Arga - 19. Idiotic Smile
Sudah beberapa hari sejak Arga kembali ke tubuh aslinya dan hari ini, ia baru ingat bahwa guling pocongnya masih tertinggal di rumah Arin.
Kesempatan modus yang brilian.
Dengan senyum yang terpasang di bibirnya, Arga berjalan menuju rumah Arin. Namun, ia langsung membinasakannya saat Arin membuka pintu.
"Kenapa?" tanya Arin tanpa basa-basi.
Arga berusaha mempertahankan wajah datarnya. "Mau ngambil si Pocong."
Arin membuka pintu rumahnya lebih lebar lalu menarik tangan Arga. Untung saja, kedua kakak Arin sedang tidak di rumah. Pasti mencurigakan jika melihat seorang cewek menarik seorang cowok ke kamar tidurnya.
"Ngomong-ngomong, tadi Davin nembak gue," celetuk Arin tiba-tiba.
Arga, yang baru mau mengambil gulingnya, langsung tertegun. "Terus? Lo terima?"
Arin menggeleng. "Gue nggak sebodoh itu kali."
"Katanya, lo masih sayang sama dia," tukas Arga.
Arin menghela napas panjang. "Gue baru sadar kalo selama ini, gue cuma dimainin doang sama dia."
Arga hanya mengangguk kecil. Diam, bingung harus membalas perkataan Arin bagaimana. Mana mungkin, Arga mengatakan bahwa Davin adalah brengsek paling keparat yang pernah ia temukan? Yang ada, Arin malah ilfeel, berhubung cewek itu pernah bilang kalau ia tidak suka saat Arga mengucapkan kata-kata kasar.
Arin menggembungkan pipinya yang tembam. "Kok diem aja? Kalo udah nggak ada urusan lagi, pulang sana."
Arga menggerutu pelan, "Gitu amat sih."
Arin hanya menatap Arga dengan datar saat cowok itu nyaris keluar dari kamarnya. Tapi tiba-tiba, Arga berbalik badan.
"Kalo Alexis ngapa-ngapain lo, kasih tau gue," ucap Arga dengan nada sok tidak peduli.
Arin menaikkan satu alisnya. Ia menatap Arga dengan penuh tanda tanya.
"Kenapa? Bukan berarti gue peduli, tapi cuma pengen tau aja," lanjut Arga dengan cepat.
Arin mengangguk. "Tumben baik."
Arga memutar kedua bola matanya. "Nggak usah berisik deh, Bocah."
Walaupun sebenarnya, Arga mengaku bahwa ia peduli dengan Arin.
Arin langsung berdiri dan mendorong Arga. "Balik aja deh lo, kalo nggak punya sesuatu yang bagus buat diomongin!"
Arga menangkap pergelangan tangan Arin dengan tangan kirinya, lalu mengusap pipi Arin dengan punggung jari telunjuknya. Sontak, Arin membeku di tempat. Matanya memancarkan kebingungan, namun ia tidak bergerak sedikit pun. Arga sendiri hanya memandang mata Arin dengan teduh.
"Ga," panggil Arin. "Gu--gue mau ngambil makan dulu. Laper."
Momen tersebut langsung hancur. Arga menyamarkan kejadian itu dengan mencubit pipi Arin. "Pipi lo kayak bakpao. Gue jadi ikutan laper."
Arin tampak kesal dan memukul lengan Arga. "Pergi lo sana!"
Arga berbalik badan, memunggungi Arin. Perlahan, bibirnya mengukir sebuah senyum. Senyum yang biasa Arga anggap sebagai senyum idiot.
Senyum yang selalu muncul di bibir Arga jika ia teringat tentang Arin.
••• A-S •••
Arga sedang menonton TV dengan santainya saat terdengar bunyi pintu terbuka. Spontan, ia melihat ke arah pintu depan rumahnya dan mendapati Abigail yang baru pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Switch - Arga
Teen FictionArga merasa seperti ketiban durian busuk saat tau bahwa Arin tinggal di depan rumahnya. Sepertinya, cewek itu selalu saja mengganggu hidup Arga. Setiap Arin membuka mulut atau melakukan sesuatu, ingin sekali Arga menimpuk kepalanya dengan bola tenis...