Seusai bicara dengan Rendra empat mata, Lila kembali ke gang sempit itu untuk menemui Elvan yang ternyata masih berada di sana. Ia menghampiri Elvan yang berusaha menghindari tatapannya.
"Gue tinggal kalian berdua, ya. Selesain masalah kalian, oke?" Jovian memberi isyarat pada Anin agar meninggalkan Elvan dan Lila berdua.
"Maaf," Lila berkata lirih.
"Kenapa kamu jadi minta maaf?" Elvan bertanya keheranan.
"Karena aku gak peka sama sikap kamu yang tiba-tiba itu. Seharusnya aku tau alesan kamu minta kita udahan. Kenapa kamu gak bilang alesannya?"
"Aku cuma ngerasa apa yang dibilang Rendra gak semuanya salah. Banyak benernya. Aku gak pantes buat kamu. Aku cuma nyusahin kamu aja."
"Siapa bilang kamu nyusahin aku? Rendra yang bilang?" Lila menatap Elvan yang masih berusaha menghindari tatapannya. "Aku tulus bantu kamu, Van. Tapi, kalo kamu anggep itu nyusahin aku, ya aku bisa apalagi?"
Elvan mendongak dan akhirnya berani menatap wajah Lila yang sedang tersenyum padanya.
"Aku gak mainin kamu, La. Aku serius sama kamu."
"Aku tau," Lila tersenyum.
"Terus kemaren kenapa kamu bilang aku mutusin kamu karena aku udah nemuin mainan baru? Tuduhan itu bikin aku sedih."
"Maaf. Aku cuma kaget aja tiba-tiba ngajak udahan padahal kesepakatan kita satu bulan kan? Dan tempo hari belum tepat sebulan."
"Aku udah mikir panjang, La," Elvan terlihat menghela napasnya berat.
"Mikir apa?"
"Kalo kata-kata Rendra itu bener. Kamu terlalu baik untuk aku, La."
Lila termangu sambil menatap Elvan yang tertunduk. Ada perasaan lain yang menyusup di hatinya saat itu. Perasaan yang campur aduk antara sedih dan iba.
"Aku ngerasa bersalah karena udah ngerusak prinsip kamu untuk gak pacaran sebelum jadi orang sukses dan aku juga gak mau ngerusak fokus kamu untuk ujian kelulusan. Makanya aku ngelepasin kamu meski kesepakatan kita belum sampe sebulan."
"Kamu yakin sama keputusan kamu, Van? Gak apa-apa buat hati kamu?"
Elvan mendongakkan kepalanya lalu menatap wajah gadis di hadapannya itu dengan berbagai macam perasaan. Ia begitu mencintai gadis itu sehingga rasanya tidak ingin menyakitinya sedikit pun.
Namun, keputusan itu telah ia buat dengan penuh tekad. Hasil perenungan panjangnya selama kontemplasi diri.
"Kita bisa tetep jadi temen kan?" Elvan bertanya penuh harap.
Lila hanya mengangguk sambil tersenyum. Perlahan Elvan pun membalas senyumnya.
Lila agak kecewa sebenarnya mendengar keputusan Elvan karena tanpa sadar, Lila pun punya perasaan yang sama pada Elvan. Namun, Lila tersadar. Apa yang bisa dilakukan oleh sepasang kekasih yang usianya masih belasan tahun?
Masih banyak hal yang jauh lebih berguna yang bisa mereka lakukan di usia belia ketimbang mengikuti hawa nafsu untuk berpacaran.
Menata mimpi-mimpi mereka untuk masa depan, misalnya. Kalau mereka terikat dalam sebuah hubungan, bukan tidak mungkin ada mimpi-mimpi mereka yang tidak bisa terealisasikan karena terkendala komitmen kebersamaan mereka.
Jadi teman, mungkin itu pilihan yang terbaik untuk mereka saat ini. Toh, perjalanan hidup mereka masih sangat panjang.
*****
Hari pengumuman kelulusan.Saat menanti pengumuman yang mendebarkan itu, Anin dan Lila mengobrol di samping ruang kelas mereka sambil sesekali membalas sapaan orang-orang yang mereka kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sudah Terbit] Lilac ✓
Teen FictionElvan Gardenia si troublemaker sekolah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang gadis manis bernama Lilacyta Serafina yang pertama kali ia lihat di bawah guguran bunga Lilac. Segala cara Elvan lakukan untuk menarik perhatian cinta pertaman...