Part - 28

466 17 1
                                    

"Gimana keadaan kamu?" Tanya mami lembut.

Ia datang dengan sekeranjang aneka buah.

"Baik, mi." Jawab Renita tersenyum.

"Itu pipi kamu kok merah kenapa?" Tanya mami sambil memegang dagu Renita.

"Itu, tadi ada nyamuk, jadi ga sengaja ketepok." Jawab Renita asal.

"Ah masa disini ada nyamuk sih." Gumam mami.

Mami mulai mengupas buah apel itu. Menaruhnya diatas piring kecil setelah memotong nya menjadi dadu.

Dengan menggunakan garpu kecil, mami mulai menyuapi Renita.

"Renita bisa sendiri kok, mi." Ujar Renita kala suapan itu tepat didepan mulutnya.

Akhirnya mami menyerahkannya piring itu kepada Renita. Memandang perempuan yang sedang memakan buah itu.

"Mami seneng deh Ren, akhirnya kamu hamil, dan Reyhan bakal tambah tanggung jawab sama tugas-tugasnya." Ucap mami.

Renita tersenyum. Tipe senyum-senyum palsu yang selalu ia andalkan. Ia tak tahu apa yang akan terjadi dirumah nanti. Ia masih takut Reyhan memarahinya.

"Mi, Renita takut, mi." Ujar Renita tiba-tiba.

Sorot matanya terlihat sedih. Kali ini ia tak akan menyembunyikan nya.

"Nggak ada yang perlu ditakutkan, Ren. Apa yang kamu lakukan ini sudah benar." Ucap mami menangkup wajah Renita.

"Mami bakal jagain kamu, ada Reyhan juga. Kamu nggak perlu khawatir ya, jaga kondisi aja, dan kata dokter kalo pagi-pagi kamu mual, jangan ditahan, nanti mami suruh Reyhan jagain kamu extra."

Renita tersenyum. Kali ini senyum tulus yang menandakan ia juga merindukan ibunya. Disaat-saat ia terpuruk seperti ini, ia merindukan ibunya.

*****

Setelah 3 hari ia dirawat di rumah sakit, akhirnya hari ini dia diperbolehkan pulang.

Reyhan dan mami sudah membawa perlengkapan Renita ke mobil. Sekarang Renita sedang berjalan dengan papanya menuju parkiran, tempat Reyhan berada.

Setelah mengucapkan kata perpisahan dengan papanya yang selalu memberi nasehat, akhirnya Renita masuk ke dalam mobil.

Mereka hanya diam selama perjalanan. Renita sudah terbiasa akan hal ini. Ia hanya memandang keluar jendela. Memandang jalan raya yang ramai, padahal belum terlalu siang.

Setelah sampai dirumahnya, Renita menunggu Reyhan mengambil tas dari bagasi dan masuk rumah bersama sama. Ketika membuka pintu, ia dikagetkan oleh kehadiran seorang yang lebih mirip pembantu rumah tangga.

"Mami yang ngirim kesini. Katanya orang hamil gak boleh capek-capek." Ujar Reyhan.

Ia berjalan menuju lantai dua dimana kamar Renita berada. Menaruh tas itu diatas tempat tidur Renita lalu keluar dari kamar itu, masuk kedalam kamarnya sendiri.

Dibawah, nampak Renita sedang berbincang dengan pembantu rumah tangga barunya.

"Saya Renita, bi."

"Saya Nini, mbak." Ujarnya dengan logat Jawa.

"Makasih ya bi udah ngebersihin rumah pas aku lagi pergi." Ucapnya tersenyum.

"Ah, itu mah tugas saya, mbak. Mbak kan lagi hamil jadi jangan kerja yang berat-berat ya, semua biar saya saja yang urus." Ucapnya semangat.

"Siap, bi. Tapi yang masak sarapan biar saya aja ya, saya mau buat sarapan untuk Reyhan setiap hari."

"Oke kalau begitu, saya ke belakang dulu ya, mbak."

