa gak sih?".
"Iya-iya maaf nyonya".
"Maaf ya ganggu kuliahnya, gimana kuliah di Jakarta? Enak?".
"B aja sih, malah enakan kamu, lansung bisa nikah, hahaha".
"Apaan coba"
Setelah semua persiapan di Masjid Agung telah siap, rombongan mempelai laki-laki dan wanita segera berdatangan tetapi beda waktu, Ifan yang sedari tadi menunggu mempelai wanita, akhirnya datang juga. Kedua pihak keluarga telah memutuskan bahwa ijab Kabul dipisah, jadi Sia berada di ruang tunggu yang di persiapkan pihak masjid.
Beberapa menit terlalui, prosesi sakral itu pun akan segera di mulai.
"Fan gimana udah siap?". Tanya Ayah Sia. "Inshaallah yah". Ijab Kabul pun dimulai.
"Saya terima nikah dan kawinnya anak saya Adresia Ainayya Dzihanida dengan Agung Hanifan Ijasian bin Ibrahim Ijasian dengan mas kawin seperangkat alat sholat, emas seberat 10 gram, uang sebesar 3.200.000 rupiah, dan rumah di bayar tunai."
"Saya terima nikahnya Adresia Ainayya Dzihanida binti Farhan Dzahin dengan mas kawin tersebut di bayar tunai.". jawab Ifan lega diikuti dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, walaupun hanya keluarga terdekat dan teman dekat dari Ifan dan juga Sia.
"Bagaimana saksi sah?".
"Sah".
"Alhamdulillah". Sontak dari kedua keluarga mempelai. Sedangkan Sia yang masih berada di dalam ruang tunggu pun bersiap menuju tempat ijab Kabul dengan gugup dan juga senang.
Tak lama kemudian senyum indah menyapaku dengan bahagia aku balas senyuman itu. Prosesi pemasangan cincin dan tanda tangan buku nikah pun terlaksana, walaupun ada masalah tentang pernikahan ini, tapi semua itu sudah terselesaikan karena bantuan dari paman Ifan yang juga pengacara handal untuk menyelesaikan persoalan ini.
Akhirnya prosesi ijab Kabul selesai dan kami pun berganti pakaian dengan nada hitam untuk mempelai pria dan pink untukku. Banyak teman-teman kami dan guru-guru kami bahkan ustdzah Bunga yang datang dan memasang wajah kaget luar biasa, banyak dari mereka kenapa mereka bisa nikah secepat itu, akhirnya Syafira dan Dilan yang menjelaskan ini samua ke mereka, ada sebagian yang kaget ada yang biasa aja dan juga ada yang iri, tak lupa orang tua kami menjelaskan ini semua kepada para guru termasuk ustadzah Bunga yang tampak kaget dan juga senang.
*****
"Ma Sia pamit ya, besok mama harus jenguk Sia titik". "Iya ya, tapi mama gak janji oke?". Jawab mama santai. Kami pun berpamitan untuk ke rumah baru kami dan membangun rumah tangga bersama.
Rasa takut meyerbu benak ku ketika Mang Didik membelokan mobil yang aku dan Ifan tumpangi ke rumah yang akan ku tinggali bersama Ifan, suamiku.
"Mang makasih ya, mamang langsung pulang aja, biar aku sama Sia aja yang membereskan ini semua".
"Siap mas!". Jawab mamang sambil menaruh tanganya ke samping kepala seperti hormat dengan bendera. Ketika Mang Maman telah pergi dari mata ku, rasa takut itupun menghantui ku lagi.
"Sia.. woy.. Sia!". Teriak Ifan yang sedari tadi memanggilku tetapi tidak kunjung ku jawab hingga, "Aaaa, apa-apa in sih Fan turunin sekarang gk?". Aku yang tampak kaget karena Ifan yang lagi menggendongku.
"Gak mau". Jawabnya dengan melihat wajahku yang mungkin sudah merah seperti tomat.
"Cantik, aaww, sakit!". Rintihnya karena mendapat hadiah cubitan dariku.
"Makanya turunin!".
"Gak mau, aku mau nurunin kamu nanti waktu di dalem". Jawabnya hingga membuatku melotot tak percaya.
"Barangnya masih diluar Fan".
"Kata siapa? Orang udah di dalem kok tinggal dimasukin ke tempatnya aja, salah siapa dari tadi di panggil gak respon-respon". Jawabnya kesal.
Akhirnya kami membereskan semuanya berdua, ya berdua, hingga saat yang ku hindari pun datang.
"Nay sholat di masjid apa disini?". Tanyanya.
"Disini aja, masjid disini jauh Fan, o ya sejak kapan kamu manggil aku 'Nay'?". Tanyaku.
"Sejak tadi, emang kenapa?". "Gak papa". Jawabku singkat lalu pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Kami pun segera sholat Isya' jamaah berdua.
Selang beberapa menit keudian kami makan malam di ruang makan yang sudah kusiapkan dari tadi.
"Nay, habis ini mau ngapain?". Tanyanya santai membuatku tersedak.
"Tidurlah, mau ngapain lagi, kalo gak ya nonton film apa gitu". Jawabku singkat.
"O ya aku mau ngomong tentang masa depan kita, kamu mau nerusin perusahaan abi apa gk?".
"Gak mau, lagian ujung-ujungnya aku bakal mengabdikan diriku buat kamu".
"Yakin?". "Iyya, aku kan bisa ngehubungin ustadzahku buat ngajarin aku tentang semuanya, aku juga gak mau jadi wanita karier".
"Kalau gitu aku yang mau melanjutkan kuliah, dan aku akan kuliah di Solo, o ya kapan kamu siap memberiku keturunan?". Tanya Ifan yang membuat ku tersedak karena kaget yang luar biasa.
"Kok ngomongnya kesitu sih, perasaan tadi gk deh".
"Gak usah mengalihkan topik, jawab pertanyaan ku".
"Kok kamu jadi gitu sih Fan?"
"Aku kayak gini gara-gara keluarga kita". Jawabnya kesal dan menyodorkan ponselnya kepadaku.
Ketika ku membaca semua kalimat yang ada layar ponsel itu, rasa takut, kaget, sedih, dll menyatu jadi satu. 'apa aku akan memberi sesuatu yang berharga kepadanya saat ini?' Ifan yang sedari tadi sedang menatapku tajam, yang membuat ku salah tingkah.
"Ini beneran mereka? Kamu gak ngaco kan?". Tanyaku memastikan. Ifan pun menjawab dengan mengangguk yang di jawab tatapan tak percayaku. Suasana menjadi tegang.
"Fan kamu tau kan usia kita masih muda, usiamu sekarang udah 19 sedangkan aku 18, itu masih muda Fan, kamu yakin bakal nuruti kemauan mereka? Aku belum siap dengan semua itu".
"Aku gak maksa Nay, aku bakalan nungguin kesiapanmu kapan pun itu, o ya awal tahun aku mau ke Solo lanjutin kuliah, kamu ikut aku apa tetep disini? Kalo ikut nanti aku omongin sama Abi biar nyuruh pembantu di rumah sana bersihin rumah biat kita tinggali".
"Up to you". Jawabku singkat lalu meninggalkan dia.
"O ya aku mau tidur biar itu yang bersihin Mb Nining aja". sambungku
Setelah peristiwa itu aku langsung mengganti pakaian dan tidur, tapi tidurku tidak seperti biasanya, kenapa? Karena aku masih memakai jilbab. Banyak pertanyaan yang menyerangku entah berapa pertanyaan yang tak bisa ku pecahkan sendiri, hingga rasa kantuk itu datang.
0P$u
YOU ARE READING
Friend To Jannah
RomanceBagaimana jika kau ditinggalkan oleh sahabatmu selamanya ketika detik-detik menjelang Ujian Nasional? Akankah kau kembali dari masa terpurukmu ataukan tetap diam dengan kondisi seperti itu? ...