6 | My Past

7.4K 862 164
                                    


6 | My Past

Patah hati itu tidak pernah mudah.

Hatimu seperti tersayat, lalu teriris tipis hingga menjerit.

Sofia

Ada alasan mengapa hubungan jarak jauh seringkali tidak berhasil. Biasanya ada rasa tidak percaya yang melebihi rasa cinta yang dipupuk setiap harinya. Ada juga karena kehadiran orang ketiga yang terlihat lebih meyakinkan dan bisa diandalkan.

Aku tahu beberapa pengalaman orang-orang terdekatku yang mengalaminya. Tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri, buktinya ada sepasang kekasih yang terpaut jarak Jakarta-Bandung saja harus berpisah karena mereka sama-sama menemukan hati yang lain di lingkungan mereka yang baru.

Tidak bisa disalahkan memang. Cinta itu seperti reaksi kimia, tidak bisa dicegah jika kebersamaan dan obrolan-obrolan kecil dicampurkan. Apalagi tatapan-tatapan malu yang seringkali diperlihatkan, seolah menjadi reaktor yang pas di antara keduanya. Aku tidak bisa memungkiri jika hal-hal seperti itu juga pernah terjadi padaku.

Sampai bulan ketiga dan keempat, aku dan Hyo Chang masih sering berinteraksi lewat telepon. Biasanya enam sampai delapan kali ia meneleponku jika ia punya waktu senggang. Obrolan kami cukup banyak di awal-awal. Aku menceritakan kehidupanku, begitupun juga dengan dirinya.

Bahkan kami saling memberitahu masa lalu kami masing-masing. Berapa banyak pengalaman kami dalam berpacaran, atau apakah kami pernah menyakiti seseorang di masa lalu, dan yang lebih dalam lagi, kami bercerita apa yang pernah kami lakukan bersama dengan mantan-mantan kami dulu.

"Kenapa kau belum memiliki pacar saat aku menembakmu dulu?" tanya Hyo Chang waktu itu. Entah ada angin apa, tiba-tiba saja dia bertanya seperti itu di telepon.

"Tidak tahu. Hanya tidak ingin saja," jawabku, mencoba mengelak.

Jujur saja aku tidak ingin menjelaskan untuk yang satu itu. Bukankah seharusnya dia bersyukur saat itu aku belum memiliki seseorang?

"Gotjimal (Bohong). Cepat jelaskan!"

Aku menggerutu kecil. Agak sedikit sebal jika Hyo Chang sudah memaksa seperti itu.

"Yakin kau ingin mendengarkan?" tanyaku balik. Bukannya apa-apa, aku tidak ingin percakapan ini berakhir dengan dia yang cemburu tidak jelas.

Menjaga kepercayaan di saat hubungan seperti ini sangat sulit bukan?

"Tentu saja."

Aku mendengus sebelum bercerita. Sebenarnya aku agak malu harus menceritakan hal ini, apalagi dengan kekasihku sendiri. Rasanya ada yang salah. Sedangkan di seberang sana Hyo Chang malah tertawa kecil mendengar gerutuanku.

"Aku sering menyakiti laki-laki," kataku cepat, tegas dan lugas. Kali ini dengan nada sinis yang tidak bisa kutahan.

Jika dia marah, salahkan dirinya sendiri.

"Mworago (Apa)?!"

Nah kan, dia kaget. Padahal aku hanya mengatakan sedikit hal.

"Tidak perlu kaget seperti itu. Kau yang bertanya kan, jadi kujawab. Kau mau kuteruskan tidak?"

"Baiklah... kau ini tidak bisa ditebak ya," racaunya dan aku hanya mencibir.

from Angklung to KoreaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang