Part - 15

196 15 0
                                    

"Tepung, udah. Gula juga udah, hmm apa lagi ya." Gumam Renita.

Tadi pagi buku resep yang dibicarakan Jeslyn beberapa hari lalu sampai dirumahnya. Bukunya tebal dan cukup lengkap.

Dan sekarang Renita sedang berbelanja keperluan membuat kue di supermarket. Sambil melihat buku resepnya, ia mulai mendorong troli yang belum terisi penuh.

"Kayaknya udah semua deh."

Ia segera mengantri di kasir. Tak terlalu lama, ia sudah membawa banyak kresek yang berisi bahan-bahan kue tadi.

Setelah sampai pada luar supermarket, ia menyetop taksi dan menyebut alamat rumahnya.

*****

Sekarang ia sedang menunggu kue nya matang dari oven. Tadi ia sudah mencampur bahan-bahan dengan cermat seperti arahan buku resep. Entah jadinya akan seperti apa.

Tak lama menunggu, kue brownies nya matang. Ia segera mengambilnya dari oven dan menunggu agak dingin, setelah itu memotong nya jadi bagian kecil-kecil.

Tepat setelah menaruhnya di atas piring, pintu terbuka dan menampakkan Reyhan dengan kemeja yang lengannya digulung hingga siku.

"Eh Rey! Gue abis bikin kue, cobain ya." Ujarnya sambil membawa piring tadi kehadapan Reyhan.

Reyhan mengambil potongan kue itu dengan cuek.

Setelah menggigitnya, ia buru-buru memuntahkan kue tadi.

"Cih kue apaan nih?! Asin banget! Mau racunin gue lo?!" Sungutnya kemudian bergegas ke kamar.

Renita masih diam disana. Ia melihat kue yang baru saja ia buat. Setelah merasakannya, ia pun berpikir, apa tadi ia salah menaruh garam yang harusnya gula? Apa ia tadi menaruh garam terlalu banyak? Ah entahlah.

Ia akan berusaha lagi.

*****

Setelah tadi ia membuat kue keduanya, sekarang Renita sedang duduk di balkon kamarnya. Hari sudah malam.

Percobaan kedua tadi sudah lumayan, tapi masih kemanisan. Yah, namanya juga lagi belajar. Ia akan berusaha membuat yang lebih enak.

Drrt.. drrt..

Tanpa melihat layarnya ia mengangkat telpon itu.

"Halo Ren. Ini mama."

Seketika Renita langsung duduk tegak. Ia tak percaya selama ini, ia menjauhkan ponselnya dan melihat nomor tak dikenal yang sedang menelpon yang ternyata mamanya.

"Iya ma,"

Bahkan ia bingung mau bicara apa saja dengan mamanya. Rasanya susah hanya sekedar mengungkapkan isi hati.

"Mama sudah dengar kabar kamu dari papa. Kamu yang sabar ya, semua punya jalan masing-masing kok. Dan maaf selama ini mama sibuk."

"Renita baik-baik aja kok."

Bohong! Sungguh ia membenci kebohongan semacam ini, tapi mengelak pun rasanya susah.

"Mama lagi dimana?"

"Mama lagi diluar kota. Maaf ya sayang, mama lagi sibuk banget. Ini nyempetin sebentar buat telpon kamu."

"Kok nomor mama ganti?"

"Iya, hp mama rusak, jadi sekalian ganti nomor."

"Mama jangan terlalu capek kerja ya. Kalo mama sakit Renita gabisa jenguk."

"Iya, kamu udah makan?"

"Udah kok tadi."

"Kamu baik-baik aja kan sama Reyhan?"

"Iya, baik."

Dua kali kebohongan. Oh cukup!

"Kamu tadi makan bareng sama dia?"

"Iya, tadi Renita masakin juga buat Reyhan."

"Tapi makan bareng kan?"

"Iya mama."

"Oh yaudah, mama tutup ya, ini masih ada sedikit kerjaan."

"Mama jangan capek ya."

"Iya, good night sayang."

"Mama juga."

Meskipun sesingkat itu, dan ditambah bumbu kebohongan, mau tak mau Renita tersenyum. Sudah lama ia tak berbicara dengan mamanya.

Mereka berdua seakan terpisah jauh dari jarak yang seharusnya terjadi.

Dan lagi lagi Reyhan mendengar percakapan itu dari balkon sebelah.

*****

Pagi ini setelah memasakkan makanan untuk Reyhan, ia kembali membuat kue. Kali ini percobaan ke tiga.

Kuenya tetap sama. Kue brownies.

Ia menambahkan perasa coklat didalamnya. Sambil menunggu oven itu, ia menelpon Jeslyn.

Tak sampai sering ketiga Jeslyn mengangkat telepon.

"Yo Ren!!"

"Gue udah coba bikin kue dari buku resep lo."

"Oh ya, gimana gimana?!" Ujarnya antusias.

"Yah gitu, percobaan pertama keasinan. Gue suruh Reyhan coba, dianya marah-marah ke gue dikira gue mau ngeracun."

"Ck, cowok itu!!"

"Yang ke dua agak kemanisan. Dan ini gue lagi nunggu matengnya. Ini yang ketiga."

"Ih semangat ya Ren! Gue tau lo pasti bisa!"

"Iye iye, lo sibuk kan? Gue tutup ya?"

"Iya, oke."

Setelah beberapa menit, akhirnya kue itu matang. Ia potong-potong lagi dan kali ini ia yang mencobanya sendiri.

"Ah enak."

Ia menaruhnya di wadah tertutup. Kemudian bergegas ke kamar untuk berganti baju.

Sambil membawa paper bag yang isinya wadah kue tadi, ia menyetop taksi didepan gerbang rumahnya. Menyebutkan alamat orang tua Reyhan.

Ia akan menunjukkan kue buatannya ke mami. Pasti ia suka.

*****

"Ini enak loh Ren. Kamu kok bisa sih bikin kue kue gini."

Pujian itu membuat hati Renita sedikit lega. Pasalnya ia sangat takut jika reaksi mami akan seperti reaksi Reyhan.

"Soalnya Renita kesepian mi, jadi iseng bikin kue."

"Maafin mami ya, kamu kesepian gara-gara anak mami selalu pergi."

"Enggak kok mi, Renita cuma kesepian biasa aja."

"Hmm, nggak ada niatan buat jual ini kue nya?" Tanya mami.

"Entar deh, kan Renita juga masih bisa bikin satu. Entar kalo udah bisa bikin banyak juga Renita coba kirim ke toko roti."

"Ini namanya gabut gabut bermanfaat." Ujar mami menirukan bahasa jaman sekarang.

Renita terkekeh.

"Entar ajarin mami juga ya."

"Siap mi."

*****

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang