Bab 4. Manjanya Lelaki Bernama Faustin

6.7K 246 2
                                    

Ponselku berbunyi. Aku segera merogoh saku dan menjenguk layar ponselku. Ferdinan. Dia mengirimku video lucu. Lomba barap karung tetapi karungnya diikat sampai badan dan kepala peserta dipakaikan helm. Aku sudah sering melihat video seperti ini, tetapi aku tetap tertawa karena Ferdinan yang mengirimnya.

Ya, memang kami masih sering saling kirim pesan di sela-sela waktu senggang. Kadang dia mengirim foto makanan dengan caption #ayomakankak. Aku pun kerap mengirimkannya foto foto minuman dan benda-benda yang baru kubeli.

"Gimana kabarnya, Kak? "tanya Ferdinan.

Aku segera mengetik balik,"Baik, baik sekali dan sangat sehat,"

Ingin kuceritakan soal Faustin kepadanya. Tapi tentu saja hal itu kuurungkan. Bagaimana mungkin aku menceritakan tentang Iblis ganteng kepada lelaki normal yang kusuka?

Kencan dengan pria normal saja kemungkinan teman-temanku tidak akan bisa menerima, apalagi dengan iblis?

Tetapi tidak apa-apa. Thoh, Faustin satu-satunya pria yang mau kencan denganku.

Kusimpan kembali handphoneku di dalam saku. Tiba-tiba ketika aku menoleh, aku terkejut melihat Ferdinan berada tepat di sampingku.

"Kenapa kaget? "tanyanya sambil tersenyum dan menyipitkan mata. Tubuhnya luntur seketika menjadi merah.

"Bagaimana bisa kau ada di sini?"

"Terbang, " jawabnya.

" Kosanmu sangat membosankan tanpa kehadiranmu. "

Aku tertawa kecil. Baru saja dia berubah menjadi Ferdinan untuk menyapaku. Wujudnya sangat nyata sampai-sampai aku mengira dia benar-benar Ferdinan.

"Aku sudah tahu kok, namanya Ferdinan kan?"

"Lagi-lagi kau membaca pikiranku, " sergahku.

"Aku tidak cemburu, kok. Aku lebih spesial darinya."

Aku mendekat dan memeluk tubuhnya.

"Ya, kau sangat spesial, " bisikku ke telinganya.

Kamk berciuman di koridor tersebut. Ketika melakukan hal itu, aku merasa sepasang mata tengah mengawasi kami dari sebuah sudut. Aku segera menoleh ke sudut itu.

"Ada apa?" tanya Faustin.

"Aku merasa seseorang sedang mengawasi kita."

"Tidak ada siapa-siapa kok."

Aku kembali menyentuh leher bagian belakang untuk mendorongnya ke arah wajahku. Kami berciuman pelan dan lama.

"Aku temani kau belanja," katanya. Dia pun naik ke atas troli seperti seorang bocah. Tetapi saat kugerakkan troli aku sama sekali tak merasakan berat tubuhnya. Sepertinya dia memang punya ilmu meringankan tubuh.

"Lotion satu, " pungkasnya sembari mencomot sebuah botol dari rak ketika kami melewatinya.

" Kenapa butuh lotion. "

"Biar licin," dia meningkahi jawabannya sendiri sambil tertawa.

"Aku sering mengintip pria-pira manusia bercinta di hotel dan melihat mereka pakai lotion. "

Kini giliranku ketawa.

"Kami hobi mengintip ya?"

"Ya, tapi selama ini belum terlaksana prakteknya. "

"Kecuali tadi malam."

"Ya kecuali tadi malam. "

Kami melewati koridor sepi itu menuju koridor lain. Ketika hampir sampai kasir, Faustin turun dari troli dan berjalan di sampingku. Dia tampak seperti ingin terus mengajakku mengobrol. Tapi tentu saja tidak bisa karena bagian kasir sedang penuh pengunjung. Faustin hanya mengecup pipiku berkali kali.

"Satu, " gumamnya sambil mengceup.

" Dua, " dia mengecup lagi.

" Tiga, " dia mengecup lagi. Dia terus melakukan hal itu ketika kami berada di depan kasir. Tak seorang pun melihat kehadirannya jadi menurutku tak apa-apa, meski wajahku memerah karena kelakuannya itu.

"Dasar Iblis ganteng yang manja," bisikku pada diri sendiri. Tetapi juga romantis sih.



Faustian DateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang