Hadiah

28 3 0
                                    

Sofia

"Leo bawa aku ke kamar, aku terlalu lelah untuk berjalan".

Tanpa menjawab, Leo langsung menggendongku. Dia membawaku ke kamar ku.

"Ayo turun, sudah sampai. Berat sekali kau ini".

Aku turun dan membuka pintu kamar ku.

"Sofia. Maaf ya, tapi aku mau menumpang mandi disini. Boleh kan?".

Aku berpikir pikir. Tapi, karena dia sudah membawaku pulang dan menggendongku kemari, ya boleh saja.

"Boleh, anggap saja ini imbalan karena kau sudah berbuat baik kepadaku".

"Terima kasih!!!".

Leo tersenyum bahagia sekali. Tapi menurut ku senyumnya terlalu lebar. Seperti senyum yang terpaksa.

Saat Leo mandi, aku mendapatkan waktu untuk sendiri dan aku memutuskan berbaring di kasur.

"Huh, lelah sekali". Aku lebih memilih tidur, aku ingin melupakan kejadian tadi.

"Leo!!! Pegang tanganku!!! Jangan dilepas, aku tidak mau kehilanganmu".

"Aku tidak bisa Sofia, aku tidak kuat lagi. Biarkan aku jatuh. Aku tidak mau kau ikut jatuh juga".

"Kau pasti mati! Istana ini tinggi sekali! Bertahanlah Leo, jangan tinggalkan aku".

"Sofia...jaga dirimu baik baik. Lawanlah Carlos. Jangan menyerah".

"Tidaaakkkk!!!".

"Sofia! Sofia! Bangun!".

"Aaaaaaa!!!". Aku bangun dengan keadaan sedang berteriak.

"Kau ini kenapa?! Kau mengagetkanku! Kau mimpi apa Sofia?".

Aku tidak menjawab. Aku masih takut dengan mimpi tadi.

"Kau ini, aku sedang bertanya, justru kau malah menangis".

"Aku barusan bermimpi, kau jatuh dari atas istana".

Leo hanya menatap ku. Terkadang aku paling tidak suka jika dia menatap ku.

"Oh, aku kira kau kenapa. Kau tau tidak? Untung saja kau berteriak saat aku selesai mandi. Bayangkan, apa yang terjadi jika kau berteriak saat aku sedang mandi". 

Leo sepertinya marah. Aku mengerti itu.

"Maaf, aku kan sedang tidur. Aku tidak tau kalau aku berteriak. Aku juga tidak tau kalau kau ada didalam kamar mandi".

"Ah, ya sudah. Kalau kau mau tidur lagi, silahkan. Sebaiknya berdoa dulu sebelum tidur. Agar tidak bermimpi buruk lagi".

Aku hanya mengangguk. Sepertinya aku tidak akan tidur lagi. Biasanya, jika tidur di siang hari terlalu lama, nanti malam aku tidak bisa tidur.

Leo

"Huh, apa apaan".

Aku masih emosi dengan kejadian di kamar tadi. Karena itu aku pergi ke kantin.

Aku benar benar terkejut saat Sofia berteriak. Aku kira, ada orang jahat masuk kedalam atau ada hal aneh lainnya.

Dan ternyata, dia berteriak hanya karena mimpi buruk.

"Sabar sabar...Sofia 2 tahun lebih muda dariku. Anggap saja dia anak kecil".

Aku berusaha menenangkan diriku sendiri agar tidak emosi lagi.

"Sabar...sabar".

Dan saat aku sedang menenangkan diriku, aku melihat ada roti kesukaan Sofia.

"Ah, lebih baik aku ambil saja. Sebagai permintaan maaf karena sudah memarahi dia".

Entah kenapa, aku sangat tidak tega jika Sofia dalam keadaan sedih.

Tiba tiba saja muncul ide di pikiranku.

"Sepertinya, jika hanya memberi roti saja tidak cukup. Aku akan membeli sesuatu di pasar. Siapa tau dia suka".

Sofia

Pukul 11.00 malam

"Aduh, Leo kemana? Dia pergi keluar atau memang sudah kembali ke kamarnya?".

Aku khawatir jika sesuatu terjadi pada Leo.

Aku melihat keluar jendela. Malam ini sangat indah, karena terdapat banyak sekali bintang.

Tiba tiba, aku dikejutkan oleh suara ketukan dari pintu.

"Ya, silahkan masuk".

Ternyata itu Leo. Dia datang sambil tersenyum.

"Maaf ya, aku pulang telat. Aku tadi habis dari pasar".

Aku hanya mengangguk pelan.

"Kita duduk di diluar dulu ya? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan". Leo menarik tanganku.

Akhirnya, aku hanya mengikuti dia saja.

"Hey, maafkan aku sudah memarahimu tadi siang. Aku tadi emosi".

"Iya aku juga minta maaf karena sudah berteriak teriak".

Lalu keadaan hening sejenak.

"Eh anu, aku membawakan roti kesukaan mu".

Aku sangat senang sekali. Aku sudah jarang sekali melihat roti itu dikantin.

"Wah! Terima kasih ya!".

Saat aku sedang memakan roti, tiba tiba Leo mengeluarkan sesuatu dari sakunya.

"Oh! Tutup matamu dulu!".

Tanpa bertanya, aku menutup kedua mataku.

"Kau ini sedang apa? Kau mau apakan leher ku?".

"Silahkan buka matamu, Sofia".

Dan benar saja. Dia memasang kan kalung dileherku.

"Tadi aku melihat kalung ini di pasar. Dan kata si penjual, kalung ini akan bersinar jika...".

Dia berpikir sejenak. "Eh...jika...jika apa ya? Seingat ku jika pemiliknya senang, kalau tidak salah".

Aku hanya mendengarkan sambil melihat kalung ini.

"Intinya, jika orang yang memakainya dalam keadaan bahagia. Itu saja".

"Tapi, kenapa tidak membeli yang berwarna biru? Kau tau kan, aku suka warna biru".

Leo hanya tersenyum sambil memegang kepalanya.

"Ya sudah, tidak apa apa. Aku suka warna merah terangnya. Terima kasih ya?".

"Iya sama sama". Leo menepuk pundak ku.


sebenernya sih, kalung yg ada di pasar itu cuma ada warna merah aja (ceritanya) bukan berarti Leo lupa warna kesukaan si Sofia.

Blue WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang