Bab 1: Sesi Instruksi - Contoh Program (Bagian 2)

23 2 0
                                    


Kalian tahu apa yang paling membuat orang dengan tingkat-semangat-begitu-rendah-yang-paling-benci-dengan-sesuatu-yang-sangat-sangat-membuang-tenaga-begitu-percuma senang?

Mudah, jawabannya adalah kesempatan untuk dapat melakukan hal yang tak melakukan apa-apa.

Kalian bingung? Apa maksudnya jawaban yang saling bertolak belakang itu? Baiklah, kuberi contoh. Jawabannya adalah, tidur. Ya, "tidur."

Pada dasarnya kata "tidur" termasuk ke dalam kata kerja. Jadi, saat kalian tidur sebenarnya kalian sedang melakukan sesuatu. Sesuatu itu sudah pasti, tidur. Jadi sekali lagi, tidur ada suatu tindakan yang tidak melakukan apa-apa. Bagus.

Dan saat berada di sekolah waktu yang tepat untuk mendapatkan kesempatan itu yang lebih berharga dari hadiah pertama dari suatu lotre di suatu supermarket adalah?

Saat istirahat memang bagus. Kalian bisa melakukan apa saja yang menurut kalian bisa menambah semangat melanjutkan sekolah saat hampir setengah hari duduk dan memerhatikan penjelasan guru yang sering membosankan, benarkan?

Tapi, saat istirahat itu sudah lewat. Kalian pasti tahu hal yang paling dinantikan oleh mayoritas murid di mana pun mereka berada. Aku yakin tak akan ada yang menentang ideku ini, benarkan?

Tak perlu ragu, tak perlu malu. Berteriaklah sekuat tenaga sambil membusungkan dada! "Pulang sekolah! Kami cinta pulang sekolah!!!"

"Hunhh!!"

Tanpa sadar aku bernapas lega melalui hidungku. Perasaan bangga menyelimuti seluruh dada seperti tak ada yang perlu kukhawatiri lagi di dunia ini. Aku sendiri kurang tahu mengapa, tapi yang pasti tidur akan terasa menyenangkan.

Setelah selesai merapikan buku yang awalnya bertumpuk di atas meja—karena memang ukuran mejanya itu sendiri kecil, aku dengan langkah sigap segera menjauhi kursi dan menyongsong maju menuju pintu keluar.

"Tunggu sebentar, Dwi!" panggil seseorang, yang sudah pasti Rina dari suaranya.

Harapanku hancur seketika bahkan sebelum aku dapat menikmatinya. Mau tak mau, aku membalikkan badanku menghadap gadis yang memanggilku dengan wajah masam ... penuh dendam.

"Ada apa?" tanyaku dengan suara datar.

"Ada hal yang aku harus bicarakan denganmu. Bisakah ... bisakah kamu meluangkan waktumu sebentar saja?"

Eh?! Jantungku hampir berhenti berdetak.

Tak kusangka, wajah Rina memerah dengan tangannya yang tersembunyi di balik badannya. Aku tak terlalu yakin, namun kurasa dia merasa gelisah dilihat dari kedua lengannya yang naik turun dan kakinya yang sedikit menekan tanah.

"Apakah sebegitu pentingnya?" tanyaku sekali lagi.

"Iya." Jawabnya singkat namun jelas.

Kali ini, jantungku benar-benar berhenti berdetak. Dan tanpa sadar, aku menelan ludah dan mengangguk dengan wajah seperti orang yang dimabuk oleh cinta.

Tunggu sebentar? Apa ini benar-benar cinta? Bukan karena fetish-ku, kan?

Sepertinya Rina puas dengan jawaban dari anggukkan kepalaku dan melebarkan senyum dengan tambahan manis malu-malu.

"Tapi sebelum itu, bisakah kamu temani aku mengantarkan hasil laporan ini ke ruang OSIS sebentar?"

Beberapa lembar kertas tersusun rapi di tangannya. Aku tak melihat tumpukan kertas itu sebelumnya, kurasa dia menaruhnya di dalam tas sedari tadi.

Sekali lagi, aku hanya bisa mengangguk sebagai jawaban.

Setelah memastikan bahwa aku tak keberatan sama sekali (yang sebenarnya sedang dalam kebingungan), Rina mendekatiku dan kami berdua melangkah ke luar kelas bersama.

HeksenjachtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang