Dua Puluh

87 10 3
                                    

Sudah seminggu ini Seola hidup namun seperti tidak hidup. Yang dilakukannya pun hanya itu-itu saja. Kalau tidak kuliah dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, ya, kerja. Benar-benar tidak warnanya sama sekali. Sangat berbeda dengan saat Seongri masih berada di sisinya.

Ngomong-ngomong soal pemuda itu, ia jadi teringat apa yang terjadi pada dirinya setelah kejadian itu. Menangis hampir semalaman penuh. Bahkan esoknya sampai membolos kuliah. Tidak hanya itu, ia tidak punya nafsu makan sedikit pun.
Seola yang malam itu tengah berbaring terlentang di atas ranjang kemudian mengubah posisi tidur menjadi miring ke kiri.

Ternyata kejadian tersebut bukan hanya hukuman yang diberikan Tuhan, namun juga menyadarkannya akan sesuatu. Perasaanya terhadap Seongri. Ya, ia sudah jatuh hati padanya.

Gadis berkaus putih itu ingin meminta maaf lagi, namun tidak tahu caranya. Seandainya saja tahu di mana letak persis rumahnya, pasti sudah ia datangi. Sekalipun akan diusir dalam sekali datang.

Drrrt drrrt drrrt.

Begitu mendengar suara getaran ponsel, Seola langsung meraba-raba tepian ranjang dengan tangan kanan. Setelah benda berbentuk persegi panjang tersebut berhasil teraih, jemarinya buru-buru membuka chat masuk yang ternyata dari ibunya. Gara-gara itu, ia jadi teringat sosok Sungwoon yang ada di Daegu.

Kayaknya aku harus nemui dia dulu sebelum minta maaf ke Seongri.

---

Sungwoon jelas terkejut saat Seola tiba-tiba menghubunginya di hari Rabu siang itu. Terlebih lagi saat gadis itu bilang bahwa sedang berada di Daegu dan sedang menunggunya di taman kota. Meskipun begitu, ia yang semula tengah bersantai-santai di dalam kamar tetap bergegas pergi.

Tak membutuhkan waktu lama, mobil yang dikendarainya pun tiba di tempat tujuan. Karena taman sedang sepi, Sungwoon dengan mudahnya bisa menemukan sosok Seola yang tengah duduk menunggu di salah satu bangku panjang taman.

"Seol."

Merasa dipanggil, gadis dengan kaus putih lengan panjang serta celana jin yang membalut tubuh itu segera menoleh. Manik hitamnya lalu menangkap sosok Sungwoon yang tengah berjalan mendekat.

"Lama nunggu nggak?" tanya Sungwoon yang begitu tiba langsung menundukkan diri di sisi kiri Seola.

Seola yang ditanya hanya menggeleng pelan sebagai respons.

"Aku kaget lho pas kamu tiba-tiba nelpon dan bilang lagi di Daegu." Sungwoon berujar dengan raut kegembiraan yang terpancar di wajah. "Emang kamu ke sini ada perlu apa? Nengokin Eommeonni?"

"Ha Sungwoon," panggil Seola dengan raut serius

"Ya?" Dalam hati, Sungwoon jelas senang setelah dipanggil demikian. Maklum, sudah lama sekali Seola tidak memanggilnya seperti itu. Nada suaranya saat memanggil juga tidak seketus biasanya.

"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Tapi tolong jangan dipotong sebelum aku selesai."
Sungwoon menggangguk saja.

"Ini tentang kejadian di pasar seminggu lalu." Seola sudah mengembalikan pandangan ke depan--seperti saat menunggu Sungwoon tadi--saat berbicara demikian. "Yang aku bilang ke kamu waktu itu bo'ong. Seongri bukan pacar aku dan aku cuma ngaku-ngaku di depan kamu."

Kening pemuda yang berpostur tak terlalu tinggi tersebut mengerut. Ia ingin bertanya namun teringat ucapan Seola untuk jangan menyela dulu sebelum selesai.

"Kamu tau nggak apa alesannya? Aku cuma nggak mau kamu ngasih perhatian lebih dari sekadar temen."

Kini, kerutan di kening si pemuda berganti dengan ekspresi terkejut.

"Perhatian lebih yang kamu kasih sejak kita temenan pas kecil itu ngebuat aku jadi kebawa perasaan. Dan itu lama-lama tumbuh jadi rasa sayang."

"Ko-kok kamu nggak pernah cerita?"

Tanpa menjawab pertanyaan Sungwoon, Seola pun meneruskan, "Kalo waktu itu nggak sengaja liat kamu nembak adik kelas di belakang sekolah dan akhirnya jadian sebelum putus menjelang kelulusan, mungkin sampe sekarang aku masih nyimpen perasaan itu."

Sungwoon perlahan menundukkan kepala setelah mendengarnya.

Seola menoleh. "Alesan aku perlahan bersikap dingin ke kamu, ya, karena itu. Itu juga yang micu aku bersikap dingin ke orang-orang yang coba ngedeketin. Aku cuma nggak pengen terluka lagi."

Si pemuda benar-benar tidak tahu harus merespons apa.

"Aku minta ketemuan cuma mau ngomongin ini. Kenapa? Biar aku lega dan bisa njalin hubungan sama orang lain dengan tenang." Seola lalu beranjak. "Aku pamit dulu."

Baru setelah Seola hendak melangkah pergi, Sungwoon mencekal pergelangan tangan kiri sebelum berujar, "Seol, maafin aku."

---

"Ah, laparnya."

Wajar memang jika Kiwon mengeluh demikian sembari mengelus-elus perut. Jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan lewat dan mereka belum makan malam karena baru menyelesaikan perform lagu kelima.

"Makanya cepat bereskan gitarmu." Itu Wontak yang merespons.

"Iya iya."

Seongri yang melihatnya hanya mengulas senyum tipis sembari membereskan tiga kursi lipat. Kursi itu memang baru dibawa untuk perform di hari itu.

"Oh ya, kita mau makan malam di mana, Hyung?" Pandangan Wontak sudah beralih ke Seongri saat menanyakan itu.

"Terserah kalian saja."

"Jangan mie instan lagi. Perutku bisa rusak nanti," ujar Kiwon sembari memasukkan gitar ke tas.

"Eum, bagaimana kalau sup ayam pedas di kedai yang ada di perempatan jalan?" usul Seongri yang sudah selesai membereskan kursi.

"Call!"

"Tapi ke mobil dulu masukin kursi."

"Iya iya."

Setelah semuanya beres, mereka pun melangkah menuju mobil yang biasa diparkir di depan minimarket langgganan. Sayang, baru dua langkah harus terhenti karena kehadiran seorang gadis yang berdiri tak jauh di sisi kanan tempat mereka perform.

"Hyung," ujar Kiwon dan Wontak bersamaan tanpa mengalihkan pandangan dari sosok Seola.

Seongri yang dipandang seperti itu langsung mendesah pelan. Lalu, tanpa memedulikan sosok Seola, ia kembali melanjutkan langkah dengan cepat. Bukan ke arah minimarket yang ada di belakang Seola, namun ke serong kanan.

"Tunggu."

Entah kenapa langkah Seongri terhenti setelah mendengar satu kata tersebut.

"Aku ingin bicara."

"Nggak ada yang perlu kita bicarain lagi, Kim Seola."

Seola tidak menyerah begitu saja. Saat si pemuda kembali melangkah, ia buru-buru mengejar lalu menarik ujung kemejanya bagian belakang hingga berhenti.

"Bukannya aku udah bilang jangan pernah muncul lagi?"

"Aku udah nyoba, tapi nggak bisa."

"Kenapa?"

Kedua pupil mata Seongri benar-benar melebar saat mendengar alasan yang baru saja diucapkan Seola.

"Karena aku sayang kamu. "

End

Alhamdulillah, akhirnya selese juga cerita ini. Makasih buat yang udah vote maupun komentar.

Jika berkenan, silakan tulis pesan dan kesan buat cerita ini.

To Get You ; Seongri x SeolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang