• Melankonia 🌹 05 •

221 41 20
                                    

"Tidak ada yang menyontek hari ini!" titah Bu Sung seraya membagikan lembaran soal ke setiap meja. "Dan bagi siapa saja yang ketahuan menyontek, akan saya penggal dan bakar hidup-hidup!"

Seluruh murid langsung mengerjakan lembar soal yang ada di meja masing-masing dengan sangat serius. Hagia bersyukur masih bisa menjawab satu-dua pertanyaan dengan baik. Namun, sisanya, tidak usah ditanyakan lagi. Otak Hagia serasa hampir meledak berkeping-keping karena soalnya susah-susah.

Hagia kemudian menoleh ke kawan sebangkunya, Tara. Cewek itu tampak memelototi kertas dengan mimik sok sangar. Hagia nyaris terbahak menyaksikan kelakuan aneh Tara. Hagia nyaris menoyor kepala Tara karena gemas. Tapi, dia tak berani. Bu Sung lapar siap menelannya hidup-hidup jika ketahuan berisik.

"Psst... Tara, Lo ngapain melototin itu soal?" bisik Hagia.

Tara menoleh seraya nyengir kuda seperti biasa. "He he he, Hagia. Ini lho, masa kertasnya nanya mulu kayak wartawan! Gue 'kan gak suka! Bikes, ih," sahutnya dengan wajah polos tak berdosa.

Hagia terkekeh pelan. "Yang namanya soal pasti isinya pertanyaan, Tara! Kalau nggak mau ada pertanyaan, ya, gak usah ikut ulangan."

"Emang boleh, Gia?" tanya Tara penuh semangat.

Hagia menghela napas pelan sembari menggeleng-geleng. "Kalao Lo mau dicaplok sama Bu Sung lapar sih gak papa, silahkan aja."

"He he he... enggak jadi deh Gia. Tadi itu deh bencanda!" Tara terkekeh sambil mendorong bahu Hagia.

"Sakit tahu, gak usah dorong-dorong!"

"ITU YANG BELAKANG KENAPA BERISIK?! MAU SAYA BAKAR HIDUP-HIDUP, HAH?!"

Hagia dan Tara terperenjat mendengar teriakan itu. Mereka kemudian menengok ke depan, ke arah Bu Sung yang saat ini tengah berdiri sambil melipat kedua tangan di dada.

"Eh, Ibu... nggak kok, kita lagi enggak berisik," kilah Hagia.

"I-iya Bu, kita lagi bincang-bincang manja," timpal Tara memprovokasi.

Anak-anak lain yang tercuri perhatiannya menoleh ke bangku Tara dan Hagia. Namun itu tak berlangsung lama, mengingat akan ada malapetaka jikalau mereka tidak cepat-cepat mengerjakan soal.

"Terus kalau tidak berisik, yang tadi namaya apa?"

Hagia menelan saliva-nya dengan getir karena tidak tahu harus menjawab apa. Namun untung saja, Tara yang biasanya super lelet, pagi ini tiba-tiba 4G.

"Oh ini, Bu, Hagia TB!" ceplosnya seraya berusaha tersenyum. "Iya 'kan, Gia?"

Tara mengedip-ngedipkan mata, memberi kode agar Hagia mengiyakan pernyataannya.

Walaupun ini sangat memalukan, Hagia tak bisa berbuat banyak. Dia pasrah. Toh, ini demi keselamatannya.

"Iya, Bu, saya TB," tutur Hagia.

Kekehan disertai lirikan geli langsung melayang ke arah sekretaris OSIS tersebut. Wajah Hagia kontan memerah seperti tomat busuk. Sementara si tolol Tara malah tertawa unyu, seakan tidak terbesit sedikitpun dalam benaknya kalau dia baru saja berbuat dzalim kepada sohibnya sendiri.

"TB? apa itu?" tanya Bu Sung lebih galak.

Ya ampun, guru itu 'kan wanita, pasti tahulah apa arti dari TB! batin Hagia.

Di saat Hagia jengkel dan mati kutu, Tara saat ini seakan-akan menjadi pahlawan dirinya. Cewek polos itu segera menjawab pertanyaan itu dengan cepat dan meyakinkan. "TB itu tembus berak, Bu. Tenang aja, Bu, Hagia beraknya cuma sedikit kok."

Bu Sung melirik jijik. Juga anak-anak lain. "Kok bisa?"

Tara menjawab sambil melirik Hagia dengan wajah senyum-senyum. "Biasalah, Bu, tadi itu Hagia nggak sengaja kentut. Eh ternyata ada yang ikut keluar. Kayak tamu gak diundang gitu. Iya 'kan, Gia?"

MelankoniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang