Agatha menggerutu kesal. Temannya itu terus saja menghubunginya, menyuruhnya ini dan itu. Padahal saat ini seharusnya Agatha masih berlibur di pulau kapuk bukannya menjadi pendekor acara.
"Iya, Git. Lo udah ngomong itu berulang kali."
"Ya, gue kan takut lo lupa. Yaudah gue tutup ya telpon nya. Didekor juga semua ruangannya. Inget, acara mulainya jam 8. Makanan jangan lupa dicek, kali aja belum dateng."
Agatha sama sekali tidak mendengarkannya. Ia lantas menutup telpon sepihaknya dengan tak sopan. "Huh, ngomongnya itu lagi itu lagi, capek gue dengernya," gumamnya.
Seperti perintah Brigitta, Agatha harus mendekor ruangan tersebut. Sebenarnya bukan hanya Agatha yang mengerjakan seluruh dekorasi di ruangan ini. Pengurus Bina Iman Remaja lainnya juga ikut menyiapkan semuanya.
Tapi entah kenapa, tugas yang diterima Brigitta adalah salah satu tugas terberat dan parahnya Agatha harus megambil alih tugas temannya itu.
Agatha mulai memindahkan satu persatu kardus yang bisa dibilang berat bagi seorang perempuan untuk mengangkatnya dari ruang penyimpanan ke ruang acara. Tanpa ia sadari, seseorang sedang membantunya sekarang.
Ketika Agatha kembali ke ruang penyimpanan setelah beberapa kardus ia pindahkan, ia terheran kardus yang jumlahnya banyak sekarang hanya tersisa satu, padahal ia baru saja memindahkan sekitar lima kardus.
"Wah, gaib nih." gumam Agatha
Ia lalu menggelengkan kepalanya agar tidak berpikir hal yang aneh dan mengambil satu-satunya kardus yang tersisa itu lalu berjalan ke ruang acara.
Belum sampai kaki Agatha menginjak ruang acara, seseorang mengambil kardus itu dari tangan Agatha.
"Eh, kok diambil?" Tanya Agatha. Mungkin hal gaib itulah yang terjadi. Kardus-kardus menghilang dari ruang penyimpanan karena seseorang tanpa ia ketahui membantunya.
Agatha berusaha mengambil kembali kardus yang hilang dari tangannya. Namun sulit, orang itu lebih tinggi dibandingkannya dan orang itu juga berusaha untuk menghindari serangan-serangan untuk mencuri dari Agatha.
"Udah, biar gue yang bawa," lawan Agatha akhirnya berbicara setelah Agatha menyerah untuk mengambil kardus tersebut darinya. "Mama gue pernah bilang, kalo gue liat cewe bawa barang berat, sebaiknya dibantu." Ia tersenyum.
Kata-kata yang dilontarkan ditambah dengan senyuman yang diberikan orang tersebut berhasil membuat Agatha terpaku.
Manis, pikir Agatha
***
Neira menggeliat malas. Dengan samar, matanya melihat jam yang bertengger di kamarnya itu. Pukul 06.10 Neira kembali menarik selimutnya, sebelum sebuah suara membuatnya terganggu."NEIRAAAAA!" suara yang Neira tebak adalah abang keduanya, Randi, itu terdengar nyaring. Randi menggedor-gedor pintu kamar Neira. Membuat gadis itu ingin berkata kasar. Sayangnya ia ingat ada orangtuanya.
"Apaansih, Bang. Ganggu orang tidur aja lo!" Neira masih terpejam, walau sambil bicara. Mau tak mau, abangnya itu membuka pintu kamarnya paksa.
Ceklek. Tak dikunci ternyata.
"An**ng, lo apain komputer game gue?!" Randi yang sudah geram itu membuka paksa selimut Neira. Kemudian meremas muka Neira dengan kejam.
"An**ng asem b*bi!" Neira memberontak kala wajahnya di'obrak-abrik' oleh abangnya.
"ASTAGHFIRULLAH NGOMONG APA KALIAN PAGI PAGI?!!"
Sontak mereka berhenti. Lalu Randi mengadukan sikap adiknya itu kepada Ayahnya. "Adaranya Ayah, nih! Komputer abang game nya dihapus semua. Laknat banget emang!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Happen Ending
Fiksi RemajaKisah percintaan memang kadang membingungkan. Bagaimana bisa ia merelakan waktunya untuk menunggu? Bagaimana bisa ia kebingungan antara cinta dan pendirian? Bagaimana bisa ia percaya bahwa keberuntungan akan menghampirinya? Bahkan perlakuan kecil...