Part - 8

172 10 0
                                    

Tak ada yang berubah dari mereka berdua ketika tinggal di satu rumah. Hanya saja, Renita merasa Reyhan sedikit berubah, bukan perubahan yang jelas terpampang, tetapi Renita merasa bahwa Reyhan perlahan mulai membangun jarak antara dia dan dirinya.

Renita tak mau ambil pusing, entahlah akan jadi seperti apa masa depannya, kalau bisa memilih, Renita lebih memilih untuk tidak menerima perjodohan ini, ia akan mencari pasangannya sendiri. Tapi mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur, tak perlu terlarut-larut, ia hanya perlu menjalani, siapa tau ada hikmah dibalik semua ini, siapa tau mungkin suatu saat ia akan bahagia.

Semoga saja.

*****

Renita bangun lebih awal daripada Reyhan, ia mulai memasak menu sarapan hari ini. Tak ribet, hanya nasi goreng 'special' dengan didampingi telur mata sapi.

Reyhan keluar kamarnya, sudah rapi dengan seragam khas sekolahnya. Langsung mengambil tempat duduk didepan Renita yang sedang menata piring.

Reyhan mengangkat piringnya, hendak mengambil sendok nasi untuk mengambil nasi goreng buatan Renita.

Tak sengaja.

Renita juga berniat sama.

Alhasil.

Tangan mereka bersentuhan.

Bukan hal besar mungkin bagi kalian kalian yang pernah mengalaminya, tapi entahlah, ini berefek lumayan bagi Renita, jantungnya berdetak kencang, tak tau kenapa.

Ia segera menarik tangannya agar Reyhan lebih dulu menyendok kan nasi kepiringnya. Kemudian Renita melakukan hal serupa.

Tak ada percakapan.

Tak ada suasana hangat.

Yang ada hanya denting sendok yang menemani mereka makan.

Mereka sama sama benci suasana seperti ini, disaat ada yang ingin mereka bicarakan tetapi tak tau akan memulai dari mana.

Tapi mereka sama sama tenggelam dalam pikirannya masing-masing, sama sama tak mau peduli untuk sekedar membuka obrolan.

Mereka berdua sama saja, sama sama membangun benteng yang entah untuk apa tujuannya dibangun.

"Gue berangkat." Ucap Reyhan yang lebih dingin dari pertama kali ia mengucapkan kata itu.

Renita tak menjawab.

Ia hanya mengangguk tanpa Reyhan sadari.

Padahal,

Jauh di lubuk hati Reyhan, Reyhan sangat ingin mendengar balasan dari Renita.

*****

Seperti hari hari sebelumnya, semua tampak sama. Tak ada yang berbeda.

Renita tetap tidak memiliki teman, tetap makan dipojokan kantin saat jam istirahat akan berakhir. Dan tetap unggul di beberapa mata pelajaran.

Mungkin hatinya kali ini sedikit berbeda.

Entah kenapa ia jadi agak-sedikit-kurang lebih-lumayan suka saat melihat Reyhan.

Suka dalam artian apa, entahlah.

Aneh saja, ketika ia tak sengaja berpapasan dengan Reyhan, tanpa izin jantungnya berdetak lebih kencang. Ketika melihat Reyhan dan teman temannya bermain basket di lapangan, ia memandang dari pagar pembatas lantai dua, dan anehnya tanpa sadar senyumnya mengembang.

Ada yang tau Renia kenapa?

Ah lupakan.

*****

"Selamat pagi anak anak, hari ini kalian kedatangan teman baru, pindahan dari Bali." Ujar guru didepan kelas.

Renita masih asik dengan dunianya sendiri.

Memandang keluar jendela. Kelas Reyhan sekarang jam nya olahraga, otomatis Reyhan pasti sedang berada di lapangan.

Tak butuh waktu lama, akhirnya mata Renita menemukan sosok Reyhan.

Sangat keren tentunya dengan seragam olahraga berlengan panjang yang diangkat hingga siku.

Ditambah panas matahari yang menyinari rambutnya, uh.

Gadis cantik yang berada disamping ibu guru tersebut sedari tadi memandang Renita penasaran.

"Ayo perkenalkan dirimu." Ujar ibu guru kepada gadis itu.

"Hai guys, nama gue Jeslyn Jovanya. Bisa dipanggil apa aja asalkan ada dinama gue." Ucapnya dengan nada riang.

Kelasnya nampak bersemangat kedatangan murid baru. Kecuali Renita yang masih setia memandang Reyhan.

"Kamu duduk disebelah Renita, disana." Ibu guru menunjuk bangku sebelah Renita.

Dengan senang hati Jeslyn melangkah menuju bangku itu, menaruh tas nya dan menoleh ke arah Renita yang masih belum sadar dunia.

"Hey." Sapa Jeslyn kepada Renita.

Renita menoleh sejenak dan menunduk pura pura membaca buku.

Jeslyn sudah melihat sekelibatan dari beberapa hari yang lalu.

"Nama gue Jeslyn Jovanya kalo lo tadi ga denger pas gue ngomong didepan."

Renita hanya melirik sebentar.

"Senang bisa sebangku sama lo, Renita." Lagi lagi Jeslyn ngomong sendiri.

Renita malah kembali memandang Reyhan yang tengah mendribble bola basket.

Jeslyn menoleh kearah objek yang menarik perhatian Renita.

"Oh jadi itu suami lo." Bisik Jeslyn pada telinga Renita.

Dengan mata membulat kaget sesegera mungkin Renita menoleh kearah Jeslyn yang memasang wajah polos polos bangsat.

"Tau dari mana lo?!" Ucapnya penuh penekanan.

"Gue udah tau beberapa dari beberapa hari yang lalu, dan kayaknya dia ga baik deh sama lo, lo kok mau sih nikah sama dia." Ujar Jeslyn tak bersalah.

Renita membekap mulut kurang ajar Jeslyn. Bagaimana kalau teman didepannya itu mendengar kalimat Jeslyn barusan?! Bisa panjang urusannya.

"Sttt, jangan keras keras, entar yang lain denger." Ujar Renita berbisik.

"Iya gue ga bakal ember, asal...." Jeslyn menggantung.

"Apaan cepet."

Jantung Renita berdetak kencang.

"Jadi temen gue ya, gue tau lo ga punya temen. Jadi gue mau lo jadi temen gue. Deal?"

"Oke."

*****

Finally, Renita akhirnya punya temen!! Wohoo

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang