Bahtera mencoba untuk nggak mengumpat sekarang. Meski dia sendiri, dia nggak bisa bertingkah lepas. Keluarga Wicaksono memberikan pelajaran moral kepada keturunan mereka bahkan sejak kecil. Karena itulah Bahtera kecil sudah terbiasa dengan kontrol emosinya. Lagi pula... apa yang dia inginkan lagi? Semuanya sudah ada, nggak perlu minta sudah tersedia. Bahtera tinggal menikmati fasilitas yang mewah, barang mahal, bahkan nggak perlu belajar memasak untuk menggantikan ibu yang sibuk seperti sahabatnya. Nggak perlu jalan kaki untuk beli garam, nggak perlu mengangkat jemuran kalau hujan tiba. Semua sudah ada yang mengatur, dan kewajiban Bahtera hanya belajar.
Sekarang Bahtera berada pada fase paling membingungkan seumur hidupnya. Dia nggak tahu apa yang akan dia lakukan sekarang. Dia nggak pernah mencari orang hilang sebelum ini. Karena itulah ketika sahabatnya nggak bisa dihubungi, dia bingung harus bertanya pada siapa.
Bertanya pada dua teman dekat Jawen juga nggak ada yang tahu!
"Sebenernya kamu ke mana, sih, Wen?" Bahtera menggerutu. Dia menyusuri jalanan ke sekolahnya hanya untuk mencari keberadaan cowok doyan cosplay yang hobi nulis cerita homo itu.
Bahtera pergi dari kencannya hanya demi Jawen, dan orang yang dicari sedang melarikan diri. Jelas, Jawen nggak mungkin pulang ke rumahnya. Tadi Bahtera sempat lewat di depan sana dan melihat gerbang rumah Jawen masih tergembok.
Jawentari Mahendra Rahespati sedang keluyuran di luar.
Kalau memang ingin main ke luar sebenarnya nggak masalah. Nggak ada hak untuk Bahtera melarang Jawen. Hanya saja... Jawen harusnya izin dulu. Jawen nggak pernah izin ke Mami kalau keluyuran. Itu karena Mami sibuk. Bahtera nggak sibuk, jadi apa susahnya lapor dan izin ke Bahtera. Toh, kalau Bahtera ingin keluar dan kencan saja harus lapor pada Jawen. Meski anak itu seringnya menjawab, "Kok kamu lapor ke aku? Kan aku bukan Pak RT atau Pak RW, Bah..."
Bahtera nggak peduli. Pokoknya dia ingin lapor.
Sebenarnya Jawen sudah keluar dari warnet untuk melanjutkan perjalanan isengnya. Dia sudah cukup lelah bermain facebook dan membaca cerita yaoi. Sekarang dia ingin refreshing, menghilangkan penat dan juga rasa lelahnya. Dia melangkah nggak jelas sampai akhirnya menemukan seseorang yang sempat bersitegang dengannya.
Nggak, dia saja yang nyolot. Jawen sih kalem!
"Muuuuudddd...!"
Kalau sekolah Jawen dikategorikan sebagai sebuah kompleks, mungkin Jawen adalah penghuni kompleks nomor sekian yang kehadirannya selalu mengganggu ibu-ibu lainnya. Dia akan jadi ikon kompleks, sekaligus jadi teror kalau mereka sedang ingin tenang. Jawen mirip Spongebob. Samudera Squidward-nya.
Samudera menoleh bimbang. Dia ingat dengan jelas suara ini. Sangat! Dia belum pernah berhadapan dengan orang seperti ini, jadi dia masih terlalu kaget dan juga cemas kalau harus menghadapinya.
Dia pasti kalah. Seperti tadi pagi di sekolah!
"Mau apa lu?"
Jawen mendekat. Langkah kakinya sangat riang, seperti anak kecil yang baru dapat uang jajan tambahan. Bahkan ekspresinya juga terlihat sangat bahagia. Kakinya terhentak, sementara jemarinya melambai-lambai dengan sangat antusias. Samudera siap melarikan diri, namun kakinya beku di tempat.
Mungkin anak itu juga punya guna-guna agar semua orang nggak bisa kabur darinya!
"Muuuddd...!" Dan dia memanggil Samudera dengan sangat menggelikan.
"Apa, lu? Ngapain lu di sini?"
"Kebetulan kita ketemu, ya, Mud!"
"Gua nggak seneng ketemu lu! Jauh-jauh sana, lu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Lovely Fudanshi...t
Подростковая литератураKenalkan, Jawentari Mahendra Rahespati. Cosplayer paling mumpuni di sekolahnya. Anggota elite club khusus cosplay di sekolah. Suka hal-hal antimainstream. Kesukaannya akan hal-hal aneh masih menempati peringkat tertinggi. Dia bangga menyebut diri se...