enam belas

430 72 5
                                    



"Bob, anak kelasan udah bayar semua?" tanya Yoyo sambil memainkan handphonenya.

"Udah, kemaren gue setorin ke Jaewon."

"Yah, tadinya gue mau bayarin semua anak kelas."

"Telat anyink!" seru Chanu sambil menoyor kepala Yoyo, yang ditoyor malah noyor balik saking kesalnya, dan akhirnya merekapun adu mulut dipojokan kelas.

Mendengar nama Jaewon, Jennie langsung menatap Bobby. Merasa tak asing dengan nama itu, sekalian Jennie mengintrogasi. Tapi nggak jadi, karena Bobby langsung keluar ruangan dipanggil oleh teman kelasan sebelah. 

Nanti gue kabarin.

Siapa yang tidak meleleh, jikalau gebetan sudah seperti rasa pacar.  

Jennie mengecek hanphonenya berkali-kali, berharap chat Hanbin akan masuk. Sejak mata kuliah dimulai, kata-kata Hanbin terngiang di kepalanya, seolah perkataannya itu jadi candu bagi Jennie. Sampai kata-kata wejangan Jaewon dikantin dihiraukannya, atau Cuma menjadi angin lewat aja bagi Jennie.

"Jen, besok lo ikut kan ke rumahnya kak Jisoo?" tanya Rose sambil mengucek matanya yang ngantuk. Jennie langsung menoleh pada Rose, memasukan hapenya ke dalam tas.

"ikut kok," kata Jennie langsung berdiri, "yauda nanti kabarin ya, gue pengen beli tirramissu dulu nih, lo mau ikut?" ajaknya.

Rose mengeluwet, "Gue ngantuk mau langsung pulang aja nih," jawab Rose yang kini tubuh kurusnya langsung berdiri mengikuti Jennie, "Lo ikut Lis?" tanya Rose melirik ke arah Lisa yang daritadi senyum-senyum sambil bermain dengan hanphonenya.

"Nggak, gue udah janji sama kak Jhope."

"Yaelah, Dikey apa Jhope nih?"

"Dua-duanya lah."

"Cabe emang." Sindir Rose yang sekarang langsung berlari keluar pintu.

***

Telapak tangan Jisoo kini memegangi dahi Jaewon, takut kalau temannya ini kesurupan atau gila. Pasalnya, semenjak rapat tadi cowok kurus itu senyum-senyum gak jelas. Ternyata bukan Jisoo doang yang ngerasain hal yang serupa, Jinhwan juga kaget sambil mengucapkan surat-surat untuk pengusir syaiton.

"Tadi gua udah ketemu Jennie, Jis." Kata Jaewon yang sedaritadi senyumnya gak ilang-ilang.

Jisoo membuang nafas lega, merasa senang karena Jaewon bukan kesurupan melainkan kasmaran. "Gila anjir kasmaran Jaewon gini amat ya," ucapnya sambil geleng-geleng kepala.

"Ah kayak lo nggak aja, Jis. Kemaren pas chatan sama Bobby lo juga senyum kayak orang gila." Sindir Jinhwan dengan santai sambil membereskan berkas-berkas di meja.

Jisoo tak menjawab, tatapan matanya kini beralih ke Jaewon. "terus-terus?"

"nabrak, Jis." Potong Jinhwan.

"Diem deh Bogel!" sungut Jisoo yang sekarang merasa sebal dengan Jinhwan. Cowok mungil itu kini berjalan ke arah meja dekat dengan pintu menjauh dari Jisoo, takut hal serupa terjadi lagi padanya, diteriakin ampe kuping pengang.

"Katanya, lo ngasih martabak ke Jennie?"

Jaewon menatap balik Jisoo yang udah muka penasaran pake banget, "Iya, gue kirim pake go-food. Malem-malem so sweet kan gue?"

"Yah, kenapa lo kirim pake go-food bege. Samperin ke rumahnya. Cupu lo, kalah sama Bobby." Kata Jisoo, kini cewek itu tak lagi penasaran lantaran apa yang dilakukan Jaewon tak sesuai ekspetasi. Padahal Jaewon menggunakan seribu bayangan buat berani kirim martabak dan ketemu Jennie.

"Salah lagi kan gua." Senyum Jaewon kini pudar.

"Ngga won, perlahan aja jangan cepet-cepet. Perjuangin aja dulu, nanti juga pasti luluh." Tepukan dibahu itu menyemangati Jaewon. "Tapi Won, jangan lupa id line doi gue minta buat bantuin lo." ucap seorang cowok yang bernama Taeyong yang membuat Jaewon bangun. 

"Guguk Yong. Yang ada disalip sama lo!"

***

Sebegitu sukanya Jennie dengan tirramisu, setelah pulang dari kampus ia langsung ke toko kue langganannya untuk membeli kue kesukaannya itu.

'perasaan hati boleh ditahan, tapi makan jangan' prinsip Jennie nomor dua, ia berpegang teguh pada pendiriannya.

Sambil mengantri di kasir, Jennie melirik ke kanan dan ke kiri suasana toko kue tersebut, lumayan ramai hari ini karena tidak diragukan lagi rasa kue kuenya sangat enak dan membuat para konsumennya ketagihan.

Tapi, Jennie terfokus pada satu meja yang dipakai khusus dua orang, analisa Jennie jeli lantaran mereka terlihat sangat akrab sambil saling melemparkan tawa satu sama lain.

Jennie kenal lelaki itu, dan langsung mengalihkan pandangan setelah gadis berambut sebahu itu sadar sedari tadi Jennie meliriknya. Jennie tetap fokus ke depan dan tanpa sadar juga sedari tadi dipanggil oleh sang penjaga kasir.

"Mbak,"

"Oh, iya, maaf maaf. Jadi 35rb ya mbak?" tanya Jennie sambil merogoh dompet di dalam tasnya. Sang penjaga kasir mengiyakan dan memberi struk beserta dus kecil tirramisu.

Jennie langsung keluar dan langsung memarkirkan motornya untuk segera pulang. Ia tidak salah liat dengan lelaki yang ada di toko kue itu. Mungkin Cuma perasaan Jennie aja yang terlalu berharap lebih ke Hanbin, padahal apa yang dipikirkan belum tentu itu nyata.

Oke, Jen. anggap itu bukan Hanbin. keep positive.     





BerHaRap ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang