Chapter 17. Fanfiction Ala Jawen

14.2K 2.3K 375
                                    

            Bahtera menggerutu. Awalnya dia senang karena Jawen mengiriminya pesan lebih dulu. Dia pikir Jawen sudah nggak marah lagi padanya. Karena itulah Bahtera membuka pesan itu dengan senang hati. Alisnya bertautan ketika yang diterimanya bukan sapaan ataupun pembahasan pertengkaran mereka, melainkan... sebuah link. Bahtera curiga, lalu dibukanya tautan mencurigakan itu.

Bahtera nggak terima sama sekali ketika membaca apa yang ditulis di sana. Setahunya, Jawen memang mengatasnamakan dirinya sebagai penggemar homo, dan dia mengatakan lurus seratus persen. Bahtera nggak ada masalah dengan itu. Dia terbuka dan tetap mau bersahabat dengan Jawen. Sayangnya...

Sekarang Jawen mengeluarkan sesuatu yang sejak dulu Bahtera takuti!

(bh~tr) Apa maksudnya ini, Wen?

(java-sama) Kamu nggak bisa baca, Bah? Apa perlu kita baca bareng? Aku bisa jelasin banyak hal nanti, kok!

(bh~tr) Oke. Ketemu di kelas kamu ntar lagi.

(java-sama) Ah, lupa! Nggak jadi! Aku kan lagi marahan sama kamu, Bah!

Bahtera memekik karena emosi dan gemes bercampur jadi satu. Dia nggak tahu kalau anak ini jadi menyebalkan dan juga mengerikan seperti ini. Jawen masih marah, jelas. Dan kemarin ketika melihat Jawen kesakitan, Bahtera jauh lebih menderita. Bahtera bahkan sampai gemetar dan nggak nafsu makan. Dia nggak mau pergi dari sana, walaupun Mami sudah datang. Bahtera nggak mau meninggalkan Jawen lagi.

Dan sekarang Jawen kembali mengusirnya?

(bh~tr) Nggak bisa damai lagi gitu, Wen? Aku nggak tahan berantem kayak gini sama kamu. Kamu itu sahabatku, dan aku nggak mau kehilangan kamu.

(java-sama) Aku bukannya mau mutusin persahabatan kita, Bah. Tapi aku sekarang lagi nggak mood buat manis-manisan sama kamu, atau senyum ke kamu.

(bh~tr) Sampai kapan?

(java-sama) Sampai hatiku baik-baik aja. Masih kecewa, masih kerasa sakitnya pas ditinggal itu soalnya.

Jawen nggak tahu harus bicara apa lagi kali ini. Bahtera bahkan sudah ingin marah rasanya. Tapi Bahtera nggak bisa mengungkapkan kemarahannya seperti itu. Dia terlalu manis dan lembut, juga baik hati. Sekarang mood Jawen juga nggak bisa diprediksi. Karena itulah... meski Bahtera nggak menempelinya seperti biasa... Bahtera masih bisa memantau anak itu. Kali ini dia nggak akan lengah lagi! Jawen nggak boleh seperti kemarin. Diam, lalu ternyata sakit!

"Orang sakit harusnya tidur, bukan malah bikin FF!" Rulita berkomentar. Jawen mengedikkan bahu.

"Aku harus tetep nulis biar cepet waras..."

"Segitunya kepikiran?"

Jawen mengangguk. Idenya sedang meletup, membuat sebuah lengkungan aneh di dalam otak dan imajinasinya sendiri. Jawen nggak mau membuka semuanya sekarang. Dia akan membuat semua orang terpesona dengan fanfiction buatannya. Kali ini... dia nggak mengejar jumlah pembaca. Dia hanya menikmati tulisan dan imajinasinya sendiri.

"Kali ini ada yang beda, ya!" Gilang berkomentar. Jemarinya bermain di atas keyboard laptop Jawen.

"Apanya?" Rulita mendekat.

"Gaya tulisan Jawen emang sering gonta-ganti tiap cerita, tapi kali ini aku nemuin sisi fudanshi Jawen yang pernah hilang..."

Rulita berdecak. "Iya, kayaknya couple ini kayak nyata... Eh, emang nyata, ya?"

Jawen tersenyum puas ketika melihat dua proofreader-nya memuji. Sepertinya memang Jawen punya ketertarikan di couple yang ini. Biasanya dia menulis fanfiction dengan banyak couple. Naruto dan Sasuke, lalu Makoto dan Haruka, Kagami dan Kuroko... Di antara couple-couple itu, Jawen hanya menemukan imajinasi, tanpa keseruan dan bayangan nakal yang memenuhi otaknya.

Our Lovely Fudanshi...tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang