Bahtera menghela napas. Ketika dia membuka pintu mobil, kakeknya sudah menunggu di depan pintu. Bahtera tersenyum miris. Kakinya melangkah pelan menghampiri kakeknya. Dia merasa bersalah tanpa sebab. Agung Wicaksono melongok ke dalam mobil, mencari seseorang yang seharusnya datang bersama cucu kesayangannya hari ini. Karena kemarin memang orang itu nggak pernah datang dan tadi tiba-tiba anak itu meneleponnya, beliau berharap cucunya membawa anak itu ikut serta. Namun ternyata nggak. Padahal beliau berharap Bahtera, cucu kesayangannya itu membawa anak nakal yang sering sekali membuat ulah dan membuat hidupnya lebih menggelikan.
"Dia nggak ikut?" Lelaki tua itu bertanya sekali lagi.
Bahtera menggeleng pelan. Hatinya merasa sedikit bersalah, namun dia nggak bisa memaksa Jawen untuk ikut serta.
"Awen bawa motor, Kek."
"Ya nggak apa, mampir ke sini aja! Kakek juga bisa nganterin dia balik, sekalian ngangkut motornya pake pick up kalau dia ogah nyetir."
Bahtera menelan ludah dan tersenyum miris. Kakeknya sudah terkontaminasi dengan kelakuan Jawen sejak dulu. Ketika kakeknya mengenal Jawen, kakeknya lebih bisa menikmati hidup. Mungkin karena Jawen adalah anak yang selalu berpikir sederhana dan terlalu easygoing sampai-sampai orang tua yang punya banyak perusahaan itu harus terkekeh dan sedikit menikmati hidup santai.
"Kayak nggak tahu Awen aja, Kek."
Agung Wicaksono mengangguk. Memang "cucu" paksanya itu nggak pernah mau dikendalikan. Bahkan meski dengan gaya sok sombong yang beliau lakukan semuanya gagal. Lelaki tua itu pernah mengatakan akan membayar kedatangan Jawen ke rumahnya, namun Jawen menolak dengan cara yang sangat menggelikan seperti biasa.
"Jadi kalau aku ke sana dibayar, Kek? Boleh bawa temen sekelas?"
Itu artinya Jawen memang nggak mau dibayar dengan cara seperti itu. Penolakannya memang tersirat, namun Agung Wicaksono tahu kalau Jawen bukan anak yang bisa dia kendalikan. Bahkan Bahtera saja nggak mampu memaksa sahabatnya sendiri.
"Kakek sempet ada niatan buruk."
Bahtera menoleh. Mereka berdua masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang keluarga. Rumah mewah keluarga Wicaksono terlalu mungkin kalau untuk menampung banyak orang.
"Untuk?" Bahtera bertanya pelan.
"Biar bikin anak nakal itu datang."
"Caranya?"
"Kamu bikin mogok motornya!"
Bahtera melongo. Hatinya terlalu lembut dan dia tidak akan pernah tega melakukan itu pada Jawen meski dia ingin Jawen mampir sebentar ke rumahnya. Mustahil baginya memaksa Jawen, namun mustahil kuadrat kalau harus membuat Jawen susah.
"Dia nanti susah, Kek."
"Masalah benerinnya kan bisa kita bayarin."
Bahtera menggeleng. "Kakek lupa gimana Awen dan kelakuannya? Dia nggak pernah mau dibayarin, Kek."
"Iya, ya?" Lelaki tua itu menghela napas. "Susah banget nyuruh anak itu mampir!"
Bahtera tahu alasan kenapa Jawen nggak punya waktu mengunjungi kakeknya sesering yang dulu. Gara-gara club cosplay! Pasti gara-gara kesibukan anak itu dengan proposal kegiatan dan ultah sekolah. Dia sudah membantu anak itu agar bisa mendapatkan sokongan dana kegiatan, tapi masalahnya... dengan turunnya dana dan kepastian mereka akan tampil tahun ini membuat Jawen memang harus melakukan banyak persiapan.
Mereka adalah club cosplay yang juga harus mempersiapkan segala bentuk perlengkapan dan kreasi. Sesekali Bahtera pernah melihat Jawen mengunjungi kakak kelas dan mengobrol dengan sangat antusias. Anak itu mudah sekali mendapatkan teman, bahkan terlalu mudah sampai Bahtera bingung bagaimana harus bereaksi. Bahtera punya banyak teman karena sebagian dari mereka adalah anak dari kolega bisnis ayahnya. Sebagian lagi adalah orang-orang modus yang selalu punya niatan licik. Selama ini hanya Jawen yang belum pernah minta apa pun darinya, bahkan selama sekian tahun mereka bersahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Lovely Fudanshi...t
Ficção AdolescenteKenalkan, Jawentari Mahendra Rahespati. Cosplayer paling mumpuni di sekolahnya. Anggota elite club khusus cosplay di sekolah. Suka hal-hal antimainstream. Kesukaannya akan hal-hal aneh masih menempati peringkat tertinggi. Dia bangga menyebut diri se...