"Oke bi."

Renita berjalan ke dapur, mengambil segelas air putih lalu meminumnya. Ia membuka kulkas yang ternyata sudah terisi penuh oleh bahan makanan.

Ia hanya melihat-lihat sebelum akhirnya pergi ke ruang tengah untuk menonton tv.

*****

Jam makan siang kali ini Renita juga yang memasak, dibantu oleh BI Nini, ia memasak ayam bumbu.

Dan setelah masakannya jadi, ia menyajikan diatas meja makan. Reyhan sudah duduk disana sedari tadi. Hanya memainkan ponselnya tanpa minat.

"Bi, ayo makan sini barengan." Ajak Renita.

"Saya nanti saja mbak, masih ada yang mau saya kerjakan." Ucapnya lalu berjalan ke belakang.

Ia dan Reyhan mulai memakan makanannya dalam diam. Seperti beberapa hari lalu, hanya ada suara sendok dan garpu yang berdenting.

Setelah selesai makan, menaruh piring-piring di tempat cuci piring. Ia membelakangi Reyhan yang masih sibuk dengan ponselnya.

"Rey," panggilnya tanpa melihat Reyhan.

"Hmm." Gumam Reyhan menyahut.

"Dengan kondisi ku yang kaya gini, kamu nggak akan ninggalin aku kan?" Tanyanya.

Perlahan namun pasti, air matanya mulai menetes. Beradu dengan air kran yang ia nyalakan.

Gerakan Reyhan pada ponselnya terhenti. Renita menanyakan hal yang tak biasa dijawabnya.

"Aku hamil Rey, ini anak kamu. Kamu bakal tanggung jawab kan?" Tanya Renita lagi.

"Kita udah nikah, Ren. Mau tanggung jawab apaan lagi?" Tanya Reyhan.

Mendengar isak tangis Renita, Reyhan pun beranjak dari duduknya. Menghampiri perempuan itu.

Menuntun nya perlahan menuju sofa yang berada di ruang tengah.

Ia melihat betapa rapuh perempuan itu. Ia sedang mengandung anak darinya—yang tak mau ia akui.

Bukan masalah apa-apa. Hanya saja egonya lebih berkuasa dari dulu, dari awal pernikahan ini, ia selalu dikuasai egonya, entah sampai kapan.

Mungkin kali ini ia akan berusaha sekuat tenaga untuk melawan egonya. Ya, dia akan berusaha kali ini.

"Aku takut Rey." Suara isaknya semakin kentara.

"Aku takut kamu ninggalin aku dengan keadaan kaya gini."

Ditambah sesenggukan yang menghiasi tangisnya. Ia menumpahkan nya lagi kali ini. Didepan Reyhan langsung.

Seakan mengerti Reyhan berusaha untuk tetap bersikap lembut, ia juga melawan egonya.

"Gapapa, keluarin aja." Ucapnya lembut.

Ia menyadari perubahan mood Renita yang mudah sekali berubah nya. Mungkin ini bawaan dari kandungannya. Renita jadi cengeng dan memikirkan hal hal tak penting.

"Aku takut kalo aku hamil, kamu bakal ninggalin aku sama bayi ini. Aku nggak bisa apa-apa Rey. Aku mohon jangan pergi." Tangisnya semakin pecah.

Reyhan baru kali ini melihat tangis Renita yang begitu hebat.

Tanpa menunggu lama ia segera memeluk Renita. Tubuh itu bergetar hebat kala bersentuhan dengannya.

Yang Reyhan rasakan justru perasaan tak mau kehilangan yang lebih kentara. Ia akan berusaha melindungi Renita.

"Stt... Sampe sesenggukan gitu." Ucap Reyhan.

Tangannya mengelus punggung Renita sampai wanita itu benar-benar mengeluarkan semua tangisnya. Sampai benar-benar tenang dan tertidur di dadanya.

"Love you, Ren."

—END—

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang