Dari stasiun Jenar
Kamu menghendikkan bahu, menyandarkan kepalaku kala itu
yang ternyata masih enggan berlalu dari kotamu
Waktu itu, kau masih menangkup jelas kerinduanku
Bukan hanya padamu, namun pada "rumahmu"
Yang pada akhirnya, kau menyerah, meraih kembali tanganku
Lalu, membawaku kembali pulang dan menikmati jajanan kesukaanmu
Tentu, di berbagai sudut di kotamu
Lantas, kenangan itu, kini berlalu lalang
Nyeri merutuki jantung hatiku
Yang tiba-tiba, menginjakkan kaki di setiap stasiun
Stasiun Jenar, dan berakhir di stasiun Kutoarjo
Seketika, detak jantung itu mendesir dan sesak, tak jarang ia berhenti juga
Dulu, aku selalu mengurai tawa saat nama-nama stasiun itu disebutkan
Itu tandanya, pertemuan semakin dekat
Namun, semenjak kepergianmu
Nama-nama stasiun itu adalah pedang yang siap menghunusku tanpa ampunan
Lantas, aku harus mengaduh pada siapa?
Jika masih kepadamu, aduh an ini kembali?
YOU ARE READING
Setelah Kepergianmu
PoetryAku mengeja nada-nada yang mungkin masih merangkai jelas akan namamu. Namun, ku pikir itu adalah semu. Semu meramu akan bayang-bayangmu, yang mendadak pergi karena kesiapanku.