24

1.4K 199 6
                                    

"Lu tau ga kalo belepotan gini, di-lapnya harus pake apa?"

Gua bingung, gangerti arah omongan Jihoon.
"Apa?"

Jihoon ngedeketin mukanya ke telinga gua. Terus dia ngebisikin,
"Pake mulut orang lain."

Gua kaget, terus geser duduknya ngehindarin Jihoon. Abis itu ngebersihin mulut gua pake tangan sendiri.

Jihoon malah ketawa, terus bilang,
"BOHONG KOK!"

"Ah, bohong mulu."

"Jadi mau beneran?"

"NGGA!"

Jihoon ketawa lagi, terus ngegeser duduknya ngedeketin gua.
"Mau deket-deket, biar ga kangen nanti."

"Idih, lebay."

"Lebay tapi tampan."
"Di-"

"UDAH!"

"Sekalian nih,"
"Gua mau throwback ke masa-masa pdkt."
"Lu-nya jutek banget asli."

"Gapapa dong,"
"Perempuan tuh gaboleh murahan."

"INI BARU PACAR GUA!"

"Dih, apaan sih gajelas."

"Halah boong,"
"Pipi lu merah gitu."

"UDAH AH CEPETAN JALAN LAGI!"

Gua reflek narik tangan Jihoon buat jalan lagi. Jihoon daritadi udah senyum-senyum sendiri.

Akhirnya, kita udah di tempat rame lagi. Gua nanya ke Jihoon,
"Mau naik apa lagi?"

Jihoon masih senyum.

"Lu kenapa sih?"

Jihoon gerakkin matanya ke bawah. Gua reflek ngikutin arah matanya Jihoon. Ternyata, gua masih megang tangannya Jihoon daritadi. Gua langsung lepasin tangan gua dari Jihoon.

"Ih, jangan dilepas!"
Jihoon megang tangan gua lagi.

"Malu, oon."
Gua lepas tangan gua dari tangannya. Tapi, ditahan sama Jihoon.

"Udah ah, ayok kesana."

Gua nurut jalan di belakang Jihoon, sambil pegangan sama dia.

Abis jalan beberapa menit, Jihoon nanya,
"Mau naik apa lagi, sayang?"

bgst pake syg segala

"Rumah hantu yuk, hoon?"

"JANGAN ANJIR!"

"Lah, kenapa?"

"N-ngga."

"HAHAHAHA."
"TAKUT YA?!"

"NGGA IH!"

"Yaudah,"
"Kalo ga takut, sekarang ke rumah hantu."

Gua narik tangan Jihoon, tapi Jihoon badannya kaku banget. Dia masih diem di tempat asal.

Gua senyum, terus bilang,
"Kalo takut gausah boong."

"YAUDAH, GUA TAKUT!"

"Cowo ko takut?"

"N-ngga gitu,"
"Tujuannya gua gamau tuh, takutnya nanti gua meluk lu."
"Emang lu-nya mau?"

"Ngga."

"Nah itu!"

"Yaudah, terus mau ngapain?"

"Gatau."

"MASA CUMA NAIKIN SATU WAHANA?!"

"Tadi mau rumah hantu, lu-nya takut."

"Rollercoaster mau?"

"TADI NAIK KORA-KORA AJA UDAH MUNTAH!"

"Bianglala aja?"

"Nah itu boleh."

Gua sama Jihoon langsung jalan ke antrian bianglala, lumayan panjang. Terus kita ikutan ngantri disana.

Giliran pengen cepet-cepet antriannya panjang bgst

"Gapapa nunggu lama, yeon?"

"Gapapa lah."

"Kalo aku sih kebiasaan nunggu."
"Nungguin kamu ga jutek ke aku!"

"Siapa yang nanya?"

"Gaada."

"Yaudah, diem."

"Masih jutek ternyata."

Abis ngomong gitu, Jihoon tiba-tiba nyubit pipi gua.

"Ih, apaan sih?"

"Tuhkan, dari jutek langsung ke imut."
"GEMEEEEES!"
Sambil ngomong gitu, dia mainin pipi gua yang udah merah banget daritadi.

Abis nunggu sejam kurang, akhirnya kita udah duduk di bianglala-nya, yang sekarang udah mulai muter pelan.

"Adem ya yeon?"

Gua ga jawab, masih diem nikmatin suasana disini sambil tutup mata.

"Merem gitu, minta dicium?"

Gua reflek buka mata, terus melotot ke Jihoon.

"Bercanda ko hehe."

Terus nutup mata lagi. Tiba-tiba gua mikir,

apa gua bakalan nerima cengiran Jihoon selamanya?

Atau, cuma bisa jadi kenangan nantinya?

"Yeon?"

"Hm?"

"Ih,"
"Kan udah gua bilang kalo gua manggil tuh jawabnya jangan hm doang!"

"Yang penting dijawab."

"Buka mata!"

Gua kaget, Jihoon ngomongnya serius banget. Gua buka mata, terus ngeliat Jihoon.

"Eh? Terlalu galak ya akunya?"
"Maap, maap."

"Kenapa?"

Gua liat, Jihoon ngeluarin sesuatu dari sakunya, yang ternyata isinya kertas yang dilipet-lipet. Terus ngasih ke gua.

"Ini apaan?"

Gua ngebuka lipetan-nya, tapi ditahan sama Jihoon.

"Jangan disini bukanya, di rumah aja."

"Oke."

Gua masukin kertasnya ke saku gua, terus ngeliat sekeliling lagi. Ga sengaja, gua ngeliat Jihoon. Muka Jihoon keliatan sedih.

"Kenapa, hoon?"

"H-hah? Kenapa? Muka gua kenapa? Bedak gua ketebelan?"

"Bukaaaan."

"Terus kenapa?"

"Lu ada masalah? Kok murung gitu mukanya?"

Jihoon gajawab, dia ngeliatin gua. Tapi pandangan dia kabur; bengong.

"Hoon, cerita aja."

Jihoon tiba-tiba meluk gua, terus nangis. Gua tau keadaan Jihoon lagi ga baik sekarang. Jadi, gua bales pelukannya.

"Kalo masalahnya privacy banget, lu gausah cerita, gapapa."
"Gua gatau masalahnya apaan, tapi tolong, gua gasuka liat lu nangis kaya gini."
"Kemana Jihoon gua yang imut? Yang suka gombal-gombal? Yang manja? Yang suka ngegangguin gua? Yang suka ngomong pake aku-kamu? Yang ketikannya lebay kalo lagi chat-an?"
"Berat banget ya hoon masalahnya?"
"Kenapa sekarang lu jadi lebih sering sedih gini? Kalo bisa, gua bakalan bantuin lu."
"Emang kenapa sih? Kucing tetangga hamil lagi? Guanlin anu-nya kepentok meja? Daehwi abis boker di kamar mandi lu terus lupa nyiram?"
"Atau,"
"Ada kaitannya sama gua?"

Jihoon ngelepasin pelukannya, terus ngeliatin gua. Muka dia berubah banget kalo dibandingin sama waktu awal kita ketemu, pdkt, sampe seterusnya.

"Hoon?"
"Gua tanya sekali lagi, tolong jawab jujur."
"Ada kaitannya sama gua?"

Satu gerakan dari Jihoon yang berhasil bikin gua diem gabisa gerak;

Jihoon ngangguk.

50; pjh ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang