Epilog

324 27 6
                                    

Sungyeol kini kian terpojok. Ia tak tahu lagi harus melarikan diri ke arah mana. Myungsoo, Howon dan juga Hanbyul sudah mengepungnya.

"Hei! Kalian. Hentikan sandiwaranya!" ujar Woohyun yang berhasil mengalihkan perhatian Myungsoo, Howon, dan juga Hanbyul.

"Ah, sudah selesai rupanya," gumam Sungyeol santai. Myungsoo berhenti mengepung Sungyeol. Ia malah balik beradu tos ria dengan Sungyeol.

"Aktingmu buruk sekali!" cibir Sungyoeol pada Myungsoo. Hanbyul juga kini berjabat tangan dengan Sungyeol.

"Permainan yang bagus." Hanbyul tersenyum dan mengerlingkan matanya pada Sungyeol sebelum akhirnya berubah wujud menjadi seekor kucing lagi.

Sementara itu, Howon masih diam terpaku. Ia sungguh tak mengerti akan situasinya.

"Hei, penyihir gila, kucing jadi-jadian! Kalian bersekongkol." Howon awas. Ia mengarahkan ketiga anak panah itu pada Sungyeol, Myungsoo danjuga si kucing.

"Hentikan, Panglima Howon! Ini perintah!" titah Woohyun pada Howon.

"Ta-tapi, Pangeran, mereka... terlebih Sungyeo—"

"Tidak! Ia tidak bersalah dan dia bukan musuh. Jadi... sebaiknya kau turunkan busur panahmu."

Dahi Howon masih belum bisa memahami. Ia mengernyit tak mengerti akan titah pangerannya.

Kau bisa tanyakan padanya. Dagu Woohyun merujuk kepada Myungsoo dan juga Sungyeol.

Sungyeol memamerkan giginya yang putih, sedangkan si penyihir 'gila' berdehem tanda memulai.

"Jadi... begini. Sungyeol tidaklah salah. Dia juga bukan pengkhianat seperti apa yang kau tuduhkan. Dan yang terjadi—"

"Argh, kau terlalu bertele-tele. Biar aku saja," serobot Sungyeol yang tak sabar.

"Jadi, saat kita diberikan tugas mencari pangeran, mendiang raja secara khusus memintaku menjadi mata-mata. Dia memintaku untuk menjadi pengkhianat kerajaan. Dan... sepertinya hal itu berhasil. Lihat, kau sangat sangat marah bukan?"

Howon masih mencerna apa yang baru saja terlontar dari bibir Sungyeol ia masih belum bisa percaya.

"Lalu, bagaimana kau menjelaskan perihal tadi?" Howon mengungkit saat Raja Woojin meregang nyawa.

"Ah, itu...., sebenarnya... aku sangat kehilangan. Tapi, mau bagaimana lagi? Beliau memintaku menjadi pengkhianat sampai keadaan kerajaan benar-benar pulih, yang artinya perang berakhir. Sekarang kau paham?"

"Lalu, mengapa kau yang dipilih mendiang raja untuk mengkhianati Diexin? Bukankah kau orang yang ceroboh? Bagaimana raja bisa percaya padamu?"

"Oh, tidak! Aku tak sebodoh yang kau kira. Dan... mengapa raja memilihku? Itu karena aku satu-satunya orang yang bisa melakukannya. Kau jelas tak bisa. Sikap kakumu, disiplinmu, dan segala aturan hidupmu. Kau tak mungkin bisa berpura-pura menjadi mata-mata untuk Puxo dan Diexin. Lalu Aeri. Ah..., peri wanita itu terlalu tempramen. Tak bisa mengendalikan emosi. Bukannya berhasil, bisa-bisa dia gagal. Dan aku? Kau sudah membuktikannya bukan?" Sungyeol mulai bercerita. Howon mengangguk paham, tapi hei! Apa dia bilang? Dia bilang sikap Howon kaku?

***

Menjalani hidup di dunia peri, memang memberikan kesan tersendiri bagi sosok pria yang selalu tersenyum setiap saat. Memang, bagi kita dunia peri hanya khayalan manusia belaka yang terkadang tertulis di sebuah buku dongeng anak kecil. Bahkan terkadang, lawan bicara kita akan menganggap aneh jika kita memercayai adanya makhluk dimensi lain tersebut. Tapi, hal itu tidak berlaku bagi seorang Nam Woohyun.

Satu semester merupakan waktu yang lama jika kita membayangkan terjebak dalam dunia yang entah berantah. Namun bagi Woohyun, waktu itu sungguh singkat. Ia baru menyadari jika peri itu ada dan bahkan ia sendiri merupakan keturunan peri murni.

Woohyun melambaikan tangan pada sosok di seberang jalan. Setelah lampu lalu lintas berubah menjadi merah, Woohyun berlari menghampiri sosok itu dan membawanya pergi.

"Hai! Bagaimana kabarmu, Sungyeol?"

"Cukup baik, apalagi ada dia?" Lirikan mata Sungyeol tertuju pada kucing bawahan Myungsoo. Kali ini, Sungyeol menyamar ke dunia manusia untuk menemui Raja Woohyun.

Setelah terjadi peperangan minggu lalu, kini istana Diexin dalam perbaikan. Dan... istana dijaga ketat oleh Howon juga Myungsoo. Meski beberapa kali Myungsoo dimusuhi bahkan diboikot oleh para petinggi, keputusan Woohyun tidak berubah. Ia tetap meminta Myungsoo tinggal dan melindungi Diexin. Harga mutlak Myungsoo menjadi bagian Diexin lagi, terlebih setelah adanya cerita bagaimana raja mereka bisa belajar sihir dan mengalahkan Sungkyu, itu menjadi tameng kuat bagi Woohyun.

"Lalu, bagaimana dengan bibi Haebin? Apa dia baik-baik saja?"

"Keadaannya cukup baik, meski jiwanya sedikit terguncang akibat kehilangan dua orang tersayang sekaligus. Sekarang, ia dirawat oleh Aeri dan juga Hyeji. Kau tenang saja." Sungyeol berhenti tepat di area stadiun.

"Baiklah. Dua hari lagi aku akan datang ke sana setelah mengurus kepindahanku," ujar Woohyun yang tepat sebelum habis masa kuliahnya di semester 14, ia meminta dipindahkan daripada di Drop Out alias D.O* dari kampus yang sudah membesarkan namanya sebagai pemain bola yang handal. *)ini bukan D.O Exo yah... hehehe

Sementara itu, negeri Puxo sudah dikuasai Diexin lagi. Seharusnya... memang semestinya negeri tersebut tak ada.

Woohyun berjalan ke dalam stadiun, menyapa Daniel, Seokjin dan juga rekan-rekan satu tim bolanya. Hari ini adalah pertandingan terakhir Woohyun, sebelum ia benar-benar meninggalkan kampus Universitas Insa. Usai berganti pakaian dan beradu telapak tangan dengan rekan-rekannya, kini Woohyun turun ke lapangan. Ah..., sudah lama sekali ia tak mencium aroma rumput lapangan. Sungyeol, sang pengawal playboy itu memilih menonton pertandingan. tentu saja bersama dengan Hanbyul. Sosok yang ia sukai.

Bunyi peluit dari wasit sudah bergema, dan Woohyun adalah penendang bola pertama.

*Dug!

***

Ruse of The Chess [sedang direvisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang