Sembilan Belas

61 12 0
                                    

Sudah tiga hari berlalu sejak kejadian itu. Namun, Seongri belum juga bertemu Seola apalagi mendapat penjelasan. Bahkan menurutnya, sang pujaan hati terlihat seperti sedang menghindarinya.

Bukan tanpa alasan juga ia berpikir demikian. Pasalnya saat dikirimi chat hingga puluhan kali, Seola tidak membalasnya satu pun. Saat dihubungi juga tidak pernah diangkat dan kadang sering berada di luar jangkauan area. Berulang kali didatangi di flat juga tidak dibukakan. Di kampus saat mempunyai jam kuliah sama pun juga begitu. Buru-buru pergi setelah kelas selesai. Untuk yang satu itu, ia tahu dari salah satu temannya.

"Hyung belum pernah ngerasa sefrustasi ini."

Kiwon dan Wontak yang duduk di hadapannya langsung mendesah pelan begitu melihat Seongri berujar demikian sembari meletakkan kepala di atas meja.

Mereka bertemu di kafe sore itu untuk membahas lagu yang akan di-cover hari Jum'at besok. Seongri hanya sedang membutuhkan teman curhat.

"Sabar Hyung," ujar Wontak.

"Baru kali ini dipermainin cewek."

"Pesenan kita kok belum dateng-dateng, ya?" Kiwon sengaja berbicara demikian untuk mengalihkan topik.

"Sabar kali. Kafenya kan juga lagi rame." Wontak yang merespons.

Tanpa merespons ucapan sang sahabat, Kiwon lalu mengalihkan pandangan ke sekitar. Manik hitamnya lalu menemukan sosok pelayan perempuan yang tengah berjalan ke arah mereka sembari membawa nampan berisi tiga gelas minuman berbeda warna.

"Kayaknya itu deh pesenan kita." Kiwon mengucapkan itu tanpa mengalihkan pandangan dari sosok pelayan yang semakin mendekat. "Mana pelayannya cantik lagi."

Penasaran, Wontak pun akhirnya mengikuti arah pemuda yang duduk di sisi kanannya. Bukannya kagum melihat paras si pelayan yang memang bisa dibilang cantik seperti Kiwon, keningnya justru berkerut.

"Dua cappucino float dan satu jus melon," ujar si pelayan sembari menaruh satu per satu minuman ke atas meja.

"Ne. Kamsahamnida," ujar Kiwon penuh semangat. Sangat berbeda dengan Wontak yang keningnya semakin mengerut setelah melihat si pelayan lebih dekat.

Setelah menaruh pesanan pelanggan, si pelayan segera membungkuk sopan. Ia baru saja akan melangkah pergi kalau saja pergelangan tangan kiri tidak tiba-tiba dicekal oleh Seongri yang masih menelungkupkan kepala di atas meja.

"Hyung," panggil Kiwon dan Wontak bersamaan begitu melihat apa yang dilakukan Seongri.

Perlahan, pemuda yang lebih tua itu mengangkat kepala sebelum memandang tajam si pelayan.

Mata pelayan tampak membulat. Bukan karena dipandang  demikian, namun terkejut melihat Seongri.

"Bisa bicara sebentar nggak, Kim Seola?"

Mata Kiwon membulat, sementara ekspresi Wontak menunjukkan seperti sudah teringat apa penyebab yang membuat keningnya berkerut saat melihat Seola.

---

Seola tahu, sangat tahu bahwa menghindari Seongri seperti yang dilakukan tiga hari belakangan ini bukanlah keputusan tepat. Bukan tanpa alasan juga ia melakukannya. Ia hanya tidak ingin Seongri terluka setelah tahu jawabannya. Dan sekarang, gadis itu benar-benar merasa sedang dihukum Tuhan atas apa yang dilakukannya pada Seongri.

"Kamu pasti udah tahu, kan, alesan aku ngajak bicara berdua?" Seongri akhirnya bersuara setelah sempat memandang Seola tajam.

Seola yang berdiri di hadapannya mengangguk pelan. Saat itu, mereka tengah berada di jalan sempit di belakang kafe yang cukup sepi.

"Terus kenapa nggak kamu jelasin sekarang?" Untuk pertama kalinya, Seongri berbicara dengan nada seketus itu pada Seola.

Seola menunduk. Bibir bawahnya pun digigit.

"Yang aku pikir selama ini nggak bener kan, Seol? Kamu nggak manfaatin aku buat kepentingan diri sendiri, kan?"

Seola semakin menggigit bibir bawahnya. Tidak hanya itu, kedua tangan juga meremas ujung seragam pelayan kafe.

"Seol!"

Perlahan, gadis itu mengangkat kepala.

"Seol, plis jangan buat aku tambah frustasi," pinta Seongri dengan wajah memelas.

"Ma-maaf."

Ekspresi pemuda di hadapannya seketika berubah.

"A-aku emang ... emang cuma manfaatin kamu biar dia nggak lagi ngasih perhatian lebih." Seola mengambil jeda sejenak. "Dia temen cowokku sejak kecil sekaligus tetangga di Daegu. Dulu aku punya perasaan sepihak sampe nggak sengaja liat dia nembak cewek pas SMA. Hatiku langsung hancur saat itu juga. Intinya, aku cuma pengen balas dendam."

Kedua tangan si pemuda jelas langsung terkepal mendengarnya.

"Ma-maafin aku. Maafin aku." Mata Seola sudah berkaca-kaca saat mengatakan itu.

"Aku nggak nyangka kamu bisa setega dan selicik itu. Padahal perasaanku ke kamu itu tulus, Seol."

Sebulir air mata pun meluncur turun di pipi kanan Seola tempat setelah Seongri berbicara demikian.

"Aku harap kamu nggak muncul lagi di hadapanku."

Seharusnya, seharusnya Seola mengejarnya saat Seongri melangkah pergi. Namun, ia justru jatuh terduduk di tanah dengan air mata yang perlahan menganak sungai di kedua pipi.



To be continued


Alhamdulillah tinggal satu part lagi selese. Doakan semoga lancar ya.


Vote + comment jangan lupa

To Get You ; Seongri x SeolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang