Segmen 8

170 25 3
                                    

"Astaga, menjadi mata-mata dua kerajaan yang saling bertolak belakang sungguh melelahkan."

Gumaman itu berasal dari sosok peri lelaki yang menggendong busur dan anak panah di punggungnya. Ia beristirahat di bawah pohon beringin tua sembari meneguk air yang ia letakkan pada sebuah botol kayu. Sungyeol, kini menjadi seorang peri yang sangat diandalkan oleh dua kerajaan yang kini saling bersiteru. Pekerjaan yang sangat susah untuk dilakukan oleh peri mana pun. Tapi sepertinya, Sungyeol sanggup mengemban tugas itu.

"Ugh, aku harus bergegas. Perjalanan masih jauh," ucapnya. Sungyeol dan Howon sepakat berpencar untuk menghemat waktu. Howon di bagian utara, sedangkan Sungyeol bagian selatan.

Sungyeol kembali mengepakkan sayap tipis melewati ranting-ranting pohon dan sesekali menghindari serangan burung besar. Perjalanan menyeberangi dua kerajaan memakan waktu seharian penuh. Ketika senja tiba, Sungyeol sudah berdiri di depan kedai sederhana bertuliskan 'Go's Cafè'

"Berikan aku secangkir kopi hitam yang sangat pahit," kata Sungyeol pada seorang pekerja peri wanita.

"Kenapa kau selalu membeli kopi pahit di sini?" tanya pekerja itu.

"Karena kopi pahit itu akan terasa manis jika aku minum sembari melihatmu," goda Sungyeol.

Peri wanita bernama Go Jun Hee yang mengenakan pakaian warna cokelat muda itu pun mengalihkan pandangannya menghindari tatapan Sungyeol dengan pipi yang bersemu. Sungyeol pun terkikik melihat respon yang didapatkan dari peri berambut hitam legam sebahu itu. Sungguh menawan.

Perhatian mereka beralih pada pintu masuk yang berdenting. Seseorang yang mengenakan jubah hitam masuk diikuti dengan gadis berambut pirang diikat ekor kuda yang menunduk. Sungyeol menajamkan matanya untuk melihat sosok berjubah gelap di hari menjelang malam ini.

"Green tea latte hangat dan sepotong roti ikan."

Tubuh Sungyeol yang berukuran lebih kecil dari pria itu pun berdiri di atas meja dan menajamkan pandanganya. Ketika sosok itu menolehkan kepalanya, Sungyeol segera mengepakkan sayapnya dan terbang tepat di depan wajah sosok berjubah itu.

"Myungsoo?"

Sosok bernama Myungsoo itu hanya memandang Sungyeol lekat. Sedangkan gadis di belakangnya kini mendongakkan kepala dan menatap ke arah mereka berdua bergantian. Jun Hee juga menghentikan kegiatannya dan memilih memperhatikan.

"Eoh, Sungyeol-ah. Bagaimana kabarmu?"

Myungsoo mengulurkan jari telunjuk tangan kanannya untuk bersalaman dengan Sungyeol yang memiliki tangan yang kecil.

"Tentu saja baik. Bagaimana denganmu? Dia istrimu?"

Mata Byul membelalak ketika mendengar kata istri terucap dari bibir Sungyeol. Myungsoo lantas tertawa hampa dan menjawab, "Tentu saja bukan. Perkenal kan, namanya Han Byul. Ia asistenku. Kau bisa memanggilnya dengan Byul saja."

Byul manutkan kedua telapak tangannya di perut dan membungkuk hormat sembari mengulas senyum yang menawan hingga membuat bibir mungil Sungyeol menganga. Selanjutnya, Sungyeol berkata, "Woah! Bagaimana mungkin gadis semanis ini hanya menjadi asistenmu?"

"Hmm, sepertinya kebiasaanmu menggombal masih sama saja, ya," sindir Myungsoo. "Byul, makanlah dulu roti itu di ujung kursi sana. Aku masih ada urusan."

Byul mengangguk dan berjalan menuju kursi yang dikatakan Myungsoo tadi. Sedangkan Sungyeol dan Myungsoo duduk berhadapan dan bercerita segala sesuatu yang belum diceritakan dengan antusias. Bayangan tentang masa lalu tergambar jelas.

Ruse of The Chess [sedang direvisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang