Sofia
Tak terasa, aku dan Leo sudah berada di sekolah.
"Leo, terima kasih sudah mau mengantar ku. Sekarang aku mau ke kamarku dulu, sampai jumpa!".
Leo hanya membalas dengan melambaikan tangannya.
Mungkin dia terlalu lelah untuk bicara.
Sesampainya di kamar, aku langsung mandi dan setelah itu aku berbaring di kasur.
Aku ragu, aku harus percaya kepada siapa? Kalau dipikir pikir, perkataan James ada benarnya.
Aku dan ayah memang jarang sekali mengobrol. Jadi bisa saja aku adalah anak hasil culikannya.
"Ah tidak bisa dibiarkan. Aku harus menanyakannya langsung".
Baru saja aku keluar kamar untuk pergi ke istana, ada petugas yang berdiri di depan pintu kamarku.
"Eh anu, Ratu Callista menyuruhmu datang ke istana secepatnya".
"Wah, kebetulan aku sekarang memang mau pulang dulu ke istana".
Lalu keadaan hening sejenak.
"Seberapa penting?".
"Entahlah tuan putri, tapi sepertinya ini penting".
Mendengar bahwa itu penting, aku langsung bergegas kembali ke istana.
Aku meminjam kuda milik sekolah. Untung sekali aku bisa berkuda, aku bisa pergi kemana saja yang aku mau.
5 menit kemudian
"Hah? Kemana semua petugas dan prajurit di sini? Mengapa istana ini sepi sekali?".
Aku heran sekali, istana sangat sunyi sekali. Akhirnya aku memutuskan masuk ke dalam walaupun ada rasa takut.
"Apa ada orang disini?".
Sama sekali tidak ada jawaban.
"Halo Sofia, aku ada disini".
Aku terkejut dengan jawaban itu, aku berlari menuju sumber suara itu.
Ternyata...itu ayah. Yang sedang duduk di singgasananya
"Ayah? Barusan kau memanggilku Sofia?".
Dia tersenyum. "Tak perlu memanggilku ayah lagi, kau sudah tau kebenaran tentangku, aku tau itu".
"Ahaha, ayah bercanda ya? Kebenaran apa?".
"Aku serius Sofia! Tidak pernah ada kata bercanda dalam hidupku!".
Aku rasa ini waktunya serius. Apalagi dia membentak bentakku.
"Iya, aku tau kebenarannya. Benar, sekarang aku seharusnya memanggilmu Carlos saja, bukan ayah lagi. Lagipula kau dulu musuhku".
Dia hanya menggeleng gelengkan kepalanya. Aku baru ingat, niatku disini untuk menanyakan cerita itu.
"Memangnya benar? Kau dulu adalah musuhku? Dan aku adalah Blue Woman? Juga, kau menculikku setelah para penyihir menghidupkanku kembali, apakah itu semua benar?".
"Hahahaha. Ya! Itu benar! Semua yang diceritakan James benar! Kau bukan putriku, kau bukan putri Callista!".
Aku sudah menduganya, dan kini aku tidak sesedih saat James menceritakan kebenaran itu. Justru, hanya ada rasa amarah dalam batinku.
"Oh baiklah. Terima kasih dulu kau telah bersandiwara menjadi ayahku. Sekarang, walaupun kenyataannya seperti ini, aku tidak merasa kehilanganmu".
"Aku masih mempunyai sahabat walaupun hanya satu. Tapi, aku sangat menyayangi nya lebih dari apapun".
"Aku...tak butuh...kasih sayang...".
Tiba tiba, Carlos mengeluarkan pistol dari sakunya.
"Matilah kau! Dewi peperangan!".
Dia menarik pelatuk nya...
Ini aku, aku pasti bisa. Jika dulu akulah yang mampu berperang meskipun akhirnya aku kalah, pasti yang seperti ini, aku lebih mahir.
"Cih, lambat". Aku bisa melihat peluru itu sedang menuju ke arah dadaku. Tapi, dengan mudah aku menghindar.
Tapi soal peluru, belum selesai. Ternyata setelah kulihat kembali, ada bundaku yang sedang berlari menuju tempatku dan Carlos berdiri.
Maksudku Callista, bukan bunda lagi...
Aku berniat membiarkan peluru itu mengenai Callista. Aku sudah benci dengan mereka, orang tua palsu ku
"Aku tidak bisa tidur kalau belum mendengar dongeng darimu, bunda".
"Baiklah Michell sayang, ayo mulai".
"Kau adalah putriku, itulah kebenarannya".
"Michell dengarkan aku, aku tidak pernah memaksamu menjadi prajurit. Kau adalah putriku, putri kesayangan ayah dan bunda".
Aku berlari menuju Callista dan mendorongnya. Entahlah, kini aku merasa tidak tega membiarkan orang yang telah mengurusku sejak kecil mati.
"Memori menguasai ku...".
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Woman
FantasiaMengisahkan seorang anak yang suka mendengarkan dongeng dari bunda nya sebelum tidur. Dan bagaimana jika ternyata ada cerita dibalik cerita tersebut. Dan membuat kesalah pahaman diantara mereka. Blue woman membuktikan bahwa wanita tidak selemah yan...