10 : Sometimes, Love Takes Out All Of You

170 17 0
                                    

"Sierra! Sierra!"

Sebuah suara memanggil nama Sierra dari luar rumah, beriringan dengan suara beberapa ketukan di pintu.

"Savier?" Sierra mengernyit. Ia memandang cowok itu dengan tatapan aneh. Kini Savier berdiri di hadapannya sambil membawa rantang makanan, dengan senyum mengembang di wajahnya.

"Kok kamu mandang aku kayak gitu?" Savier mencibir, sungguh bukan hal yang biasa ia lakukan.

"Bukan...." Sierra menggaruk-garuk kepalanya bingung, "Kamu nggak latihan ke Jakarta? Bukannya akan ada pertandingan penting yang menyusul nanti?"

Savier terdiam sebentar, namun ia menggeleng cepat. "Alah, itu gampang! Sekarang, aku bawain kamu bubur ayam. Aku di sini untuk nemenin kamu yang lagi sakit! Biar cepet sembuh, baru deh aku lanjut bertanding basket lagi!"

Sierra hanya bisa diam ketika ia melihat Savier masuk ke dalam rumahnya dan duduk di sofa dengan manis. Ia menata rantang makanan yang ia bawa, dan dengan semangatnya menyuruh Sierra untuk duduk di sebelahnya.

Walau Sierra lebih lega dan tenang kalau Savier memilih untuk mengikuti training di Jakarta, ia tak dapat memungkiri hatinya senang melihat Savier peduli padanya seperti ini.

Keesokan harinya dan seterusnya, selama Sierra sakit, Savier selalu rutin mendatangi rumah gadis itu. Bahkan, beberapa kali Savier menginap di rumah Sierra, walau tidak ada kamar kosong untuk cowok itu, ia rela saja tidur di sofa yang sempit dan harus kedinginan setiap malam. Tapi anehnya, semua itu tidak masalah baginya. Setiap malam Sierra selalu terbangun, merintih kesakitan sambil memegangi kakinya, dengan keringat dingin membasahi wajahnya, serta tubuhnya yang selalu bersuhu panas-seperti demam. Savier awalnya bingung harus apa, ia sangat terkejut ketika Sierra selalu terbangun di tengah malam sambil merintih kesakitan, memegangi kakinya. Tapi lama-kelamaan, Savier mengerti. Ia hanya harus memberikan gadis itu dua pil obat yang terletak di meja riasnya, dan sakit itu akan hilang lalu ia bisa tertidur nyenyak kembali.

Ketika Sierra tertidur, Savier berdiri sambil memandanginya. Ia tidak bisa kembali tidur. Dipandanginya terus Sierra, sambil ia duduk di kursi yang ia letakkan di sebelah tempat tidurnya. Digenggamnya tangan Sierra, takut kalau tiba-tiba gadis itu akan terbangun lagi dan mengerang kesakitan.

Pertanyaan bingung menyergap pikirannya, seiring dengan rasa gelisah yang menderanya. Sierra sebenarnya sakit apa? Apakah, setiap hari tanpa dirinya, Sierra selalu terbangun di tengah malam dan mengerang kesakitan?

Savier ingat ketika Sierra dulu membersihkan rumahnya setiap hari, dan ketika gadis itu sakit. Tubuh Sierra langsung panas, seperti orang demam, disertai dengan keringat di seluruh tubuhnya.

Apa pun itu, Savier hanya berharap tidak ada sesuatu hal buruk pun yang menyerang Sierra.

Sering kali grup Fehling, terutama Orlando dan Bagus-pamannya- meneleponnya. Savier memutuskan untuk tidak mengangkat panggilan-panggilan itu, atau membalas pesan-pesan singkatnya. Ia memiliki urusan yang lebih penting di sini-Sierra. Gadis ini sakit, dan ia tidak mungkin pergi ke Jakarta untuk mengikuti training. Entah sudah berapa kali training yang ia lewatkan. Entah apa yang nanti akan diputuskan Orlando untuknya, mungkin mengeluarkannya. Tapi anehnya, ia tetap tidak peduli.

Sejak kapan Sierra mengambil peran paling penting di hidupnya? Savier juga tidak tahu. Dulu, pertandingan basket selalu nomor satu dan menjadi prioritasnya. Kini, Sierra adalah segalanya. Padahal, Savier baru mengenalnya selama beberapa bulan, sekitar enam atau tujuh bulan. Tapi, apa yang ia rasakan untuk Sierra sudah lebih seperti perasaan sepasang kekasih yang berpacaran bertahun-tahun.

ForevermoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang