Aku berhamburan seperti angin
yang mulai kencang melukai bunga-bunga di ladang itu
Aku memanggil-manggil namamu, berharap volume suaraku kelak akan kau dengar
Menutup setiap detik waktu yang pernah berlalu tanpamu
Adalah hal memaksa yang ku lakukan pada hatiku, tuan
Sudikah?
Tangan itu masih mengusap kepalaku?
Aku lupa, Tuan.
Kapan kamu kembali dan memberikan rona wajah bahagiamu.
Senja ini, aku mengeja namamu berulang-ulang
Adakah kamu mampu mendengarnya?
Atau kamu hanya mendengar suara kepiluanku?
Aku tak sekuat karang-karang ciptaan Tuhan itu, Tuan
Aku hanyalah buih,
yang hadir karena terpaan ombak
yang hilang kembali diseretnya
Aku masih memeluk namamu erat-erat, Tuan.
Sekali waktu, semogaku, kamu menemu bahagia atas kepergianmu
YOU ARE READING
Setelah Kepergianmu
PoetryAku mengeja nada-nada yang mungkin masih merangkai jelas akan namamu. Namun, ku pikir itu adalah semu. Semu meramu akan bayang-bayangmu, yang mendadak pergi karena kesiapanku.