Arga - 21. The Confession
Aneh. Sikap Arin menjadi aneh semenjak dirinya dan Arga berbelanja dan ke salon saat itu.
Apa dia nggak suka sama gue dan kayak gitu gara-gara gue bilang gue suka sama dia?
Arga menggelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan pemikiran seperti itu dari otaknya. Mungkin, Arin sibuk atau banyak tugas sekolah. Mungkin, cewek itu punya kehidupan selain bersama Arga.
Kehidupan sama siapa? 'Kan udah nggak ada Davin lagi. Sama Arta-Arza? tanya Arga dalam hati.
Setiap hari, Arga selalu memperhatikan Arin dari kejauhan. Semuanya tampak seperti biasa saja, sampai ia menyapa Arin. Pasti cewek itu hanya berbasa-basi beberapa detik lalu kabur atau menghindari kontak mata. Lebih parah lagi, Arin kadang membuang muka atau pura-pura tidak melihatnya jika Arga menyapa.
Dia kenapa sih?
Rasanya, Arga ingin bertanya kepada Arta atau Arza, berhubung ia juga kenal dengan kedua kakak kembar Arin itu. Namun, pasti mereka akan bertanya-tanya dan Arga masih gengsi mengakui semuanya ke kakak Arin. Pasti akan sangat canggung, apalagi jika Arin tidak suka dengannya. Arga masih ingin merahasiakan perasaannya. Cukup Arin saja yang tau, untuk sekarang.
Arga hanya dapat bertanya-tanya tanpa menghasilkan jawaban. Ia bertekad akan mendatangi rumah Arin. Hari ini juga.
Jadi, di sinilah Arga sekarang. Di depan rumah Arin, karena cewek itu tetap menghindar saat Arga berusaha mencegatnya di sekolah. Setelah menarik napas panjang dan mempersiapkan apa saja yang akan dibicarakan, Arga memencet bel pintu. Tepat seperti harapannya, Arin yang membuka pintu.
"Ngapain lo?" tanya Arin, singkat dan datar. Tidak seperti biasanya.
Arga menarik napas panjang. "Lo kenapa, Rin?"
"Gue nggak kenapa-napa. Kenapa nanya gitu?" Arin balas bertanya.
Arga menaikkan satu alisnya. "Lo jelas kenapa-napa. Sejak lo ke salon waktu itu, lo jadi menjauh dari gue. Kenapa?"
Arin membuang muka. "Gue nggak menjauh."
"Apa gara-gara gue bilang gue suka sama lo? Iya?" tanya Arga lagi.
Arin diam, tidak menjawab pertanyaan Arga. Cowok itu menghela napas panjang, lalu menangkup kedua pipi Arin dengan tangannya.
"Gue nggak mengharapkan lo bales perasaan gue, walaupun gue butuh kepastian. Gue paham kalo lo nggak suka sama gue, tapi tolong jangan jauhin gue," lanjut Arga.
Arin menarik napas panjang lalu menarik tangan Arga menuju belakang rumahnya. Cowok itu hanya mengikutinya tanpa mengatakan apapun.
"Gue menjauh karena lo suka sama gue dan gue suka sama lo," ucap Arin blak-blakan.
Arga langsung melotot. Matanya memancarkan ketidakpercayaan. "Serius? Lo suka sama gue?"
Arin menghindari tatapan Arga. "Yah, gue sendiri juga nggak percaya. Tapi kalo pernyataan lo waktu itu cuma buat lucu-lucuan, lo resmi jadi brengsek semacam Davin."
"Nggak lah. Gue serius waktu itu dan sampe sekarang," tukas Arga. "Terus kenapa lo malah ngejauh?"
Kali ini, Arin tampak sendu. "Ternyata, selama ini, gue dijodohin sama Davin."
Lagi-lagi, mata Arga membelalak. "Davin? Lo dijodohin sama dia?"
Arin mengangguk lesu. "Kalo nanti gue nikah sama dia gimana, Ga? Nanti gue punya anak sama dia, hidup-mati sama dia. Sedih banget hidup gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Switch - Arga
Teen FictionArga merasa seperti ketiban durian busuk saat tau bahwa Arin tinggal di depan rumahnya. Sepertinya, cewek itu selalu saja mengganggu hidup Arga. Setiap Arin membuka mulut atau melakukan sesuatu, ingin sekali Arga menimpuk kepalanya dengan bola tenis...