4 | Promise

10K 1K 143
                                    

4 | Promise

Aku merasa... sudah mencintaimu sejak dulu

Sofia

Kalian pasti pernah bertanya-tanya mengapa seseorang yang tengah jatuh cinta bisa sebegitu bodohnya dalam bersikap. Pernah pula merasa, jatuh cinta bisa membuat dirimu menjadi orang paling bahagia di dunia. Atau setidaknya, kamu berpikir jika dengan cinta itu kamu sanggup hidup seratus tahun lebih lama.

Tidak ada yang salah. Semuanya seperti dongeng saat kita jatuh cinta. Seperti sebuah kisah Cinderella yang pada akhirnya berhasil menemukan pangeran impiannya. Bisa juga seperti kisah Romeo dan Juliet, mencintai satu sama lain sampai akhir. Sampai deru napas tak lagi terdengar.

Sekarang ini akupun merasa seperti itu. Hatiku berbunga-bunga, rasanya semua hal berjalan dengan sangat lancar. Bahkan, ketika ada orang-orang yang mencoba mengolokku, aku menganggapnya angin lalu. Aku menutup telinga, ocehan mereka tak patut aku dengarkan.

Aku dan Hyo Chang berkomunikasi lewat Skype. Membuka obrolan pertama kami lewat video call dengan pipi bersemu merah satu sama lain.

Jujur saja, aku dan dia sama-sama tidak fasih berbahasa Inggris. Tapi, bahasa bukan penghalang bukan? Aku dan dia masih bisa sama-sama belajar. Aku yang memang tertarik dengan bahasa Korea, setidaknya bisa menjadi keuntungan di hubungan kami ke depannya.

"Hai," katanya pelan. Suara dalam dan tegas miliknya kadang membuatku berpikir dia ini lebih tua daripadaku. Apalagi wajahnya yang terlihat dewasa. Seperti sekarang ini, aku merasa seperti  sedang berbicara dengan oppa.

"Hai..." balasku malu-malu.

Kami terdiam. Malah memandang satu sama lain. Aku membayangkan jika ia sedang berada di hadapanku sekarang ini. Mengusap tanganku, memelukku dengan erat, dan kemudian memberi semangat pada hatiku yang sedang kalut. Benar, memiliki hubungan jarak jauh seperti ini membuatku terkadang berpikir negatif.

"Maaf baru bisa menghubungimu," katanya dengan bahasa inggris seadanya, tapi aku mengerti maksudnya barusan.

Aku mengangguk lalu berkata tidak apa-apa. Toh di sana ia juga pasti sibuk, apalagi waktu di sana dua jam lebih cepat. Aku cukup mengerti sistem pendidikan di Korea yang terkadang membuat murid-muridnya bisa pulang larut malam.

Melihat wajah Hyo Chang membuatku senang. Rasa rindu yang kutahan seolah-olah menguap begitu saja. Padahal aku dan dia sering bertukar pesan. Pagi hari ketika ia berangkat ke sekolah, kemudian saat jam dia istirahat dan malam harinya jika ia tidak pulang terlalu malam.

"Kau sudah makan?" tanyanya. Pertanyaan dasar yang biasanya dilakukan oleh pria untuk kekasihnya.

"Sudah. Kau sudah?" tanyaku balik. Aku tak bisa menyembunyikan senyuman lebarku saat ia tiba-tiba saja tertawa.

"Kau lucu sekali."

Bukannya menjawab pertanyaanku dia malah memuji. Kadang aku berpikir, apakah pacaran dengan pria korea harus siap-siap menahan diri untuk tidak melompat tiap kali dipuji?

"Memangnya aku kenapa?" Aku tak mau kalah.

"Aniya. Kubilang kau lucu. Lucu sekali, sampai-sampai aku ingin mencubitmu jika bisa."

Kini aku yang tertawa. Bukannya marah, aku malah ingin ia bisa menyentuhku. Wajar bukan, jika sepasang kekasih ingin menghabiskan waktu bersama-sama dengan sentuhan-sentuhan kecil yang kadang mampu menggetarkan hati.

Aku dan dia tak banyak bicara. Kami saling jatuh hati di tatapan-tatapan sendu yang penuh rindu. Kami menghabiskan waktu dengan saling mengamati satu sama lain. Bagaimana bentuk hidungnya, bentuk matanya, dan garis wajah saat ia tersenyum lebar penuh kasih sayang.

from Angklung to KoreaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang