Arga - 7. Sympathy

45.9K 3.6K 120
                                    

Arga - 7. Sympathy

Arga masih tidak percaya dengan apa yang kemarin Arin katakan.

Arin sering dijauhi kakak kembarnya itu? Yang benar saja. Arin tampaknya senang-senang saja dengan hidupnya. Bagaikan tiada beban. Dan Davin? Dia masih merasa kesepian walaupun ada cowok itu? Arga tidak percaya. Bagaimana bisa Arin merasa kesepian jika Davin selalu menemaninya ke mana pun?

Arga mendecak pelan. Ternyata itu semua hanya kedok Arin belaka. Cewek itu pasti tidak benar-benar ceria dan bahagia seperti biasa.

Tapi apa yang bisa gue lakuin? batin Arga yang sedang berbaring di atas kasur Arin.

Baru kali ini, Arga merasa simpati kepada seseorang. Seseorang macam Arin lagi.

Nggak. Gue bukan simpati, cuma rada kasian aja, koreksi Arga dalam hati.

"Arin! Jadi main nggak? Cepetan dong! Kita udah siap nih, di bawah," panggil Arta dari bawah--Arga sudah bisa membedakan suara mereka berdua sekarang.

Arga menepuk jidatnya--jidat Arin tepatnya. Ia buru-buru keluar dari kamar Arin dan menuruni tangga. Tampak Arta dan Arza sudah duduk di depan televisi berlayar cukup lebar.

"Kita nggak jadi main Wii, Rin. Lagi pengen nyoba game PS yang tadi baru gue beli," ucap Arza ketika Arga duduk di samping cowok itu.

Arga mengangguk pelan, tapi dalam hati, ia bersorak kegirangan. Walaupun di luar Arga tampak seperti cowok-cowok basket atau futsal yang gila olahraga, sebenarnya ia sangat amat suka bermain video game di Play Station miliknya sendiri.

"'Kan stick-nya cuma dua, lo mau sama gue atau Arza?" tanya Arta, tampak bingung melihat 'Arin' sedikit berbeda dari biasanya. Biasanya, Arin selalu mengomel jika kedua kakaknya itu memutuskan untuk bermain PS. Jelas, Arin sama sekali tidak bisa memainkan benda tersebut.

Arga tampak berpikir. "Gue sendiri aja deh. Jadi, gue sendiri lawan lo berdua."

Arza menampakkan cengiran mengejeknya. "Emang lo bisa?"

"Jangan pernah underestimate gue," cetus Arga sambil mengambil salah satu stick PS milik kedua kakak Arin tersebut.

Tiba-tiba, suatu ide terbersit di otak Arga. Ia tersenyum kecil sambil membulatkan tekad yang sudah tumbuh dalam dirinya.

••• A-S •••

Baru beberapa menit Arga merapikan buku-buku Arin di dalam lokernya, tiba-tiba gangguan sudah datang. Namun, kali ini gangguan tersebut bukan datang dalam wujud cowok tinggi dengan senyum mengembang di bibirnya--Davin, melainkan dalam wujud cewek cantik dengan mata bulat yang memancarkan kekesalan dan rambut panjang--Alexis.

"Kayaknya, gue liat lo sama Arga naik mobil lo beberapa hari yang lalu. Bener tuh?" tembak Alexis langsung.

Arga nyaris meninju loker Arin, baru ingat bahwa Alexis sangat amat protektif dengan pacarnya. "Ya, enggak lah. Ngapain banget gue bareng Arga. Masih ada Davin ini."

Alexis memicingkan matanya. "Nggak usah nyoba boong ke gue. Lo emang jalan sama dia 'kan, waktu itu?"

Arga menggeleng kencang. "Nggak. Gue nggak sama Arga waktu itu."

"Intinya, mau lo ngelak kayak apapun juga, gue pernah liat pake mata kepala gue sendiri kalo lo lagi berduaan sama Arga di rooftop. Gue tau, lo pasti belom puas sama Davin. Iya 'kan?" hardik Alexis.

Mata Arga hampir saja membelalak. Ia baru ingat bahwa Alexis pernah menangkap basah pertemuannya dengan Arin. Baru kali ini, Arga menyesal memliki pacar seperti Alexis.

A Switch - ArgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang