Arga - 13. Overheard
Arga tidak percaya dengan semua yang baru saja ia lakukan. Dia bahkan berperilaku baik kepada Arin.
Oh, biarlah. Cuma sekali doang, batin Arga sambil tetap menyetir, menuju rumah Arin.
Saat mobilnya melewati café yang ada di dekat perumahan Arin dan dirinya, Arga menginjak rem. Mata tajamnya menangkap dua sosok familiar, sedang duduk berdua di dekat jendela café tersebut. Namun, keduanya tidak melihat Arga sama sekali. Mereka sibuk ... mengobrol atau berdebat? Arga sendiri tidak tau. Ia membuka pintu mobil dan memasuki café itu, sedikit mengendap-endap.
Setelah memesan secangkir kopi, Arga memilih tempat duduk di pojok yang cukup gelap, tetapi tidak terlalu jauh dengan dua sosok yang belum jelas siapa. Ia menutupi wajahnya--wajah Arin--dengan berpura-pura membaca salah satu majalah yang disediakan.
"Gue nggak bisa gini terus. Mending udahan aja deh," terdengar suara perempuan.
Mata Arga membulat. Ini suara Alexis kesayangannya!
"Kok lo bilang gitu sih? Yang rusak harusnya dibenerin, bukan dibiarin aja," kali ini, si cowok menanggapi.
Mata Arga benar-benar membulat saat mendengar suara itu. Davin!
"Rasanya, udah aneh aja. Nggak pada tempatnya," ucap Alexis.
"Coba aja lagi dulu lah, selama beberapa hari aja," bujuk Davin.
Tanpa melanjutkan mencuri dengar lagi, Arga menurunkan majalahnya sedikit, memastikan bahwa Alexis dan Davin sedang sibuk sendiri--berdua tepatnya. Perlahan, Arga mengendap-endap menuju pintu café lalu masuk ke mobil Arin.
Berbagai pikiran berseliweran di otak Arga. Ia mencoba mencari tahu apa yang sebenernya Alexis dan Davin bicarakan. Jari-jari Arga mengetuk setir mobil. Pandangannya fokus ke depan, tetapi otaknya sibuk memikirkan hal yang lain.
Gue harus kasih tau ke Arin, simpul Arga dalam hati lalu memarkir mobilnya di depan rumah Arin--rumah aslinya.
Dengan tidak sabar, Arga memencet bel rumahnya berkali-kali. Hingga akhirnya, Arin membukakan pintu.
"Mencetnya sekali aja kali, Ga," dumel Arin, seraya mempersilahkan Arga masuk.
Seperti biasa, Arga duduk di sofa, begitu juga dengan Arin. "Ini penting banget."
Arin menaikkan satu alisnya. "Kali ini, apaan? Lo mau tes apalagi besok?"
"Ini lebih penting dari tes," ujar Arga.
"Terus apa?" tanya Arin.
Arga menarik napas panjang. "Ini tentang Alexis sama Davin."
"Mereka kenapa?" tanya Arin lagi.
"Gue ngeliat mereka duduk di café deket sini," Arga menurunkan suaranya satu oktaf, baru sadar bahwa suaranya--suara asli Arin--sangat amat cempreng dan menyebalkan.
Mata Arin langsung melotot. "Terus?"
"Mereka kayak memperdebatkan sesuatu gitu dan gue rasa, itu ada kaitannya sama kita," lanjut Arga.
Kening Arin berkerut. "Ada kaitan gimana? Mereka ngomong apa aja? Lo nguping?"
"Gue nggak nguping, tapi emang kedengeran. Alexis bilang sesuatu tentang 'udahan aja' dan 'rasanya aneh, nggak pada tempatnya'. Davin bilang sesuatu kayak 'yang rusak harusnya dibenerin'. Feeling gue, mereka lagi ngomongin gue sama lo," jelas Arga.
Arin masih tampak bingung. "Kok ngomongin kita?"
Arga menarik napas panjang, lagi. "Kayaknya, Alexis sama Davin agak curiga karena 'kedekatan' kita dan mereka ngobrolin tentang itu. Mungkin juga, Alexis berpikiran untuk mutusin gue, berhubung dia bilang 'udahan aja'. Sedangkan, Davin kayak ngebujuk Alexis untuk tetep ngelanjutin hubungannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Switch - Arga
Teen FictionArga merasa seperti ketiban durian busuk saat tau bahwa Arin tinggal di depan rumahnya. Sepertinya, cewek itu selalu saja mengganggu hidup Arga. Setiap Arin membuka mulut atau melakukan sesuatu, ingin sekali Arga menimpuk kepalanya dengan bola tenis...