8 : At Least It's Wonderful, For Now

247 18 2
                                    


Duduk di jembatan, merendamkan kaki di sungai, menikmati pemandangan matahari yang terbenam, selalu menjadi rutinitas Sierra setiap hari. Rasanya tenang sekali menyendiri di jembatan yang terletak di pinggir sungai ini, yang jarang dikunjungi orang. Walau semua orang di desa ini sangat enggan menghabiskan waktu di sini, lain dengan Sierra. Ketenangan dan angin lembut yang mengisi membuatnya betah sekali, sekadar duduk di jembatan merenung atau bahkan menulis. Biasanya, ide-ide gila namun hebat selalu bertandang kepadanya setiap kali ia duduk di sini.

Namun, lain kali ini. Selama ini Sierra selalu hidup sendiri. Selama ini hanya dirinya sendiri yang duduk di jembatan itu sambil merendamkan kaki di sungai. Tapi kini, ada Savier yang duduk di sebelahnya, melakukan hal yang sama dengannya.

Sierra perlahan melirik Savier yang duduk di sebelahnya, yang sedang mengangkat wajah menatap langit kemerahan dengan matahari yang mulai terbenam.

Entah kapan Sierra merasa hatinya begitu lekat dengan Savier, begitu menyayanginya. Padahal waktu pertama kali bertemu, ia sangat bingung dan heran dengan sikap cowok itu yang kasar, arogan, dingin, keras kepala, dan cuek. Savier tidak pernah peduli pada orang, ia hanya peduli pada dirinya sendiri. Namun lama kelamaan, Sierra berhasil meluluhkan tembok keras di dalam diri Savier, membuat cowok itu membaik. Walau, sikap Savier yang tidak pernah berubah adalah arogan dan keras kepala. Tapi tak apa. Sierra tidak ingin mengubah siapa Savier yang sebenarnya.

Semenjak kejadian waktu itu, dimana ia mengorbankan keselamatannya sendiri demi karir Savier, semuanya berubah menjadi lebih baik dan tidak seperti apa yang ia duga.

Savier tidak mau pindah ke Jakarta. Ia tetap tinggal di villanya di Puncak, di desa ini. Sierra tahu benar alasannya, apa lagi kalau bukan karena dirinya? Karir Savier juga semakin menanjak, semakin berhasil sebagai pemain basket. Sierra hanya berharap, Savier bisa mewujudkan cita-citanya untuk pergi ke Amerika dan menjadi pemain basket di sana. Semoga.

Sierra tahu Savier memiliki perasaan yang sama dengannya. Mereka bisa dikatakan memiliki hubungan yang spesial sekarang, lebih serius. Walau Savier tidak pernah dengan resmi mengikrarkannya, tapi Sierra tahu dalam hati Savier.

Pacaran, kata itu lebih tepat untuk mendeskripsikan hubungan Sierra dan Savier.

"Kamu kayaknya bahagia banget, ngeliatin langit." Sierra terkikik. Ia mengalihkan pandangannya pada layar laptop yang berada di pangkuannya. Ia pun kembali mengetik, menuangkan apa yang ada di pikirannya pada tulisan.

Savier beralih menatap Sierra, "Kamu pintar juga, ya, menemukan tempat indah untuk menyendiri seperti ini. Enak banget di sini, adem." Ia tertawa pelan, lalu menyadari kalau Sierra sedang sibuk menulis. Rasa penasasran membuatnya bertanya, "Sudah berapa banyak novel yang kamu terbitkan?"

"Sebelas. Mungkin dua belas, entahlah." Sierra menjawab tanpa menoleh pada Savier. Dalam hati ia lebih menyukai frase 'aku-kamu' yang digunakan Savier kini, dibandingkan dulu.

Savier mengangguk, "Menjadi seorang penulis...emang itu cita-citamu?" Savier menatap Sierra.

Sierra kini mengangkat wajahnya dari layar laptop. Ia terdiam sebentar sebelum menjawab, "Entahlah." Ia tersenyum kecil, "Di tulisan, aku bisa menuangkan segalanya. Emosi, kesedihan, rasa senang, bahagia, sepi...semuanya." Ia memandang Savier, menatap matanya lekat-lekat. "Kamu tahu sendiri bagaimana hidupku sebelum adanya kamu, kan? Aku selalu hidup sendiri."

Savier mendesah, membuang kekesalan yang terpendam di dalam dirinya. Sierra, gadis berwajah pucat yang duduk di hadapannya ini, memiliki hidup yang sangat memprihatinkan. Bagaimana bisa keluarganya membiarkan gadis itu hidup sendiri di desa ini, kesepian tanpa seorang pun yang menemaninya? Dalam hati Savier kesal sekali pada keluarga Sierra. Terlebih lagi pada mantan pacarnya, yang membuang gadis itu hanya demi gadis lain.

ForevermoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang