Part - 21

239 15 0
                                    

Reyhan nampak duduk lesu disebuah bar, ia sudah meneguk beberapa gelas alkohol. Tapi dirinya gak kunjung tenang.

"Kenapa sih lo?" Tanya Ryan-teman nya.

"Jessica gak dateng." Jawab Reyhan.

Sejujurnya dia tak memikirkan Jessica, justru pikiran nya melayang pada sosok gadis yang memasakkan makanan untuknya setiap hari-Renita.

Seorang laki-laki yang tak Reyhan kenal tiba-tiba duduk disebelahnya.

"Siapa? Jessica? Ceweknya dia?" Tanya orang itu kepada Ryan.

"Iya." Jawab Ryan.

Sepertinya dia teman Ryan.

"Gue tadi liat dia sama cowok. Kayaknya mereka pesen kamar." Ujarnya santai.

Mendengar itu Reyhan langsung bangkit. Ia memegang kerah baju lelaki yang berkata barusan.

"Apa kata lo?! Dimana Jessica?!" Tanya Reyhan gusar.

"Dilantai 2, gue tadi liat dia sama cowok. Lo siapanya?" Tanya dia balik.

"Bangsat!" Reyhan mendorong lelaki itu.

Ia berlari menuju lantai dua. Dimana banyak pasangan melakukan hal hal tak patut.

Ryan dan lelaki tadi mengekor dibelakang.

"Dimana kamarnya?!" Teriak Reyhan.

Lelaki tadi menunjukkan kamar paling pojok di lorong itu.

Dengan kekuatan penuh, Reyhan mendobrak pintu itu.

Dan pemandangan barusan sudah menjelaskan apa yang terjadi.

"Bagus." Reyhan tertawa.

"Bagus Jessica, hebat lo. Udah berapa kali tidur sama cowok? Ah, udah berapa cowok yang tidur sama lo?!" Teriaknya.

Yap, Reyhan melihat Jessica dengan pakaian yang tinggal setengah sedang bercumbu dengan seorang pria yang mungkin berumur lebih tua darinya.

Reyhan marah. Jelas, siapa yang tidak marah kalau pacarnya tidur dengan lelaki lain.

Dan kedua cowok tadi sudah menghilang entah kemana. Lebih baik tidak melihat apa yang akan dilakukan Reyhan nantinya.

"Rey, Rey, dengerin gue dulu. Lo salah paham Rey." Ucap Jessica sambil mencoba menutupi tubuhnya.

"Bagian mana yang salah paham? Bagian lo yang lagi bercumbu sama om om?! Gitu?! Oh, atau lo selama ini cuma manfaatin duit gue aja, iya?!" Cecar nya.

"Iya! Puas lo?! Gue cuma butuh duit Lo doang!" Teriak Jessica balik.

"Bagus, lo udah tau kelanjutannya gimana. Nikmatin aja yang tadi, sori gue ganggu."

Reyhan berbalik dan pergi dari kamar itu. Turun kebawah dan memesan minuman paling mahal yang paling memabukkan.

Dua temannya tadi sampai kewalahan akibat ulang Reyhan. Uh sungguh menyusahkan.

Sedari tadi ia mabuk meracau tidak jelas dan memanggil nama Jessica berulang kali.

Akhirnya karena tak tega melihat keadaan Reyhan, Ryan berinisiatif mengantarnya pulang. Ia tak mau terjadi apa-apa pada Reyhan.

*****

Tok..tokk..tok...

Renita mendengar ketukan pintu pada pukul 10 malam, ia bergegas membuka kan pintu. Pikirnya itu Reyhan, mengapa sudah pulang pukul segini.

"Ah sorry, ini Reyhan mabuk banget, jadi gue anterin pulang." Ucap Ryan.

"Astaga. Iya, makasih sudah repot-repot mengantarnya pulang." Balas Renita sopan.

Renita berganti memapah Reyhan dengan susah payah.

"Ehm, tapi lo siapanya Reyhan ya?"

"Bukan siapa-siapa." Jawab Renita. Ia masih tak mau orang lain mengetahui hubungannya apalagi teman Reyhan.

"Gue balik dulu." Pamit Ryan.

"Sekali lagi makasih ya."

Setelah itu Renita menutup pintu, dan kembali memapah Reyhan masuk ke dalam kamarnya.

"Jess.." gumam Reyhan.

Renita diam saja. Terus memapah Reyhan sampai masuk kedalam kamar.

"Jess, gue bakal balas dendam. Gue bakal buat lo nyesel." Gumamnya lagi.

Dengan kekuatan yang ada Reyhan memegang pundak Renita dan mendorongnya ke tembok.

Tatapan matanya sayu. Ia mabuk berat sampai-sampai menganggap yang ada didepannya sekarang adalah Jessica.

Reyhan menatap Renita. Dan perlahan memajukan wajahnya. Mempertemukan kedua bibir itu. Dengan awal yang lembut, namun Reyhan mengingat kejadian tadi yang membuat ciumannya berubah menjadi kasar.

Renita mendorong Reyhan sekuat tenaga sampai ciuman mereka terlepas.

"Sadar Rey, ini gue, Renita." Teriak Renita.

Seakan tuli, ia justru mendorong Renita ke tempat tidur nya, dan,

"Diem Jess, gue bakal bikin hidup lo ancur!!"

Reyhan mengabaikan tangisan dan teriakan Renita, sampai sesuatu yang tidak Renita inginkan terjadi.

*****

6.25

Reyhan sudah siap dengan setelan kemeja nya. Hari ini dia bekerja di perusahaan milik ayahnya. Yah, dia kan pewaris tunggal, maklum saja.

Ia keluar kamar, menuju meja makan. Ternyata Renita belum masak apapun, dan sepertinya belum keluar dari kamar.

"Ck, nyusahin aja." Umpat Reyhan.

Ia berjalan menuju kamar Renita. Membuka pintu tanpa mengetuknya. Melihat Renita sedang meringkuk diatas tempat tidur.

"Ren, masak! Gue laper, ck kebo banget sih lo!" Umpat Reyhan kesal.

Dengan mata sembab dan hidung berair, Renita bangkit dan mulai berjalan ke arah dapur. Memasak apa saja yang sangat simpel untuk pagi ini. Ia benar-benar tidak mood untuk bertemu Reyhan.

Sedari tadi Reyhan mengoceh tak jelas di meja makan. Tetapi Renita mengabaikannya. Ia tak habis pikir, bisa-bisanya Reyhan berlaga seperti tak terjadi apa-apa semalam.

"Cepetan elah, lama banget sih!"

Renita segera menghidangkan masakan nya diatas meja makan.

Saat hendak mengambil sendok nasi tangannya tak sengaja bersentuhan dengan tangan Reyhan yang berniat sama.

Seperti ada hal aneh dalam dirinya, Renita buru-buru menarik tangannya. Ia masih takut kejadian semalam terulang lagi, dan kontak fisik barusan memberikan respon aneh pada tubuhnya.

"Napa sih." Gumam Reyhan.

Sebenarnya Reyhan merasakan itu. Ia merasakan tangan Renita bergetar saat tak sengaja tersentuh tangannya tadi. Ia pikir ini bukan hal yang aneh.

Renita mengambil nasi setelah Reyhan meletakkan sendok ke tempatnya.

Mereka makan dalam diam. Reyhan melihat tangan Renita yang diatas meja itu bergetar. Ia melihat wajah itu tertunduk seperti habis menangis.

"Lo kenapa sih?" Tanya Reyhan gusar.

Ia memegang tangan yang terletak diatas meja itu.

Dan respon Renita diluar dugaan Reyhan.

Renita menarik tangannya dengan cepat dan Reyhan bisa melihat bekas air mata di wajahnya.

"Lo sakit?" Tanya Reyhan lagi, dan lagi lagi tak dapat balasan.

"Kenapa sih Ren?"

Kali ini Reyhan memegang bahu Renita. Bahu itu bergetar hebat kala disentuh.

Renita bangkit sebelum tangisnya pecah. Ia berjalan cepat menuju kamar dan mengunci pintu.

Ia tau, Reyhan memang tidak mengingat apapun kejadian semalam. Dan mungkin itu lebih baik.

*****

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang