Arga - 3. Diary
Arga mendecak kesal. Segala pertukaran badan ini membuat kepalanya lebih pening daripada biasanya. Setelah berpikir nyaris selama satu jam, akhirnya Arga memutuskan untuk menjadi semirip mungkin dengan Arin. Tentunya, agar tidak ada siapapun yang curiga.
Berarti, gue harus lebay-lebay manja gitu dong? Mampus aja, batin Arga.
Setelah beberapa lama meratapi nasib dan merenung--wow, Arga cepat sekali mendalami peran Arin--, akhirnya Arga bangkit dari duduknya lalu melihat sekeliling kamar Arin. Ia mengamati satu per satu barang-barang yang ada di dalam ruangan itu.
Terdapat rak tinggi yang hanya ditempati berbagai macam boneka. Dari mulai boneka porselen yang berada di paling atas, sampai boneka kelinci dan beruang besar yang ditaruh di paling bawah.
Mau tidak mau, Arga harus mengakui bahwa koleksi Arin sangat amat lengkap dan bagus, apalagi semuanya ia tata dengan rapi.
Lalu, ada lemari putih besar yang sepertinya berisi baju-baju Arin. Arga sendiri belum sempat membuka lemari tersebut, berhubung seragam Arin yang tadi pagi ia kenakan sudah tergantung rapi di balik pintu kamar, sedangkan baju yang sekarang ia kenakan sudah tersampir rapi di atas meja belajar Arin.
Tanpa basa-basi, Arga membuka lemari tersebut. Baju-baju biasa, seperti blus, kaus, dan kemeja. Celana biasa, seperti jeans dan celana kain. Dua buah gaun, yang menurut Arga, sangat amat seperti princess. Pakaian dalam, yang membuat Arga melotot karena berwarna-warni dan ada gambarnya.
Anak kelas 11 mana yang pake pakaian dalam gambar-gambar deh? cemooh Arga.
Arga menutup lemari tersebut. Ia menyimpulkan bahwa selera Arin dalam berpakaian sangat amat tidak modis dan terlalu seperti anak balita.
Bajunya mencerminkan dirinya, tipe-tipe rakyat biasa. Beda banget sama Alexis, komentar Arga.
Tunggu. Mengapa ia malah membandingkan Arin dengan Alexis? Jelas-jelas, Arga tau pasti bahwa Arin tidak ada apa-apanya dibanding dengan pacarnya itu.
Tiba-tiba, handphone-nya--ehm, handphone Arin bergetar.
Arga : Arga.
Arga hanya mengacuhkan LINE dari Arin tersebut.
Arga : ARGA!
Arga tetap mengabaikan Arin.
Arga : ARGA, INI PENTING BANGET! BERHUBUNGAN SAMA CEWEK LO! MENYANGKUT HIDUP DAN MATI!
Baru kali ini, Arga melotot dan langsung membalas LINE tersebut.
Arin : Alexis kenapa?
Arga : Dia nge-greet.
Arin : Bapet. Gue kira, dia kenapa.
Arga : Dia nge-greet 'Sayang' doang. Gue harus bales gimana biar terkesan itu lo? Gue takut dia tau kalo yang bales bukan lo, tapi gue.
Arin : Lebay lo. Tinggal tanyain lah, dia kenapa atau gimana kek. Nggak berbakat banget sih.
Arga : Gue nggak tau bahasa lo ke dia itu gimana, Tuan Arga yang paling pinter dan berbakat.
Arin : Bilang aja 'Kenapa, La?' atau 'Kenapa, Lex?'. Btw, gue emang pinter dan berbakat.
Arga : 'La'? Panggilan lo buat Alexis apaan emang?
Arin : Kepo banget.
Arga : Ih, ini 'kan menyangkut kelangsungan hubungan lo dengan Alexis. Kalo gue salah manggil, bisa-bisa dia marah terus mutusin lo dan gue yang disalahin.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Switch - Arga
Teen FictionArga merasa seperti ketiban durian busuk saat tau bahwa Arin tinggal di depan rumahnya. Sepertinya, cewek itu selalu saja mengganggu hidup Arga. Setiap Arin membuka mulut atau melakukan sesuatu, ingin sekali Arga menimpuk kepalanya dengan bola tenis...