#8: Stalker

649 118 43
                                    


Beberapa hari berikutnya, Elvan semakin sering terihat berada di sekitar Lila. Elvan tak ubahnya seperti penguntit yang selalu berkeliaran.

Seperti misalnya saat Lila mencari bahan tugas di perpustakaan saat jam kosong, tiba-tiba Elvan sudah stand by di meja baca lengkap dengan buku-buku yang sedang dibacanya. Apa itu sebuah kebetulan? Lila tidak tahu pasti. Yang jelas, saat Lila tiba di perpustakaan Elvan sudah berada di sana.

Pemuda itu tidak mengatakan sepatah katapun saat mereka duduk berhadapan. Hanya tersenyum saat pertama kali tatapan mereka bertemu.

Setelahnya Lila sibuk mencari bahan tugas. Namun, sesekali dari ujung matanya, Lila bisa merasakan kalau Elvan sedang manatapnya dari ujung buku yang ia baca. Agak risih sebenarnya, tetapi selagi Elvan tidak mengganggunya, tidak masalah.

Begitu juga saat kelas Lila sedang mengikuti jam pelajaran olahraga. Lila dan Anin sedang duduk di pinggir lapangan, menonton para murid laki-laki bermain futsal. Mereka duduk sambil menikmati es jeruk yang baru mereka beli dari kantin. Tiba-tiba Elvan datang entah dari mana membawa sebotol air mineral dan memberikannya pada Lila.

“Buat kamu.” katanya.

“Aku dah punya minum.” Lila memperlihatkan plastik es jeruknya pada Elvan.

Tanpa diduga, Elvan malah mengambil plastik es itu dan menggantinya dengan air mineral.

“Abis olahraga gak boleh minum es. Gak bagus buat jantung.” ujar Elvan kemudian pergi begitu saja.

“Elvan, sini lo! Gue mau bikin perhitungan sama elo!” teriak Anin yang langsung pasang kuda-kuda untuk menerjang Elvan.

Namun, cowok tengil pemilik senyum manis itu sudah lebih dulu menghindar, berlari menjauh.


*****

Pada waktu lain, pada pagi hari saat Lila hendak mengikuti mata pelajaran Bahasa Inggris di laboratorium bahasa, ia melihat Elvan yang baru saja keluar dari ruang BK. Sepertinya ia habis diberi wejangan karena melihat raut wajahnya yang murung.

Tiba-tiba Elvan mendongakkan wajahnya dan menemukan mata Lila sedang menatapnya. Senyum senang langsung mengembang di wajahnya yang imut itu. Dalam sekejap, aura murung wajahnya berubah menjadi ceria. Ia melambai-lambaikan tangannya dengan penuh semangat.

Lila hanya mengulum senyumnya menatap tingkah laku Elvan yang terlihat berlebihan itu. Lalu tanpa sadar Elvan menginjak lantai koridor yang sedang dipel oleh Pak Jono.

“Itu.” Lila memberi isyarat agar Elvan menoleh ke bawah.

Namun, pemuda itu terlalu senang karena memergoki orang yang ia suka sedang mencuri pandang ke arahnya. Ia tidak menghiraukan isyarat Lila. Ia hanya tersenyum senang. Hingga kain pel Pak jono mencipratkan air kotor ke sepatu Elvan, barulah ia tersadar.

“Apaan sih, Pak?” protes Elvan.

“Bapak udah capek-capek ngepel, seenaknya aja kamu injek.”

“Ya Bapaknya diem-diem aja ngepelnya. Mana saya tau, Pak.” protes Elvan.

“Bersihin itu bekas kaki kamu!” perintah Pak Jono.

Lila terkikik geli saat melihat ekspresi wajah Elvan yang terlihat manyun. Baginya itu sangat lucu. Lalu, letak menyebalkannya Elvan seperti yang dibicarakan orang-orang itu di mana? Lila keheranan sendiri.

[Sudah Terbit] Lilac ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang