Setelah kepergianmu yang penuh dengan aba-aba
Langkahmu menjauh dengan tak sempurna
Metamorfosamu gagal, bung
Netraku, masih mengekor pandang akan jejak langkahmu
yang diam-diam masih berkutat di sekelilingku
Kamu menjadi pengintai yang lihai, bung
Sejak kapan?
Ah.. aku tak pernah tahu perkara itu.
Langkahmu itu, masih saja berkeliling
menghitung seberapa panjang dan lebarnya hatiku
Apa kau berfikir aku akan kembali meluas menerimamu?
Jangan.
Jangan pernah berfikir demikian, bung.
Hidupku tak sesingkat waktu mengingat namamu
Tak juga sekecil langkahmu
Bahkan, kau harusnya jeli
Langkahmu adalah langkah gontai,
Sedangkan aku masih tegap hingga matahari memudar
Kecuali malam dan gelap menyergap
Aku yang lunglai
Akulah yang merayap sepi pada malam, bukan kamu saja, seperti berada di ambang pilu
Aku menutupnya rapat dari netra telanjangmu, Sesekali jika kau tengok dengen teleskop,
Bisa jadi kau akan melihat, rongga-rongga hati itu tak pernah menutup sempurna.
YOU ARE READING
Setelah Kepergianmu
PoetryAku mengeja nada-nada yang mungkin masih merangkai jelas akan namamu. Namun, ku pikir itu adalah semu. Semu meramu akan bayang-bayangmu, yang mendadak pergi karena kesiapanku.