Bab 3. Dada Putra Iblis Yang Empuk

8.8K 250 2
                                    

"Bagaimana kalau ternyata suatu saat justru kaulah yang berubah pikiran dan berpaling?" tanya Faustin sambil menaikan sebelah alis matanya. Dia tampak sangat seksi bila berwajah begini.

"Tidak mungkin, "jelasku.

"Tidak ada satu manusia pun yang akan jatuh cinta padaku. Aku tidak menarik. "

"Ya siapa tahu suatu saat orang yang kau idam-idamkan mengungkapkan perasaannya kepadamu, atau tiba-tiba saja muncul seorang pria manusia yang lebih ganteng dariku."

"Seperti yang kukatakan kepadamu sebelumnya, Faustin. Aku takut menjalin hubungan dengan manusia. Ada begitu banyak resiko yang menunggu untuk menghancurkan ikatan yang terjalin. "

"Hm, begitu?" Faustin menelengkan kepalanya sambil matanya terus menempel padaku.

"Apakah aku harus menjalin kontrak dan mendandatanganinya dengan darahku? "

" Tidak perlu. Jiwamu sudah jadi milikku, "

" Seluruh jiwa dan ragaku milikmu, "

Kami berciuman lagi pelan dan lama.

"Ngomong-ngomong biasanya kau makan apa? "tanyaku sembari melepaskan tubuhnya dari pelukannya.

"Makan apa ya?" Faustin beranjak dari tempat tidur dan mengelilingi ruangan.

"Makan kamu, " dia memperagakan gerakan macam menerkam.

"Kalau aku dimakan, habis dong,"

"Aku gak mau kehabisan kamu, " bisik Faustin. Dia kembali memelukku. Gairahku untuknya seakan tak habis habis. Selalu timbul lagi dan lagi. Aku ingin memeluknya dan menciumnya. Aku ingin melumat setiap inci bagian tubuhnya yang kenyal. Dadanya yang demikian hangat dan terbuka selalu tampak menggoda. Kugigit bagian itu pelan-pelan, dia mendesah. Entah berapa kali lagi kami harus bercinta agar gairah kami tuntas. Sepertinya justru akan sangat sulit untuk menuntaskannya. Setiap persentuhan tubuhku dengan tubuhnya terasa seperti waktu yang selalu baru.

Memang ini kali pertamanya aku bersetubuh. Tetapi tidak pernah kubayangkan seenak ini. Aku ingin terus melakukannya seandainya punya cukup waktu.

Aku menyingkir sebentar.

"Kenapa?" tanya Faustin heran.

"Aku lupa, semua bahan makanan di lemari es sudah habis, aku harus belanja. "

"Tapi aku minta sekali lagi boleh kan?"

Aku mengangguk dan membiarkan kepalanya menyeruduk serta mendorong tubuhku ke atas kasur. Kami saling bergulak gulik di sana. Faustin menyentuhku, aku menyentuhnya begitu seterusnya. Tangan lawan tangan, bibir lawan bibir, leher pun beradu dengan leher. Kaki kami saling apit dan berebut dominasi. Aku tak mau mengalah, kudorong dia kepadaku, begitu pula dia mendorongku ke arahnya. Tubuh kami sangat lekat seolah olah hendak menyatu menjadi satu tubuh. Inilah yang diumpamakan sebagai axis mundi.

Sesuatu paling sempurna dalam hidupku telah terjadi.

******

Aku mendorong troli yang sudah berisi beberapa belanjaan. Di koridor pusat perbelanjaan tampak sepasang suami-istri sedang memilih-milih di depan rak. Kubayangkan dua orang itu adalah aku dan Faustin. Faustin menawariku salah satu produk dari rak itu, aku menolaknya. Dia tertawa-tawa sambil menjelaskan khasiat produk itu dengan gaya konyol. Aku menggeleng-gelengkan kepala membayangkan Putra Iblis berbadan merah itu ada di sebuah pusat perbelanjaan.

Apa yang akan orang-orang katakan bila melihat wujudnya yang ssperti itu?

Maksudku bertanduk dan memiliki ekor panjang, namun berparas rupawan dan berbadan macho?

Tak pernah kubayangkan, aku bisa menyentuh lengan seorang pria sesuka hatiku, meraba dadanya sesuai keinginanku, dan bersetubuh ketika aku mau. Barangkali aku dan dia memang ditakdirkan untuk bersama. Siapa tahu?

Aku menutup mata dan membayangkan dia ada di sini. Dadanya yang bidang menghadap kepadaku. Dua tonjolan maskulin yang sangat menggoda. Aku memang tidak tahu aroma yang menguar dari tubuhnya. Tetapi aku tetap bisa membayangkan itu semua memenuhi pikiran. Gambaran visual, citarasa gerak tubuhnya, dan juga hawa kehadirannya. Aku sangat menyukai semuanya. Terutama memang dadanya. Bagian paling kusukai dari seorang pria.


Faustian DateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang