Elvan membawa seikat bunga lilac yang diambilnya sesaat setelah jam pelajaran olahraga kelasnya selesai. Ia ingin meletakkan bunga itu di meja Lila saat jam istirahat. Menunggu yang punya meja tidak berada di tempatnya.
Beberapa hari belakangan Elvan terus memperhatikan gerak-gerik Lila. Ia sampai hafal kebiasaan Lila yang setiap jam istirahat pertama lebih banyak berada di kelas, sementara jam istirahat kedua ia gunakan untuk jajan di kantin atau pergi ke perpustakaan.
Setibanya di samping jendela kelas Lila, Elvan tertegun melihat kepala gadis itu terkulai di atas meja. Wajahnya menghadap ke arah jendela dan matanya terpejam. Gadis itu tertidur dan lupa menutup gorden jendelanya.
Perlahan senyum Elvan mengembang saat terlintas sebuah ide di benaknya. Ia mengambil ponsel miliknya dari saku celana, kemudian mengarahkan ponsel itu ke arah wajahnya, berlatar belakang wajah tertidur Lila yang terhalang kaca jendela kelas.
Klik.
Satu foto berhasil ia abadikan dalam ponselnya. Fotonya bersama bunga lilac, juga bersama Lilac-nya yang sebenarnya. Wajahnya tersenyum-senyum sendiri saat melihat hasil jepretannya itu. Bagaimana bisa otaknya jadi sejenius itu menemukan ide? Sekarang Elvan bisa memandangi wajah Lilac-nya dengan puas saat di rumah.
Bergegas Elvan masuk ke kelas Lila untuk meletakkan bunga itu sebelum Lila terbangun. Ia ingin membuat kejutan. Meski suasana kelas Lila tidak terlalu sepi, ia tidak peduli. Ia hanya ingin memberikan bunga itu pada Lila. Itu saja.
Begitu tiba di bangku Lila, Elvan meletakkan bunga itu di dekat tangan Lila yang lurus terjulur dengan separuhnya dijadikan alas menopang kepalanya. Ia letakkan bunga itu perlahan-lahan agar tidak mengganggu tidur Lila.
“Ngapain lo, Van?” tanya Rendra yang memergoki perbuatannya itu.
Elvan menoleh lalu menatap tak suka pada rival terberatnya itu.
“Bukan urusan lo!” tukas Elvan sewot. Ia agak kesal karena Rendra selalu saja datang menjadi pengganggu kalau ia sedang merasa senang dengan Lila. “O,ya. Jangan berisik! Nanti dia bangun.” Elvan menambahkan kemudian pergi meninggalkan kelas.
Rendra penasaran pada apa yang dilakukan Elvan. Ia pun melongok ke meja Lila dan menemukan seikat bunga lilac di sana. Ia mengembuskan napas kemudian menoleh pada Elvan yang sudah tidak terlihat lagi punggungnya. Saat itulah Lila terbangun dan menatap sekelilingnya keheranan.
“Rendra?” tanyanya sambil mengerjapkan matanya agar terbiasa dengan pemandangan yang ada.
“Maaf, ya kalo kamu keganggu.” Rendra menanggapi agak gugup karena posisinya saat itu masih berada di samping kursi tempat Lila duduk.
“Kamu ngapain?” tanya Lila keheranan. Ia lalu menatap bunga lilac yang tergeletak di dekat tangannya. “Bunga ini?” tanyanya lagi sambil menatap Rendra tak percaya.
“Ini gak kayak yang kamu pikir, kok.” Rendra tersenyum kikuk. Ia tahu Lila sudah salah paham tentang bunga itu, tetapi ia sulit mencari kata-kata untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya.
“Wah, Rendra nembak Lila, ya?!” teriak Anin yang baru tiba di kelas dan melihat pemandangan itu. Wajah Lila seketika melongo, sementara Rendra wajahnya langsung memerah.
“Ng-nggak, kok!” elak Rendra seraya menggerak-gerakkan tangannya, memberi isyarat kalau apa yang dikatakan Anin itu tidak benar.
“Terus, bunga itu?” tanya Anin sambil menunjuk bunga yang ada di tangan Lila. Lila pun menatap Rendra, kemudian Anin, juga bunga yang ada di tangannya bergantian dengan tatapan bingung. Otaknya masih sulit mencerna apa yang sebenarnya terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sudah Terbit] Lilac ✓
Novela JuvenilElvan Gardenia si troublemaker sekolah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang gadis manis bernama Lilacyta Serafina yang pertama kali ia lihat di bawah guguran bunga Lilac. Segala cara Elvan lakukan untuk menarik perhatian cinta pertaman...