11 | Scene

3.6K 331 32
                                    


11 | Scene

Seandainya saja Doraemon itu ada.

Mungkin aku ingin meminjam mesin pelenyap, bukan pintu ke mana saja.

Sofia

Aku berhasil mendapatkan pekerjaan. Setelah sekian lama aku bersusah payah melamar pekerjaan ke beberapa perusahaan, akhirnya salah satu perusahaan berbasis retail menerimaku bekerja. Aku cukup bersyukur akan hal itu, terlebih lagi dengan hari-hariku yang mulai membosankan karena hanya berkisar di rumah saja.

Kini aku tengah mematung menatap layar ponselku. Aku baru saja selesai bekerja dan kini tengah bersandar pada lemari loker tempat penyimpanan tas. Sudah beberapa hari ini Hyo Chang tak mengirimkan pesan yang berarti. Lagi-lagi hanya sebatas ucapan selamat pagi dan selamat tidur.

Tidak ada obrolan, tidak ada pula senda gurau. Aku bahkan belum bercerita jika sudah mendapatkan pekerjaan baru.

Jika dipikir-pikir hubunganku dengannya semakin tidak sehat. Tidak ada komunikasi, tidak ada pertemuan. Aku semakin ragu apakah hubungan ini memang berjalan seperti seharusnya? Apakah setiap hubungan long distance bernasib seperti ini?

Aku berusaha untuk bertahan. Tapi aku tidak memungkiri di saat aku lelah aku butuh teman mengobrol. Teman mungkin bisa menjadi opsi lain, tapi... Hyo Chang lah yang aku harapkan bisa menghapus sisa-sisa lelahku di penghujung malam.

"Belum pulang, Sof?" tanya salah satu rekan kerjaku yang jadwal shiftnya sama denganku. Dia laki-laki dan semenjak aku bekerja di sini dia sudah secara terang-terangan menunjukkan dia tertarik padaku.

"Belum, Kak."

"Mau kuantar?" tanyanya, dengan wajah penuh harap. Kak Adrian termasuk pria tampan. Umurnya hanya berbeda beberapa tahun dariku, tentunya ia lebih tua.

Ia juga putih, bersih dan cukup tinggi untuk laki-laki Asia. Kulihat dia juga pekerja keras, nyaris tidak ada cela darinya.

"Sofi naik angkot aja Kak."

"Kenapa? Kan searah?"

Aku meneguk ludah, Kak Adrian benar juga rumah kami memang searah dan aku sudah beberapa kali menolak pulang dengannya.

"Bareng sama aku aja. Aku antar sampai rumah dengan selamat," ujar Kak Adrian lagi membuat aku tersenyum kikuk. Aku tidak terbiasa dengan momen seperti ini, apalagi statusku yang sudah memiliki pacar. Aku harus bagaimana?

"Tapi Sofi mau ke rumah teman dulu, Kak," tolakku lagi, kali ini mencari alasan sebaik mungkin agar Kak Adrian berhenti menawarkan tumpangannya denganku.

"Jam segini ke rumah teman?" Kak Adrian melirik jam tangan di pergelangan kirinya, ia terkekeh. Sepertinya menyadari keanehanku yang ingin ke rumah teman padahal sekarang sudah nyari setengah sepuluh.

"Nggak usah sungkan. Ini udah malam banget. Yuk."

Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal dan pada akhirnya mengangguk. Aku tidak bisa lagi menolak, dan aku pastikan setelah ini aku bisa membuat alasan yang lebih baik lagi. Aku hanya merasa seperti wanita jahat jika pulang bersama pria lain seperti ini.

Bagaimana perasaan Hyo Chang jika ia tahu?

Hhh... tapi dia saja tidak menghubungiku, dia bahkan tidak peduli aku pulang jam berapa dan akan pulang dengan naik apa.

from Angklung to KoreaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang