9 | Decision
Jika menetap membuatmu sulit, seharusnya kau memilih pergi.
Hanya saja, rasanya tidak semudah itu.
Sofia
Aku anak perempuan satu-satunya dalam keluargaku. Anak terakhir yang sangat disayangi bahkan oleh kedua kakakku. Sebenarnya, aku tidak termasuk gadis yang feminin. Terbiasa bermain dengan kedua kakak laki-laki saat aku kecil, membuatku lebih suka sesuatu yang bersifat heroik. Aku tidak terlalu suka boneka, justru aku menyukai bermain panas-panasan di luar. Aku tidak suka melihat gadis-gadis centil, justru aku akan membuang muka atau malah meledek dan mencibir.
Dalam keadaan santai aku lebih suka memakai celana dan kaos, aku jarang mendandani diriku dengan baju wanita pada umumnya. Kecuali jika aku sedang perform di SAU dan mengharuskanku memakai kebaya.
Aku jadi ingat penampilanku di Paris beberapa tahun lalu. Di sana aku harus menari dan bermain angklung. Aku diwajibkan berdandan secantik mungkin dan memakai kostum yang telah disiapkan oleh SAU. Kau tahu rasanya? Bangga sekaligus merasa aneh.
Banyak yang memujiku cantik, well-tidak bisa dielak memang jika aku sudah memakai riasan aku akan berbeda seratus delapan puluh derajat. Bagaimana tidak, mataku yang cukup kecil dan seringkali dikira memiliki garis keturunan etnis lain, akan terlihat cukup besar karena memakai eyeliner dan bulu mata palsu.
Tapi akhir-akhir ini aku tengah dilanda kesedihan. Bukan karena Hyo Chang, melainkan karena urusan pribadiku dengan SAU. Aku bahkan hampir setiap malam menangis memikirkan sebuah keputusan yang aku tidak tahu akan kusesali atau tidak.
Ada alasan yang tidak bisa kuceritakan pada siapapun. Alasan yang hanya akan menyakiti diriku sendiri jika orang lain sampai mengetahuinya, karena ini menyangkut nama besar keluargaku.
"Kamu yakin akan ngundurin diri?" tanya Mamaku, mengusap puncak kepalaku yang tengah membelakanginya. Ada getar dalam suaranya. Aku tahu Mama juga sedih, dialah yang selalu ada denganku di saat aku dalam keadaan suka ataupun duka dan sekarang keputusan yang kuambil pasti sulit untuknya.
"Yakin, Ma. Harus yakin, atau nggak sama sekali."
"Tapi bakat kamu..." suara Mama semakin serak. Aku tahu dia menahan tangis. Anak gadis satu-satunya yang memiliki mimpi menjadi pemain Angklung dunia, kini harus mengalah untuk keluarga. Aku tahu tidak semudah itu untuk pergi dari dunia yang telah kujalani belasan tahun.
"Akan ada kesempatan yang jauh lebih besar, Ma. Sofi yakin itu," kataku berusaha bijak. Perkataan itu sebenarnya kutujukan untuk diriku sendiri. Dan setetes cairan sebening Kristal mengalir mulus di pipiku.
Tidak semua orang setuju aku keluar dari SAU. Ada sahabat-sahabatku yang selama ini selalu bersamaku setiap kali kami perform ataupun sekedar latihan. Ada juga senior-senior serta pengurus SAU yang selalu sabar melatihku sejak kecil. Mereka tidak ingin aku keluar, saat aku mengatakan aku ingin mengajukan diri untuk mundur dari SAU. Mereka menyayangkan bakatku dan kecintaanku pada alat musik tradisional itu.
"Kamu satu-satunya perempuan muda di SAU yang bertalenta, Sof," kata Pak Rayan waktu itu-salah satu pengurus utama di SAU. Ia yang paling menolak alasanku mundur.
"Ada hal lain yang harus saya kejar, Pak," ujarku pelan, tak berani menatapnya langsung. Laki-laki paruh baya itu pun terlihat kacau ketika mendengar keinginanku.
"Masih banyak festival, acara kenegaraan dan kunjungan ke luar negeri yang bisa kamu ikuti," katanya. Aku tahu dia berusaha untuk membuatku semangat kembali. Siapa yang tidak mau menjadi kebanggan negeri ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
from Angklung to Korea
RomanceClosed Project. *** Sofia tak pernah mengira dari permainan Angklungnya ia bisa menarik perhatian seorang pria bernama Shin Hyo Chang. Terlebih lagi ketika pria itu menyatakan perasaan padanya secepat kilat! Ingin tahu rasanya pacaran sama cowok Kor...