Hari pertama

40 6 0
                                    

Rena

"Mengapa? Haruskah si manja ikut bertarung disini? Seharusnya seorang putri raja hanya berdiam di istana".

"Tapi yang satu ini berbeda, dia berkeinginan melindungi Red Flower. Tidak, mungkin dia datang kesini hanya ingin mencari sensasi saja. Yang jelas aku tidak suka jika ada gadis lain disini. Hanya aku yang paling kuat, aku yang berkuasa!".

Michellia

Setelah perkenalan, kita resmi menjadi murid disini. Dan sekolah kita merupakan sekolah asrama.

Semua murid mendapat kamar masing - masing, satu kamar berjumlah 4 orang. Agar tidak terjadi hal yang tidak dinginkan, aku dan Rena tidak di sekamarkan dengan laki - laki. Akhirnya kami berdua satu kamar.

"Ah itu Rena, hey Rena!".

Rena mendengar panggilanku dan menoleh ke arahku.

"Hey kau tau tidak? Kita sekamar, karena pihak sekolah tidak menyetujui perempuan satu kamar dengan lawan jenis. Jadi, ayo aku tunjukkan kamar baru kita".

Diam hanya terdiam.

"Oh iya ya, perkenalkan, namaku Michellia. Salam kenal!".

Tetapi dia membalas dengan tatapan sinis,

"Memang iya, aku sudah tau itu. Yang namanya perempuan tidak boleh tidur bersama lawan jenis. Aku sudah diperingatkan tadi. Lagipula kamu tidak usah mengajakku bersamamu ke sana, aku sudah tau tempatnya".

Kata kata Rena cukup menyakiti hatiku, karena di istanaku belum pernah ada orang yang menyindirku.

Tapi aku berusaha sesabar mungkin, karena dia memang terkenal begitu.

"Oh baiklah". Lalu aku pergi menuju kamarku.

"Kau tidak perlu sok akrab denganku". Lagi lagi menyindir, baiklah mungkin sekamar dengannya bukan ide yang bagus.

Akhirnya sampai lah di kamar ku yang baru. Ya walaupun kamar yang ada di istana jauh lebih megah dibandingkan ini.

Tapi aku harus bisa beradaptasi, bagaimana pun juga. Saat aku merapihkan baju baju ke dalam lemari, terdengar suara pintu terbuka.

Ternyata Rena.

"Oh hai".

Aku hanya bisa menyapanya saja, sindirannya membuatku trauma mengobrol dengannya.

"Kalau kau memang teman sekamarku, kau pasti mau merapihkan bajuku juga, aku mau langsung makan ke kantin".

Aku terdiam sejenak. Gadis ini tidak punya sopan santun sama sekali.

"Mau tidak?!" bentaknya sambil memukul pintu.

"Ah iya, tidak masalah" jawabku. Tanpa basa basi dia melemparkan tas nya ke kasur, nyaris saja mengenai wajahku.

Dia langsung membanting pintu dengan kerasnya.

"Oh bunda, mengapa ada gadis seperti itu?" gumamku.

Setelah merapihkan bajuku dan baju si gorila, aku langsung pergi ke kantin.

Sesampainya disana, aku merasa jantungku berdebar debar. Disini laki laki semua. Jujur, aku baru melihat laki laki sebanyak dan sedekat ini.

"Aduh memalukan".

Dan benar saja, saat aku memasuki kantin, kantin yang tadinya bising tiba tiba hening, dan semua orang menatapku.

"Ha...hal...halo".

Betapa malunya aku, bahkan semua tempat duduk sudah penuh semua.

"Aduh, Rena dimana?" gumamku.

Saat aku sedang berjalan, mencari tempat duduk, ada satu orang mengganggu ku.

"Hei manis, mau cari tempat duduk ya? Aduh kasihan". Semua orang langsung menertawakan aku.

Mendengarnya mataku berkaca kaca.

"Hei lihat, si manis mau menangis. Jangan menangis, kau mau apa? Mau kau mau pelukan?".

Tawa mereka pun semakin menjadi jadi.

Akhirnya aku pun berlari keluar dari kantin, saat aku lari, sekilas aku mendengar petugas memarahi mereka.

Tapi aku tidak peduli, aku tidak mau kembali.

Aku menangis sejadi jadinya. Aku memeluk lututku di dekat pohon.

"Ya Tuhan. Mengapa aku sehina ini. Mengapa semua orang begini kepadaku? Apa salahku. Aku ingin bunda disini".

Aku membenamkan wajahku.

Dan tiba tiba ada seseorang datang, langkahnya terdengar.

"Michell? Kenapa kau pergi dari kantin?".

Aku penasaran siapa yang bertanya kepadaku.

"Ah kau tau sendiri kan? Tadi mereka semua menertawakan ku. Aku malu".

Dia diam dan duduk dihadapanku.

"Tapi kau tau tidak, saat kau pergi, mereka semua dibentak oleh petugas. Sampai petugas pun memecahkan piring".

"Kau tidak perlu bersedih, pasti ada orang yang selalu melindungi mu tanpa kau ketahui". Aku langsung menatapnya. Wajahnya tidak terlihat karena dia membelakangi cahaya.

"Kau siapa?".

"Aku Leonardo, panggil saja aku Leo, Michell".

Aku mengangguk tanda mengerti. "Sudahlah, hapus air matamu. Ayo, aku antar kau ke kantin lagi". "Iya terima kasih".

Saat kami berjalan, aku penasaran dengan usianya. Dia lebih tinggi dariku, jadi aku harus memastikan. apakah dia lebih tua dari ku atau tidak.

"Umurmu berapa?".

Dia menatapku, "18. Kalau kau Michell?".

"Umurku 16. Berarti aku harus memanggil mu kakak?".

Dia tersenyum "Tidak usah, anggap saja kita sebaya".

"Ya sudah kalau begitu".

Sesampainya di kantin, lagi lagi semua orang menatapku. Tiba tiba mereka semua batuk batuk yang disengaja.

"Hmmm baru kenal saja mereka sudah bergandengan tangan".

Mereka langsung tertawa kembali.

"Hei diam!!! Tidak ada manfaatnya menertawakan teman baru kalian. Berpikirlah positif!".

Bentak petugas. Mereka pun terdiam.

Lalu petugas membimbing kami ke meja yang kosong dan mempersilahkan kami untuk duduk.

"Satu lagi, sangat tidak sopan menatap orang dengan tatapan menghina. Jika sekali lagi kalian begitu, saya akan melaporkan ke kepala sekolah".

Kantin pun hening sekali.

Setelah itu, petugas senyum ke arah kami dan kembali ke posisi nya semula.

Aku dan Leo pun mengambil makanan.

Tak lama kantin pun berubah suasananya menjadi normal kembali.

Tapi saat aku sedang makan, ada murid yang memakai jaket merah dan dia menatapku sinis. Ya, sudah pasti itu Rena.

Rena

"Mengapa? Apakah aku kalah? Tidak, aku tidak akan kalah. Kau pikir dengan mendapat perlindungan dari petugas dan teman baru, kau akan aman?. Kau hanya belum pernah berurusan denganku. Lihat saja".

Blue WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang